K-On Ritsu Tainaka

Welcome

Semoga semua informasi yang saya berikan, bisa bermanfaat untuk kita bersama...

Ganbatte ne~

Let's be Honest!

Jumat, 02 Maret 2012


moshi-moshi,  Hana kali ini mempublish beberapa episode cerita yang didedikasikan untuk sebuah grup di facebook, yaitu Anime World School.
Pemeran-pemeran yang terdapat dalam kisah ini, adalah nick name dari para anggota grup. Dan cerita ini dibuat oleh saya, dengan nick name 'Hana' disini.
Termasuk kisah dan alurnya, semua request dari para anggota grup. Dan apabila kisah ini akan anda pakai, harap cantumkan situs ini. Terima kasih, dan selamat membaca..
.
~*Hana-chan Proudly Presents*~
~*A Random Anime Fanfiction*~
~*Side Story: Let's be Honest!  by Hana-chan*~
~*Rated: T semi M <gore and slight lemon!>*~
~*Genre(s): Adventure, Drama, Fantasy, Friendship, Humor, (slight) Horror, Hurt/Comfort, Mystery, Parody, Romance, Spiritual, Supernatural, Tragedy*~
~*warning! Gaje, abal-abal, typo bertebaran layaknya bintang di langit (?), isinya campur-campur kaya gado-gado (?), OOC sangat, OC, slight yaoi and yuri*~
.
~kamar Hana~pkl. 04.00~
Hana masih tertidur dengan lelap di kamarnya. Mumpung hari Minggu, tak ada salahnya juga untuk tidur sampai siang bukan? Normalnya, jam segini dia harus sudah bangun, karena Hiruma pasti menyuruhnya ikut berlatih amefuto. Tapi sampai selama ini, masih belum ada panggilan apapun dari Hiruma, jadi sepertinya untuk hari ini tak ada latihan. Ah, Hiruma baik juga rupanya...
“Ibu... dia itu gendut ibu... aku tak suka dia.. hoaamm.. nyam nyam...” Hana nampak mengigau dengan nyenyaknya. Bahkan sempat keluar air liur di pinggiran bibir mungilnya. *author muntah*
...
...
Hana masih tertidur lelap. Sangaaaat lelap. Hingga—
BRAK!
—suara super menjengkelkan dan mengagetkan datang dari arah pintu, dan membuat Hana otomatis membuka matanya. (tak lupa mengelap liurnya juga)
“Nggh..” Hana menggosok-gosok matanya.
“Bangun, Manajer Pemalas!! Kita harus latihan sekarang juga!! Kuhubungi ponsel sialanmu berkali-kali, tapi tidak aktif! Harusnya kau stand by dengan ponsel sialanmu itu!!”
“A-apa?!” Hana teringat ponselnya mati. Dan belum di cas lagi hingga pagi ini. “Oh iya, baterainya belum kuisi lagi.. hahaha...haha..ha...”
“Diam!! Jangan banyak tertawa kau! Sebagai hukumannya, kau harus sit up 20 kali di lapangan sekarang!!”
“Tapi, aku belum mandi!”
“Lupakan mandi sialanmu! Salah sendiri bangun telat 5 menit! Cepat ke lapangan!!”
DRRRT DRRRT
“Hiyaa!! Iya, iya Hiruma!!” maka Hana lari pontang panting menuju lapangan amefuto.
“Tch...” Hiruma hanya berdecih dan beranjak dari kamar Hana menuju lapangan amefuto juga.
~lapangan amefuto~pkl. 04.45~
“15....16....17....18...19...”
“Lebih cepat lagi, tinggal satu lagi Manajer Sialan!”
“Hufft...” Hana terus berusaha membangkitkan tubuhnya.
“Hmm...”
“Dua....puuu...”
“Hehe...”
“Luuuh!!”
BRAK
Hana pun terkapar dengan naasnya diatas tanah. Belum makan apapun, dan bahkan masih dalam keadaan mengantuk, tiba-tiba harus olahraga. Pasti cepat lelah.
“Lemah kau, Manajer Sialan.. 20 kali sit up saja sudah lelah..”
“Aku kan perempuan, wajar dong.. lagipula, aku belum makan apapun, dan aku juga masih ngantuk...”
“Alasan saja kau.. cepat bereskan ruang klub sialan kita!”
“I-iya iya!” maka Hana bergegas mengambil peralatan bersih-bersihnya, dan ia pun mulai membersihkan ruang klub.
Hiruma hanya memperhatikan Hana yang pergi berlalu dari pandangannya dengan ekspresi datar.
~lapangan amefuto~pkl. 15.30~
Hana masih asyik di ruang klub untuk membersihkan ruangan yang tak begitu luas tersebut.
Sedangkan Hiruma, sedang memberi komando pada anggota tim lain untuk strategi, dan pola penyerangan lawan lainnya.
Namun tak lama, Hiruma semakin merasa risih. Ia menyadari, seseorang memperhatikannya tak jauh dari balik gedung AWS.
“Kalian semua, lari 100 keliling! Aku ada urusan sebentar..” maka Hiruma pergi meninggalkan lapangan, sambil terus mengunyah permen karetnya, dan tetap memperhatikan anggota lain yang tengah berlari.
Saat Hiruma sampai di pinggir gedung...
“Keluar kau...” sahutnya.
Maka orang yang sedari tadi memperhatikan Hiruma, keluar dari tempat persembunyiannya.
Oh, ternyata...
“Anak kepsek sialan rupanya...” Hiruma mengeluarkan seringai andalannya.
Seiji tetap memasang muka masam.
“Ada apa kau memperhatikan jalannya latihan tim ku? Kalau kau berminta bergabung, maka kau sudah terlambat..”
“Aku tak pernah berniat masuk ke dalam tim mu..” ucap Seiji datar.
“Lalu? Apa urusanmu disini? Menunggu si Manajer Sialan itu?”
“Tidak juga...”
“Bukan normalnya, seorang laki-laki bangun pagi buta hanya untuk melihat latihan klub amefuto...”
“Aku berbeda dari laki-laki yang lain... lagipula, aku anak kepala sekolah, jadi wajar saja kalau aku ikut membantu ayahku dalam melihat kondisi semua klub yang ada di AWS kan?”
“Tch, pintar sekali mencari alasan kau..”
“Sebenarnya...”
“Ng?”
“Ada yang ingin kubicarakan denganmu.. sudah lama sekali, aku ingin membicarakan hal ini..”
“Soal apa?”
“Hana...”
~ruang klub amefuto~
“Hiruma bodooooh! Aku benci dia! Aku benci benci benci benci!! Iih, kenapa si setan itu harus merangkap jadi kapten tim amefuto sih?! Jadinya aku terus yang kena getahnya! Huuuh! Sudah cape sit up, sekarang ditambah lagi dengan  membersihkan ruang klub! Dia pikir aku ini pembantu nya apa?! Atau jangan-jangan.. dia berniat menjadikan aku... pembantu pribadinya?! Huh, bagus! Dia itu memang—tunggu... pembantu.. pribadi...?”
BLUSHED!
“T-t-t-tidak! Haha, itu tak mungkin terjadi bukan? Hahaha....haha...ha...”
CKLEK
“Hana?”
“Eh?” seorang laki-laki dengan perawakan tinggi, terlihat beberapa otot terbangun dengan indah di setiap lekuk tubuhnya, datang masuk ke ruang klub sambil membuka helm amefutonya.
“Tobi?” sahut Hana. “Kau tidak lari?”
“Aku sudah selesai.. lagipula, berlari 100 keliling saja sih masih belum apa-apa buatku.. hahaha...”
“Begitu.. perlu kuambilkan minum?”
“Ah, boleh boleh....”
“Baik, tunggu sebentar ya...”
Tobi beranjak duduk di sofa, dan tak lama kemudian, ia menerima sebotol minuman dingin dari Hana. “Terima kasih ya...”
“Tak masalah...” Hana membalasnya dengan senyum, lalu kembali menyapu ruangan.
”Fuah, segarnya...” nampaknya, Tobi sudah selesai minum. Tak lama kemudian, ia hanya memperhatikan Hana yang tengah menyapu.
Hana sweatdrop dengan sukses. “Ada apa?”
“Tidak ada... hanya saja, kenapa kau mau maunya disuruh-suruh oleh si kapten setan itu? Padahal kan wanita sepertimu tak pantas dipekerjakan terlalu keras! Apalagi tadi kau habis sit up, malah disuruh beres-beres sekarang! Aku berani taruhan, kau pasti belum makan dan istirahat yang cukup kan? Selain itu, bahaya juga! Bukannya sehat, tapi kau malah sakit! Kalau kau sakit, siapa yang akan mengurus tim saat kelelahan sepertiku? Dan bagaimana kalau—“
“Tobi! Cukup...”
“Oh, maaf.. kebiasaan cerewetku kumat.. hahaha..”
“Haha, tak apa...”
“Jadi.. err.. kenapa?”
“Yah, untuk suatu alasan khusus.. yang aku tak bisa beritahukan padamu... hehe..”
“Apa jangan-jangan.. karena ia pacarmu?!”
“A-apa?!”
“Iya kan, dia pacarmu?! Mengaku saja! aku yakin, kau dan dia ada hubungan khusus! Yang namanya cinta lokasi itu wajar saja, Hana... dan bahkan jika kau butuh bantuan, aku akan dengan sukarela membantumu... dan juga—“
“Tobi! Cukup! Aku tak ada hubungan apa-apa dengan Hiruma!”
“Err.. baiklah..”
TAP TAP TAP
“Apa yang kau lakukan disini cerewet sialan?! Cepat keluar, lanjutkan larimu!! Kau pikir aku tak menghitung apa, hah?!” perempatan nampak muncul di kepala Hiruma.
“Iya..iya...” Tobi beranjak berdiri. “Ssst! Hana!”
Hana menoleh.
“Jangan lupa, konsultasi saja padaku ya?” maka Tobi pun berlalu.
Hana sweatdrop dengan sukses. ‘Aku tak akan pernah mau meminta bantuan pada si cerewet itu..’ batin Hana.
Tak lama kemudian, Hiruma menoleh ke arah Hana dengan tajam. Hana kaget, dan tersadar ada aura mencekam di sekitarnya. “B-baiklah Hiruma! Aku kembali membersihkan klub ini!!” maka Hana mengambil kembali beberapa alat kebersihan yang mungkin akan ia butuhkan. Hiruma hanya diam, dan ia langsung kembali ke lapangan amefuto untuk melanjutkan latihan.
*seusai latihan....*
~lapangan amefuto~pkl. 08.00~
Terlihat Hiruma dan Hana masih sibuk membicarakan latihan tadi.
“Sebaiknya segera kau buat laporan padaku nanti tentang hasil latihan tadi, Manajer Sialan!”
“Iya, iya! Berisik!”
Hana pun mulai membereskan buku-buku dan kertas-kertasnya. Dan  ia pun beranjak ke kamar asrama.
*sore harinya...*
~gerbang AWS~
“Hah? Jadi... selama ini kau iri padaku?” Puti nampak merespon dari hasil pembicaraan dia, Hana, Inglid, dan Mizu.
“I-iya.. bukan iri sih.. aku hanya merasa tak dianggap saja... belakangan ini semua anggota penyihir rahasia selalu meminta dan mengandalkan bantuan darimu.. maka dari itu, aku merasa sedikit kesal karena aku seperti tidak dianggap.. tapi.. haha, tapi itu hanya perasaan sekilas, tak usah ditanggapi terlalu serius! Hahahaha!”
“Sudah kuduga, pasti memang ada sesuatu yang terjadi padamu Hana..” pikir Inglid cemas.
“Tapi, sepertinya ada satu hal yang agak disudutkan disini..” pikir Mizu serius.
“Maksudmu?” Hana nampak bingung.
“Begini..” Mizu menjelaskan. “Sepertinya ada hal lain yang membebanimu, selain dampak dari betapa bergunanya Puti disini... apa... ada hubungannya dengan Seiji?”
BLUSHED
“A-apa?! Seiji? Ti-tidak, tidak ada hubungannya! Kita disini membahas seluruh anggota, bukan hanya Seiji!”
“Ah..hahaha... memang sudah dapat terlukis jelas di wajahmu Hana.. kau... menyukai.. Seiji... benarkan?”
“Ti-tidak Mizu, kenapa kau berpikiran begitu?! Aku—“
“Hoo... jadi ini alasan kenapa Seiji memutuskanku? Dia lebih memihak padamu ya? Atau kau mungkin.. menghasutnya?” raut wajah Puti tiba-tiba berubah.
“Put, jangan bahas masalah itu lagi.. disaat seperti ini—“
“Justru ini adalah saat yang tepat, Inglid! Ayo, mengaku saja! dasar wanita perebut pacar orang lain! Memangnya tak ada lagi apa yang bisa kau pacari selain Seiji? Mentang-mentang dia dekat denganmu..”
“Put—“
“Diam Mizu! Aku hanya memperingatkan, jangan sampai Fuji juga terhasut oleh tampang sok manisnya ini!”
Hana hanya diam menunduk, lalu tak lama kemudian, dia lari ke atap sekolah. Tempat biasa ia menenangkan dirinya.
~atap sekolah~
Normalnya, saat melihat matahari terbenam, seorang wanita akan merasa sangat tenang. Tapi tidak untuk Hana. Dia merasa bersalah, dan dia juga terus menerus menangis. Dia mengira Mizu dan Inglid akan mengikutinya, mengejarnya hingga kesini seperti biasa.
Tapi tidak untuk kali ini.
“Aku...aku memang bodoh...”
Hana mulai bergumam. Ia duduk diatas lantai atap sekolah, lalu menenggelamkan kedua wajahnya sambil menekuk lutut.
“Baka... kenapa aku begitu bodoh? jelas semua orang sekarang sudah tak akan pernah menganggapku lagi... untuk apa aku terus menerus mencoba mencari perhatian? Hana, kau memang bodoh.. bahkan sepertinya dari awal, aku memang tak pantas masuk ke dalam sekolah ini... terlalu bagus untukku..”
“Siapa yang bilang begitu?”
“Eh?”
Hiruma nampak duduk di samping Hana dengan cuek. Sedangkan Hana hanya terus memperhatikannya.
“Apa lihat-lihat, Manajer Sialan?”
“Tidak... tidak apa..” Hana kembali memandang matahari terbenam di depannya ini.
“Sudahlah..”
“Hm?”
“Tak usah terlalu kau pikirkan,... omongan orang-orang sialan itu belum tentu benar..”
“D-darimana kau—“
“Kau tak perlu tahu aku dapat informasi mengenai kesedihan sialan mu itu darimana.. yang jelas, lebih baik sekarang kau cepat hapus air mata sialanmu itu.. membuat wajahmu yang jelek semakin jelek...”
Hana tersenyum, lalu perlahan mengusap air matanya.
“Hiruma...”
“Hn?”
“Apa kau... pernah merasa... diasingkan?”
“Tidak...”
“Bagaimana caranya agar kau tidak selalu diasingkan?”
“Aku juga tak tahu...”
“Eh?”
“Tepatnya, aku tidak tahu, apakah aku ini benar-benar dianggap oleh orang-orang sekitar atau tidak.. karena aku malas mempermasalahkan hal sepele seperti itu...”
“Hal...sepele?”
“Mau kita dianggap atau tidak oleh seseorang, itu tergantung bagaimana kita membawa suasananya.. jika kau bersikap acuh, dan tak peduli orang-orang itu menganggapmu atau tidak, mereka justru akan semakin tertarik untuk mengenalmu yang cenderung seperti tak mau mengenal mereka...”
“Oh, jadi ada timbal baliknya ya?”
“Ya, kurang lebih begitu...”
“Aku mengerti.. berarti...”
SRET
Hana berdiri dengan penuh kobaran api. “Aku sudah memutuskan! Bahwa aku, Mayonaka Hanabi, akan memulai langkah awal dari hidup baruku.... yang seperti Hiruma!”
GUBRAK
Hiruma entah terpeleset entah apa, tapi pada akhirnya, ia sweatdrop dengan sukses.
“Hoi, apa kau yakin kau ingin jadi sepertiku?”
“Aku sudah mantap, Hiruma! Aku juga bisa menjadi setan seperti kau!”
“Kau sungguh sangat amat tidak pantas, Manajer Sialan... sebaiknya kau kubawa ke UKS.. biar si anak profesor sialan itu memperbaiki jiwamu...”
“Aku baik-baik saja, Hiruma!”
“Kau nampak sangat tidak sehat.. apa jangan-jangan gara-gara terlalu stres dan tertekan?”
“Aku baik-baik saja, kapten bawel! Bahkan...”
GREP
Mata Hiruma terbelalak dengan sukses.
Kenapa? Karena Hana menggenggam tangan kanan Hiruma dengan kedua telapak tangannya. Erat pula.
“Bahkan... aku sangat berterima kasih padamu.. kau membawa keceriaanku kembali!”
“Lepaskan tanganku...”
“Tidak akan! Karena... karena aku... karena aku... aku masih mau menceritakan hal lain padamu.. soal..”
“Anak kepala sekolah sialan itu..”
“Bagaimana kau tahu?”
“Terlukis jelas di wajah yang jelek itu...”
“Huh, memangnya kau pikir kau tampan?! Kau juga jelek!”
“Kekekeke, kalau begitu, jangan menggenggam tanganku lama-lama, atau kejelekanku bisa menular lebih banyak padamu...”
“Berisik!”
Hana melepaskan genggamannya, dan memalingkan wajahnya dari Hiruma. Terlihat semburat pink di wajahnya.
“Jadi... apa masalahmu dengan si anak kepala sekolah sialan itu?”
“Aku... aku hanya merasa kesepian...”
“Hn?”
“Selama ini, Seiji selalu ada di sampingku... dia juga selalu setia membantuku kapanpun dan dimanapun, dan apapun yang terjadi.. tapi... semenjak kejadian pertarungan melawan dua vampire itu, dia berubah.. hanya karena aku lebih mengutamakan keselamatanmu daripada keselamatan dia dan yang lain.. aku panik... jadi aku bingung harus berbuat apa waktu itu.. dan yang paling menyakitkan adalah, saat dia mengatakan dengan jelas di wajahku, bahwa aku ini tak berguna untuknya.. itu... itu membuat hatiku sangat sakit..”
“Bisa kusimpulkan...”
“Apa?”
“Dia mulai membencimu secara mentah-mentah.. dan bahkan jika aku boleh jujur.. lebih baik kalian berdua saling menjauh... itu saran terbaikku... sebelum kau bertambah sakit hati...”
“APA?!”
...
“Yah, kurasa memang itulah cara yang terbaik.. iya kan?”
“Hah!?” Hana berpaling ke belakang, dan ada Seiji disana! ”S-Seiji...”
Seiji hanya memasang wajah datar.
TAP TAP TAP
Seiji perlahan berjalan mendekati Hana.
Sedangkan Hana malah diam. Tak tahu harus berbicara apa. Padahal, ada banyak sekali yang ia ingin bicarakan dan jelaskan pada Seiji.
“Kau tahu Hana?” Seiji memulai pembicaraan. “Kesimpulan dari seorang murid yang sangat cerdas seperti Hiruma.. bisa jadi benar-benar kesimpulan yang paling tepat.. jadi... kurasa memang sebaiknya.. kita menjauh...”
“Tapi, Seiji—“
“Dan apa yang ia sarankan itu benar... daripada kau bertambah sakit hati karenaku? Apa yang bisa kuperbuat lagi? Aku tak mau menyakiti hati gadis lagi, Hana...”
“Seiji, aku—“
“Dan selain itu... dengan menjauhnya aku darimu... dapat disimpulkan bahwa.. kita memang tak dapat mungkin bisa bersama...”
“LALU APA KAU AKAN BENAR-BENAR MENINGGALKANKU HANYA KARENA SEBUAH KESIMPULAN BODOH YANG DIBUAT OLEH ORANG CERDAS?!”
Seiji terbelalak.
“Kau tak pernah tahu Seiji.. aku sangat membutuhkanmu.. aku tak bisa apa-apa tanpamu... kau.. kau adalah panutan hidupku, Seiji... aku.. aku hanya wanita bodoh perebut kebahagiaan orang lain! Aku.. aku hanya...hanya.. hanya sebuah pengganggu bagi kalian semua!”
“Hana—“
“Aku bahkan tak pantas disandingkan sebagai temanmu Seiji! Kau yang pintar, berguna bagi orang banyak, tak pantas dekat denganku meski AKU SANGAT MENGHARAPKAN SETIAP KESEMPATAN YANG ADA UNTUK SELALU DEKAT DENGAMU!! Aku... aku selalu ingin bisa menjadi yang terbaik bagi temanku.. tapi... berbeda hal nya dengan mu Seiji.. aku.. aku ingin menjadi yang terbaik.. bagi orang aku sa—“
GREP
“—yang..”
Nampak terlihat Seiji merangkul tubuh Hana dengan erat. Ia semakin memendamkan wajah Hana di dada bidangnya. Perlahan, ia elus rambut Hana pelan.
“Pada akhirnya.. semua terbukti jelas sore ini...” ucap Seiji.
“A-apa maksudmu?” sahut Hana sambil menahan muka merah padamnya.
“Terima kasih untuk bantuanmu, Hiruma.. kau bisa pergi sekarang..”
“Baguslah, itu yang kuinginkan dari tadi.. kenapa juga aku harus menonton drama sialan seperti ini? Tch..” Hiruma pun beranjak pergi dari atap sekolah.
...
Suasana mulai hening. Hanya suara hembusan angin yang terdengar.
“Aku... minta maaf.. Hana...”
“Eh?”
“Aku terlalu mementingkan ego ku.. jadi, aku tak sadar kalau kau ternyata selama ini menyimpan beitu banyak perasaan yang ingin kau luapkan padaku, hingga kau malah merasa sakit hati seperti ini...”
“Seiji...”
“Maafkan aku... Hana...”
CUP
Seiji mencium punggung kepala Hana dengan lembut. Hana hanya memejamkan matanya, dan mencoba menikmati suasana yang mungkin tak akan pernah ia bisa dapatkan lagi.
“Seiji...baka..”
...
...
“Sepertinya ada yang sedang berbahagia...”
“Eh?” suara yang tak asing membuyarkan pikiran Hana.
“Wah wah, selamat ya...”
“Ciyee, yang sudah baikan...”
Hana dan Seiji melepaskan pelukannya. Mereka melihat kebelakang. Ada Puti, Inglid, Mizu, dan Hiruma disana.
“K-Kalian...” Hana nampak terbelalak kaget. “Eeeto... tu-tu-tunggu dulu! Aku tak bermaksud begitu! A-aku, aku.. aku...”
“Tak apa...” Puti tersenyum manis. “Aku tak marah kok, Hana... lagipula, masih banyak laki-laki lain yang mengantri untukku... hahaha...”
“Tapi... tadi kau...”
“Itu hanya akting...”
“Akting?”
“Ceritanya begini...” Seiji mulai menjelaskan.
~flashback~
~belakang gedung AWS~
“Kau mau bicara apa, soal si Manajer Sialan itu?”
“Aku hanya ingin.. kau membantuku untuk kembali berdamai dengannya... kami sedang jaga jarak belakangan ini, karena pertempuran melawan vampire waktu itu... bisakah kau membantuku?”
“Kenapa harus aku?”
“Aku sudah meminta anak gadis lain untuk berakting menggodanya tentang hubungan dia denganku, dan aku juga sudah suruh Puti untuk pura-pura marah pada Hana soal kejadian putusnya hubungan kami tempo dulu... jadi, aku rasa satu-satunya pria yang pas sebagai penenang dia, adalah kau! Karena dia pasti sedih mendengar amarah Puti! Dan disaat dia sudah mulai membaik, aku akan datang, dan semua masalah selesai! Bagaimana?”
“Jauh juga rencana yang kau pikirkan.. apa menurutmu akan berhasil? Rencana sialanmu itu nampaknya payah sekali...”
“Ini kan strategi soal perasaan, bukan amefuto.. dan aku yakin berhasil, karena aku tahu betul sifat Hana!”
“Baik, dengan satu syarat!”
“Apa itu?”
“Kau harus memberikan aib terbesarmu sepanjang sejarah padaku... kekeke...”
“Deal..”
~flashback end~
“Dan darisanalah, semua ini terjadi...” jelas Seii dengan eksprei datar.
“Kau.. rela memberitahukan rahasia terbesarmu... hanya demi berbaikan denganku?” Hana nampak tak percaya.
“Bagaimana lagi? Tak ada cara lain... memang sih, resikonya agak sedikit cemburu.. tapi..”
PUK
Seiji menepuk kepala Hana. “Asalkan bisa mengetahui perasaanmu yang sebenarnya, dan kembali berbaikan dengamu, merupakan kesenangan tersendiri untukku..”
“Seiji bodoh!” nampak wajah Hana memerah.
“Yang penting, semua masalah terselesaikan! Iya tidak?” sahut Inglid.
“Betul betul betul! Hahaaha....” Mizu menanggapi.
Maka hari itu, pada akhirnya, Hana dan Seiji kembali berdamai seperti biasa.
~*OMAKE*~
“Kekekeke... nah, readers sialan sekalian! Apa kalian penasaran dengan rahasia-rahasia sialan yang dimiliki oleh si anak kepsek sialan? Baik, akan kubacakan satu persatu dari 500 ribu lebih rahasia yang ia miliki! Kekeke... pertama! Dia masih suka mengompol di tempat tidur sampai kelas 1 SMP! Kedua, dia sering mengintipi Hana yang sedang melakukan aktivitas APAPUN di kamarnya dengan teropong super khusus sialan miliknya! Dan yang ketiga, dia selalu keluar sisi manjanya ketika hanya sedang berdua dengan ayah sialannya! Keempat, dia phobia pada dasi kupu-kupu! Kelima, dia—“
“HIRUMAAA!!!”
“Apa, Manajer Sialan?! Kau mengganggu acaraku saja! ini adegan penting!!”
“Adegan pembongkaran rahasia pribadi seseorang sangat tidak pantas! Pergi kau dari sini!”
“Tch, dasar cerewet! Baiklah, readers sialan, nanti kita lanjutkan kapan-kapan yang entah kapan aku pun tak tahu kapan! Kekeke...”
“Cepat kembali ke lapangan!!”
“Seharusnya aku yang berkata begitu!!”
“Oh, iya,... maaf...”
~*TO BE CONTINUED*~
.
 
Keep Spirit Up!
Hana-chan

Whatever You Say, I Don't Care!

moshi-moshi, Hana kali ini mempublish beberapa episode cerita yang didedikasikan untuk sebuah grup di facebook, yaitu Anime World School.
Pemeran-pemeran yang terdapat dalam kisah ini, adalah nick name dari para anggota grup. Dan cerita ini dibuat oleh saya, dengan nick name 'Hana' disini.
Termasuk kisah dan alurnya, semua request dari para anggota grup. Dan apabila kisah ini akan anda pakai, harap cantumkan situs ini. Terima kasih, dan selamat membaca..
.
~*Hana-chan Proudly Presents*~
~*A Random Anime Fanfiction*~
~*Side Story: Whatever You say, I Don’t Care!  by Hana-chan*~
~*Rated: T semi M <gore and slight lemon!>*~
~*Genre(s): Adventure, Drama, Fantasy, Friendship, Humor, (slight) Horror, Hurt/Comfort, Mystery, Parody, Romance, Spiritual, Supernatural, Tragedy*~
~*warning! Gaje, abal-abal, typo bertebaran layaknya bintang di langit (?), isinya campur-campur kaya gado-gado (?), OOC sangat, OC, slight yaoi and yuri*~
.
~kelas 2-4~pkl. 07.30~
“Ehem!” pak Shimici memulai pelajaran. *terlambat setengah jam*
“Sebelum aku memulai pelajaran, aku akan memberitahukan dulu nilai ulangan kalian yang kemarin!”
DEG!
Semua jantung anak-anak kelas 2-4 berdebar. Mereka takut jika mereka kena remidi. Karena kalau sudah remidi, Pak Shimici tak akan segan-segan memberikan soal yang 200x lipat lebih sulit dibandingkan ulangan pertama!
Setiap lembar kertas berisikan nilai-nilai ulangan yang penuh dengan portal transparan dibagikan. Namun, ada dua lembar kertas ulangan yang belum dibagikan, dan masih dipegang oleh Pak Shimici.
Seiji bingung. Ia mengangkat tangannya. “Pak, mana milikku?”
“Ini, aku ingin kau yang mengambilnya sendiri...”
“Baiklah...”
SRET
Seiji beranjak berdiri dan bertepatan dengan itu, Satsuki, teman satu kelasnya yang misterius dan berperawakan tampan juga ikut berdiri. Seiji melirik ke arah Satsuki.
“Punyaku juga tak ada Pak...” sahut Satsuki dengan tampang super datar.
“Oh ya, milikmu juga ada padaku, Satsuki!” sahut Pak Shimici.
Maka Seiji dan Satsuki menghampiri Pak Shimici sambil mengambil kertas ulangan mereka di depan dan melihat skornya.
“Kenapa milikku dan si anak misterius ini harus ada padamu? Apakah kami saja yang hanya memiliki skor berbeda dibanding yang lain?” tanya Seiji sambil memperhatikan penilaian gurunya pada ulangan miliknya.
“Siapa yang kau sebut misterius?” perempatan muncul di kepala Satsuki.
“Yah, sebenarnya...” Pak Shimici mulai menjelaskan. “Milik kalian adalah yang tertinggi di kelas. Satsuki, kau sudah lihat kan? Milikmu, 95! Dan Seiji, kau juga sudah lihat kan? Milikmu, 100! Dan yang lain, remidi!”
“APAAA?!” seluruh anak-anak kelas yang tengah duduk di bangkunya masing-masing langsung shock. Bahkan ada yang jatuh pingsan dari bangkunya. Satsuki dan Seiji yang ada di depan kelas hanya memperhatikan dengan sweatdrop.
“Tak ada protes! Penilaian ini sudah seobjektif mungkin!” sahut Pak Shimici.
“Boleh aku berbicara mengenai opiniku disini, pak?” tanya Satsuki.
“Tentu, ada apa?’ sahut Pak Shimici.
“Mungkin pendapatku ini ada yang mewakili perasaan murid lain ada yang tidak... tapi.. aku merasa aneh saja, mengapa hampir di semua mata pelajaran, Seiji selalu mendapatkan nilai yang terbaik? Dalam ulangan akhir semester tahun lalu juga dia mendapatkan peringkat pertama, dan nilai rata-ratanya tertinggi... apa benar semua penilaian ini objektif? Atau jangan-jangan... apa hanya karena ia anak kepala sekolah?”
DEG!
Seiji tertegun. Benarkah? Tapi dia mengerjakannya secara murni dari hasil ia belajar, bukan karena ia anak kepala sekolah! Dia juga tak pernah mencontek, karena dia sendiri saja malas lirik kanan kiri atas bawah. Bahkan Seta saja tak pernah memberikan kunci soal ulangan pada Seiji. Setidaknya, itulah yang Seiji pikirkan saat ini.
Namun bukanlah Seiji kalau dia buru-buru berbicara. Dia hanya diam. Membiarkan Satsuki melanjutkan perkataannya.
Pak Shimici hanya diam. Nampak memikirkan sebuah jawaban yang pas.
“Bagaimana? Aku benar kan?” sahut Satsuki dingin. Sayup-sayup terdengar di deretan bangku murid yang lain, bahwa mereka juga setuju dengan pendapat Satsuki. Seiji semakin merasa muram.
“Hah...” Pak Shimici menghela nafas sejenak. “Janganlah kalian punya pikiran begitu... itu murni hasil Seiji sendiri, tanpa bantuan dari siapapun... dan penilaianku objektif...”
“Apa anda punya bukti?” tanya Satsuki lagi.
“Hmm, begini saja... bagaimana jika saat pulang sekolah nanti, aku berikan tes pada kau dan Seiji? Hanya kalian berdua di kelas ini, dan aku yang akan mengawasi.. bagaimana?”
“Baik, aku setuju... bagaimana Seiji?” tanya Satsuki sambil melirik Seiji.
“Baik, kuterima tantanganmu...” sahut Seiji.
~istirahat~atap sekolah~pkl. 10.00~
“Kenapa kau terima begitu saja, bodoh?! kau kan belum mempersiapkan apa-apa! Bahkan kau sendri tak tahu pelajaran apa yang akan di tes kan nanti kan?!” Hana langsung mengomel tak jelas mendengar cerita Seiji tentang peristiwa di kelasnya tadi.
“Yah, bagaimana lagi.. jika kutarik kata-kataku, nanti mereka benar-benar mengira kalau aku ini dapat nilai sempurna karena ayahku...” ujar Seiji sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
“Makanya, jangan mau jadi anak kepala sekolah sialan itu...” ujar Hiruma datar sambil mengunyah permen karetnya.
“Hiruma! Kau tak boleh bicara begitu tentang kepala sekolah!” sahut Hana memperingatkan. Namun Hiruma tetap cuek.
“Hmm, tapi mengingat Seiji ini dasarnya pintar, pasti dia juga bisa kok mengatasi tes itu...” pikir Inglid dengan senyum manisnya.
“Yah, Seiji kan IQ nya tinggi...” pikir Mizu.
“Hmm, kau pasti bisa...jika kau berhasil, dan mereka masih belum percaya, kami akan senantiasa membantu...” ujar Fuji.
Seiji mengangguk sambil tersenyum.
“Eeto..” Puti ikut berbicara. “Aku juga boleh kan, ikut membantu?”
“Tentu saja! bantuanmu, pasti akan sangat dibutuhkan! Hehehe!” sahut Shujin sambil menyikut lengan Puti.
“Hahha, aku harap, bantuanku bisa berguna.... meskipun, aku sendiri tak tahu bisa membantu apa.. hahaha..”
“Asal ada kau saja, aku sudah senang dan ikut terbantu.. hehe..” ujar Seiji dengan senyum cool nya.
“Terima kasih...” sahut Puti dengan senyumnya.
Hana hanya diam tertegun mendengar pembicaraan mereka.
“Kenapa kau?” tanya Seiji yang menyadari perubahan mendadak pada sikap Hana.
“Eh? Ti-tidak, tidak apa-apa...” sahut Hana sambil memalingkan wajahnya. “Aku ke kelas duluan... semoga berhasil tes nya...” sahut Hana dan akhirnya pergi beranjak meninggalkan lokasi.
Seiji hanya memperhatikan saja dan tetap diam.
~pulang sekolah~pkl. 12.15~kelas 2-4~
Kelas nampak sudah sepi, tinggalah Seiji, Satsuki, dan Pak Shimici di kelas itu. Mereka tengah bersiap untuk tes yang bisa membuktikan kebenaran dari semua hasil terbaik Seiji di sekolah dalam setiap bidang studi. Nampak murid-murid lain juga ada yang ikut menonton dari luar sambil mengintip di jendela.
“Nah, siap?” sahut Pak Shimici sambil memegang dua lembar kertas tes.
“Tunggu sebentar...” Satsuki nampak mengorek-ngorek bangku dan tas Seiji.
“Apa yang kau lakukan?” Seiji sweatdrop dengan sukses.
“Aku hanya memastikan kau tidak curang..”
“Haha, aku tak akan curang..” Seiji tersenyum misterius.
“Hmph, baiklah, tapi aku yakin kau sudah mengingat duluan kunci jawaban tes kali ini, iya kan?”
“Aku tak mungkin bisa... pelajaran apa yang di tes kan saja aku tak tahu...”
“Berarti jika tahu, kau sudah dapat kunci kan? Hah, dugaanku benar!”
“Tidak... sekalipun sudah tahu, aku akan mencoba belajar semampuku, tidak mencoba mencari kunci...”
“Aku tak percaya...”
“Kita buktikan sekarang...”
Maka Seiji dan Satsuki mulai mengerjakan soal tes mereka masing-masing.
...
5 menit pertama, mereka tak terlihat memiliki kesulitan apa-apa.
...
10 menit kemudian, Satsuki mulai sedikit berkeringat (?).
...
15 menit berikutnya, Seiji mulai menggigiti pensilnya.
...
20 menit kemudian, Satsuki mulai melihat ke langit-langit, merenungkan jawaban.
...
25 menit kemudian, Seiji menghitung kancing bajunya.
...
30 menit berikutnya, Satsuki dan Seiji mulai terlihat suram.
...
5 menit terakhir, mereka mulai banyak berdoa.
...
“Baik, kumpulkan!”
Dengan semangat yang benar-benar sudah down, Seiji dan Satsuki memberikan pekerjaan tes mereka pada Pak Shimici.
Mereka kembali duduk di bangku, dan menunggu hasil tes dengan tampang benar-benar suram.
“Sepertinya Seiji tidak cukup percaya diri dengan tes nya kali ini.. memangnya seperti apa sih soalnya?” pikir Puti.
“Pasti soalnya seperti remidi! 200x lipat lebih sulit dari biasanya!” pikir Fuji serius sambil asyik mengutak-ngatik earphone nya.
“Jangan-jangan kau sudah biasa remidi..” pikir Hana sweatdrop.
“Yah, begitulah.. aku langganan.. hahaha..”
“Dasar aneh..”
“Oh iya, mengingat Seiji dan Satsuki tak pernah remidi, pasti soal seperti ini sangat asing bagi mereka...” pikir Mizu.
“Dan ada kemungkinan, dia mendapat nilai portal sialan.. kekeke...” kekehan Hiruma terdengar.
Nampak teman-teman yang lain juga ikut sibuk berbincang sambil tetap mengintip dari balik jendela.
SRET
Pak Shimici mulai berdiri, dan nampaknya dia sudah selesai mememeriksanya.
“Kalian berdua... aku tak menyangka..” ia mulai berkomentar.
“Tak kusangka.. kalian... mendapat nilai...”
JRENG JRENG
“NOOOL!!!!!”
Seiji dan Satsuki terbelalak. “A-apa?!” sahut mereka berdua.
“Sudah kuduga kan.. kekeke...” kekehan Hiruma semakin menjadi.
Yang lain sweatdrop dan ada juga yang kaget tak percaya.
“Yah, tapi mengingat ini hanyalah tes untuk pembuktian, aku rasa tak perlu ada remidi.. karena soal ini saja memang sudah soal remidi.. hahaha...”
Seiji dan Satsuki sweatdrop dengan sukses.
“Pantas saja sulit...” pikir Satsuki dan Seiji.
“Yosh, dengan begitu terbukti kan? Penilaianku terhadap Seiji objektif selalu..” sahut Pak Shimici menuju ke inti.
“Aku masih belum percaya...” sahut Satsuki. “Aku butuh bukti lain.. bisa saja ia hanya berakting kan?”
“Laki-laki itu...” Hana nampak sudah sepanas api.
“Hana, perlu es?” tawar Inglid.
“Dia perlu air!” ujar Puti dan malah bersiap untuk berubah! “Ring! Blow—umph!!”
Mulut Puti langsung diberi selotip oleh Fuji. “Bukan waktu dan tempat yang tepat...” pikir Fuji dan yang lain sweatdrop—lagi—.
“Kau perlu bukti apa lagi? Aku sudah bingung bagaimana membuktikannya padamu..” pikir Pak Shimici bingung.
“Aku butuh bukti se-otentik mungkin...” sahut Satsuki dingin.
“Kau ini keras kepala.. harus bagaimana lagi aku membuktikannya?” sahut Seiji yang kelihatannya juga sudah mulai sebal.
“Kenapa? Kau keberatan jika aku menanyakan bukti? Kalau kau tak mau repot, cepat bilang yang sejujurnya dari awal, agar murid lain mendapat keadilan disini...”
“Aku sudah jujur, aku tidak mengurangi atau bahkan menambahkan apa yang kukatakan...”
“Aku tak begitu percaya...”
“Lalu aku harus bagaimana? Hah..”
“Ya buktikan, kalau kau selama ini jujur..”
“Kau—“
BRAK!
‘KAU ITU! BENAR-BENAR SEENAKNYA!!” Hana nampak membuka pintu dengan kasar sambil membawa emosi yang begitu berapi-api.
“Ha-Hana..” Seiji kaget ditambah sweatdrop.
SRET
Hana menarik kerah baju Satsuki.
“Dengar ya, Seiji itu sudah benar-benar jujur, dan selama ini ia selalu tuntas dalam setiap pelajaran, itu karena IQ nya tinggi!! Dan kenapa kau harus membawa-bawa nama kepala sekolah hah?! Apa karena dia anak kepala sekolah?! Dan sekarang dia sudah membuktikan padamu, bahwa ia jujur, tapi apa responmu?! Kau malah seperti itu, seolah-olah mencoba mempermainkan dia!! Tak tahukah, kau?! Aku sangat amat emosi melihat tingkahmu yang SOK itu! Coba sekarang kau bayangkan jika kau jadi Seiji, apa kau bisa sesabar dia, hah?! Kau bahkan tak tahu apa yang dia rasakan saat ini kan?! Dia saja pasti sudah sebal padamu yang meminta hal berlebihan!!”
Nampak Hana berhenti mengoceh sejenak sambil mengatur nafas dan emosinya.
“Lalu?”
“Eh?” Hana kaget dengan respon Satsuki yang datar.
“Lalu apa urusannya denganmu? Dia yang aku tantang, tapi kau yang sibuk sendiri.. kenapa? Kau tak suka, dia aku ganggu?”
‘A-aku bukan bermaksud begitu! Aku hanya menjadi penengah disini!”
“Dan apakah menurutmu ocehanmu itu berpengaruh padaku?”
“Etto..”
“Tidak sama sekali..”
“Eh?!”
“Aku butuh bukti, bukan ocehan..”
“OK!! Kalau kau butuh bukti, aku menantangmu mengerjakan soal remidi Pak Shimici yang lain!! Jika aku menang, kau harus mengakui, kalau Seiji itu benar-benar jujur selama ini!! Bagaimana?!”
“Baik.. besok sepulang sekolah, tepat di kelas 2-4...”
“DEAL!!”
Maka Hana pergi keluar meninggalkan kelas 2-4 dan berjalan ke atas atap dengan sungut-sungut.
Inglid dan Mizu mengikuti Hana.
~atas atap~
“Hana, kau yakin dengan keputusanmu? Satsuki itu anaknya diatas rata-rata, apa kau yakin bisa?” tanya Inglid cemas. Atau mungkin tepatnya meragukan.
“Entahlah.. aku terbawa emosi tadi, jadi aku malah fine-fine saja...”
“Dasar bodoh, kalau kau sampai gagal, bagaimana nasib Seiji nanti?!” Mizu nampak emosi.
“Yah, terpaksa malam ini aku harus belajar mati-matian... hahaha...”
“Jangan terlalu memaksakan..” Inglid mengingatkan.
“Tenang saja, aku pasti bisa...” Hana mengedipkan sebelah matanya. Pertanda ia yakin.
~malam harinya~pkl. 20.00~
Nampak meja belajar Hana yang biasanya kosong melompong, penuh dengan buku kali ini.
“Aku harus bisa mengingat dan memahami semua pelajaran ini.... aku tak suka pada orang yang sok seperti si Satsuki itu!” gumam Hana sambil mencoba mengerjakan soal-soal.
TOK TOK
Pintu terdengar diketuk pelan.
“Masuk saja, tak dikunci...” ujar Hana sambil tetap serius mengerjakan soal.
“Hana...” ternyata Seiji. Tapi Hana tetap serius belajar.
“Err.. maaf jadi melibatkanmu juga..”
“Tak apa.. lagi pula, aku memang tak suka juga dengan anak itu...”
“Yah, tapi yang ku khawatirkan, jika kau kalah, nanti kau kan bisa sangat dipermalukan...”
“Tak apa... asalkan aku bisa membuktikan kesungguhanku pada anak itu..”
“Emm, kau tahu... aku bingung, kenapa kau sangat tempramen tadi siang.. padahal secara logis, itu kan urusanku dengan dia...”
“Eh?”
Hana berhenti menulis sejenak.
“Oh, maaf! Aku tak bermaksud mengganggumu...”
“Tak apa... lagi pula, aku senang, pada akhirnya, aku bisa berguna juga untukmu, Seiji...”
“Apa?”
“Selama ini, kalian semua sering menganggapku tidak berguna.. tida dapat membantu, dan selalu merepotkan.. aku ingin, aku tidak dipandang sebelah mata lagi oleh kalian.. terutama.. olehmu, Seiji..”
Seiji tersenyum kecil. “Begitu..”
“Jadi, aku juga akan mencoba yang terbaik, agar aku bisa buktikan pada kalian, bahwa aku juga bisa membantu...”
“Bantuanmu pasti akan sangat bermakna kali ini...”
“Mungkin...”
GREP
Seiji memegang kedua bahu Hana dari belakang.
“S-Seiji, apa yang—“
Perlahan, Seiji menggerakkan tangannya. Dan ia mulai memijit bahu Hana.
“Seiji...”
“Tak apa kan? Atau kau mau menyebutku pervert lagi hanya karena memijit bahumu?”
“Bodoh...”
“Iya, aku memang selalu bodoh di depanmu...”
“Pfft, dasar kau ini..sudah, lebih baik kau kembali ke kamar... kalau ada yang tahu kau disini, kita bisa dimarahi..”
“Ijinkan aku membantumu, karena kau juga sudah membantuku...”
“Tes nya saja belum.. hehe..”
“Tapi kau pasti kelelahan kan?”
“Yah, lumayan..”
“Tak ada salahnya kan jika kupijiti?”
“Terserahmu lah.. pervert...”
“Ah, kenapa dibilang pervert lagi?”
“Karena kau pervert!”
“Uh, dasar tempramen!”
“Sudah, pijat yang benar saja! hahaha!”
“Baik, nona muda!”
“Kau berlebihan...”
Dan malam itu, Hana menghabiskan waktu belajarnya dengan sangat menyenangkan bersama Seiji yang sempat di dalam kamarnya selama kurang lebih satu jam.
~esok harinya~pkl. 12.15~kelas 2-4~
“Jadi, bagaimana? Kalian siap?” tanya Pak Shimici memulai tes.
“Aku siap...” ujar Satsuki.
“Siap...” ucap Hana.
Maka Pak Shimici memberikan tes nya, dan babak penentuan pun dimulai!
*15 menit kemudian...*
Nampak Hana dan Satsuki mulai tegang. Keduanya mencoba meningkatkan konsentrasi.
*30 menit kemudian...*
Hana mula agak bingung, begitu juga Satsuki.
“Kumpulkan!” sahut Pak Shimici yang tiba-tiba dan sukses membuat mereka shock.
Maka Hana dan Satsuki mengumpulkan kertas tes mereka.
Terlihat tak lama kemudian, Pas Shimici mulai memeriksa hasil pekerjaan mereka satu persatu.
“Hmm...” ia nampak merengut. Perasaan tak enak menyergapi Satsuki dan Hana.
“Satsuki... Hana..”
“Iya pak?” sahut yang bersangkutan.
“Akan kuumumkan skornya...”
DEG DEG
“Satsuki... dua puluh...”
“APA?!” Satsuki pingsan dengan indahnya. *hal yang sangat jarang dilakukan olehnya*
“Dan Hana...”
GLEK
“Dua puluh...”
“Sudah kuduga..”
“Satu...”
“Eh?”
“Kau mendapat dua puluh satu...”
“I-itu berarti, skorku lebih tinggi dibandingkan dia?!”
“Ya, bisa dibilang begitu...”
“Waaaaah!” Hana menghadap Satsuki yang tengah terkapar. “Satsuki... aku minta perjanjian kita...”
“Baiklah...” Satsuki perlahan berbicara. “Seiji sudah jujur, dan aku mengakui hal itu...”
“Bagus!”
Dan seiring dengan berjalannya waktu, Satsuki dibawa ke UKS karena shock akan nilainya yang bisa dikalahkan satu angka oleh seorang murid yang kemampuannya rata-rata.
Hana menghampiri Seiji yang berdiri di ambang pintu dengan senyum penuh arti. Hana menyikut lengan Seiji. “Kau berhutang padaku...”
“Kubayar nanti..”
“Setuju..”
~atap sekolah~pkl. 15.00~
Seiji tengah berdiri menatap langit-langit dengan tampang datar. Hingga tak lama kemudian, Hana datang menghampiri.
“Disini kau rupanya, tuan muda..”
“Jangan panggil begitu..”
“Kenapa? Apa itu salah?”
“Tidak.. hanya, aku teringat akan sesuatu yang tak pernah mau aku ingat lagi..”
Hana terbelalak. Ia merasa teringat dengan cerita Seta tempo hari. Mengenai bagaimana Seiji bisa menjadi ‘anak’ Seta.
Ia memutuskan untuk bungkam mulut.
“Maaf..” ujar Hana pada akhirnya.
“Tak apa...”
“Hm..”
“Kau tahu?”
“Eh?”
“Kau tak perlu membantuku untuk memberikan bukti yang jelas pada Satsuki.. padahal aku punya caraku sendiri...”
“Aku pun pada awalnya tak berniat membantumu, hanya saja, aku terbawa emosi pada anak itu, makanya aku keceplosan.. hahaha..”
“Makanya lain kali jangan ceroboh..”
“Iya iya, bawel..”
“Tapi... jujur saja, sebenarnya mau apapun yang Satsuki katakan, aku tak pernah ambil pusing.. tantangan yag ia berikan padaku saja, aku terima karena iseng... bukan benar-benar ingin membuktikan padanya...”
“Kau ini benar-benar merepotkan orang lain..”
“Salalhmu sendiri, bicara saja ceroboh sekali... lain kali, tak usah sok pahlawan..”
Hana tertegun. Tega sekali Seiji mengatakan hal itu padanya. Hana menunduk muram. Ternyata bantuannya untuk Seiji tetap tidak berarti apa-apa.
Seiji membalikkan badannya. “Oi, Hana.. ayo kita ke asrama.. ayah meminta kita berkumpul tadi untuk membicarakan strategi penyerangan yang baru..”
“Baik...” maka Hana mengikuti langkah Seiji pergi.
‘Ternyata.. sia-sia saja...’
~*TO BE CONTINUED*~
.
Keep Spirit Up!
Hana-chan