K-On Ritsu Tainaka

Welcome

Semoga semua informasi yang saya berikan, bisa bermanfaat untuk kita bersama...

Ganbatte ne~

I Saw Your Death!

Jumat, 16 Desember 2011

Hana membuat satu lagi cerpen nih. Sebenarnya, ini cerpen halloween bulan Oktober lalu yang Hana buat untuk sebuah lomba di grup Anime World School. Tapi, tak apa kan, jika baru saya post sekarang? Yang penting, kita dapat berbagi ilmu bersama..
Semoga bermanfaat...
.

~*A Personal Story*~
~*I Saw Your Death!*~
~*Dedicated For Anime World School’s Halloween Event*~
~*Chara: Myself, My Friends, My Family*~
~*Genre(s):, Humor (very slight), Mystery, Drama, Family, Friendship*~
~*Rated: T (tadinya mau M <gore> tapi ga berani)*~
.
 
Aku berdiri diam menatap kejadian yang sudah tak asing lagi kulihat.
Tugas sekolah? Orang pacaran? Siswa yang mencontek? Guru yang bawel? Bukan.
Kematian...
Ya, aku sering melihat kematian belakangan ini. Awalnya aku berpikir, apa yang menyebabkan semua ini begitu tak asing bagiku.
Orang-orang begitu shock, dan sedih ketika melihat orang terdekatnya meninggal. Tapi aku?
Entahlah, aku sendiri bingung harus menangis, marah atau bagaimana. Karena aku sudah pernah melihatnya. Melihat? Ya, aku pernah melihat bagaimana proses kematian itu secara tidak langsung sebelum tragedi menyedihkan itu terjadi.
Peramal? Bukan, aku bukan peramal.
Aku hanya manusia biasa, yang tak tahu apa-apa. Yang kutahu, aku hanya punya ‘sesuatu’ dalam diriku yang orang lain jarang miliki.
~flashback~
Pada suatu malam, aku terdiam melihat hujan yang tengah turun dengan deras. Banyak gemuruh dan petir saling berlomba-lomba untuk turun ke bumi. Rasa dingin yang amat sangat, menusuk ke dalam kulitku dan membuatku merinding.
Ibuku tengah pergi keluar kota untuk urusan pekerjaan. Maka di rumah hanya ada aku, adik, dan ayahku.
Saat itu tengah malam. Adik dan ayahku sudah tidur dengan nyenyaknya.
Dan entah kenapa, aku merasa tidak mengantuk sama sekali. Rasanya, memandang hujan hanya satu-satunya kegiatan terbaik yang bisa kulakukan.
Normalnya, aku selalu takut akan suara-suara gemuruh, dan cahaya-cahaya yang menakutkan yang dikeluarkan oleh petir-petir menyeramkan itu. Tapi tidak untuk malam ini. Aku hanya memasang ekspresi datar saat melihat semua fenomena alam yang menakutkan bagiku itu. Kosong. Ya, pikiranku kosong.
Jujur saja, aku sudah terlalu stres dengan semua kehidupan yang kujalani. Nilai di sekolah yang hancur, galau karena diputuskan pacar, ditinggal pergi oleh ibu untuk waktu yang lama keluar kota sehingga semua beban pekerjaan rumah aku yang tangani, dan banyak lagi.
Ketika tengah asyik merenungi semua masalahku, seorang anak kecil memanggilku dari belakang.
“Kakak...”
Spontan aku membalikkan badanku, dan melihat seorang anak gadis yang berusia sekitar 7 tahun. Wajahnya pucat pasi, dan dikuncir dua.  Hmm, dan bisa dibilang agak cantik, juga manis.
Aku hanya tercengang melihat anak itu.
Siapa dia? Maling? Oh, itu konyol. Ayo, cari pikiran yang lebih logis!
Sepupuku yang jauh? Hmm, kurasa bukan.
Anak tetangga? Mungkin...
“Namaku Sisil...”
Eh? Siapa tadi? Sisil? Sisil itu kan untuk merapikan rambut! *inner: itu sisir!*
“Kakak tak usah takut... aku tak akan menyakiti kakak...”
GLEK
Aku meneguk ludahku pelan. Kerongkonganku rasanya kering. Siapa anak ini? Aku tak pernah melihatnya, wajahnya asing!
“Kak Hana...”
Dan dia juga tahu namaku!
Oh Tuhan, apakah dia malaikat yang telah Kau kirim untuk menjemputku? Oh, aku belum siap!
Atau jangan-jangan, dia itu... hantu?!
Waaaaah! Dalam hati aku menjerit, namun lidahku tak dapat mengucapkan sepatah kata sedikitpun. Beku. Rasanya seluruh tubuhku beku. Tak dapat kugerakkan.
Aku hanya tercengang.
“Aku sudah lama mencari kakak...”
Aku menaikkan sebelah alisku. Mencariku? Untuk apa?
“Aku mencari kakak, karena ada yang ingin kubicarakan....”
Kuberanikan saja diriku untuk berbicara. “Apa yang mau kau bicarakan?”
“Aku ingin memberikan kakak hadiah, untuk ulang tahun kakak!” Sisil berkata sambil tersenyum manis.
Ulang tahunku? Ulang tahunku saja baru besok, kenapa dia repot-repot memberikannya hari ini? Ah, ya sudahlah. Toh, dia tak mungkin memberikan bom sebagai hadiah kan? Hahaha.
“Hmm, memangnya kau mau memberikanku hadiah apa?” tanyaku dengan senyum manis. Meskipun aku tak tahu siapa anak ini, tapi aku rasa dia baik. Jadi, sepertinya tak ada salahnya juga untuk bersikap baik juga padanya.
Dia mengulurkan tangannya.
“Hm? Apa?” tanyaku bingung.
“Mari salaman!” kata anak itu.
Hahaha! Sudah kuduga, anak kecil seperti dia, tak mungkin bisa memberikan hadiah yang bagus.
Tapi, salaman saja cukup kok. Mengingat anak ini begitu baik padaku pada pertemuan pertama kami. Apalagi dia ingat hari ulang tahunku.
Aku pun mengaitkan tangan kananku padanya, dan bersalaman.
Lama kami saling menggoyangkan tangan, rasanya kepalaku semakin pusing, aku makin mengantuk, dan leherku terasa sangat sakit.
Kenapa ini? Apa dia penjahat yang jago hipnotis? Oh tidak!
Aku berusaha sekuat mungkin untuk tetap terjaga.
“Tidurlah...tidurlah dan dapatkan hadiahmu, di alam mimpi...”
Kalimat anak itu benar-benar dingin. Tidak sehangat saat tadi mengobrol singkat.
Aku masih bersalaman dengannya, dan, oh Tuhan, tangannya semakin dingin saja.
Aku takut, aku juga semakin mengantuk. Lama kelamaan, mataku sudah tak kuat, dan aku memutuskan untuk memejamkan mataku, dan tertidur di atas karpet.
...
“Hiks...hiks...”
“Sabar ya, mungkin memang sudah waktunya..”
‘Apa ini?’
‘Apa ini?! Apa yang sebenarnya terjadi? Ada dimana aku?!’
‘Oh, sedang apa orang-orang itu? Kenapa mereka memakai baju hitam-hitam begitu? Dan...mama?’
‘Kenapa mama menangis? Ada apa?’
Kulirik ke arah pandangan mamaku tertuju.
‘Ya Tuhan, kuburan siapa ini?!’
‘Siapa yang meninggal?!’
Belum juga aku selesai menganalisa keadaan, pandanganku berubah.
‘Hey...siapa lagi itu?’ Kusipitkan mataku, dan aku melihat—
—‘kakek?!?’
‘Apa yang terjadi? Kakek kenapa? Kenapa banyak dokter? Kakek sakit apa?!’
‘Apa yang terjadi?! Apa maksud semua ini?! Hey, kenapa semua pandanganku jadi berwarna merah? Apa ini darah? Apa yang terjadi?’
‘Hentikan! Hentikaaaaaan!’
...
“HENTIKAAAN!!”
SRET!
“Hah...hah...hah...” Aku terbangun dari tidurku. Mimpi apa tadi itu?! Mimpinya sangat aneh...
“Mimpi apa aku tadi? Menyeramkan sekali...” aku mengacak rambutku. Pusing! Kenapa aku ini? Apa jangan-jangan ada hubungannya dengan Sisil?
Kulirik telapak tangan kananku. Benarkah tangan ini telah menggenggam tangan mungil sedingin es itu?
Ah, lupakan saja! mungkin memang benar-benar mimpi. Lebih baik aku sekarang mandi, dan pergi ke sekolah.
Ahh, benar juga, sekarang ulang tahunku!
Aku lihat semua pesan masuk dari teman-temanku di kotak masuk dalam telepon genggam. Ah, sudah lima orang yang mengucapkan selamat. Terima kasih kawan-kawan...
Maka dengan senyum penuh semangat lagi, aku memulai pagiku.
*skip time...*
~Di Sekolah; Pkl. 06.15~
Setelah kuparkirkan motorku, aku berjalan seperti biasa ke kelas. Mumpung masih sepi, santai saja lah dulu. Lagi pula, semua tugas sekolah sudah kuselesaikan.
Sambil berjalan dari gerbang ke kelas—yang memang jaraknya agak jauh—aku memasang earphone, dan mendengarkan lagu-lagu yang kusuka.
Aku merenungkan kembali mimpi yang tadi malam aku lihat. Apakah itu yang ‘dia’ maksud hadiah? Hadiah macam apa itu?! Mengerikan sekali...
Kematian kakek...
Apakah itu artinya...kakek akan... meninggal?
Tidak tidak tidak! Aku tak boleh berpikiran begitu.
“Hanaaaa!”
Aku menoleh kebelakang. Oh, itu temanku. Dia seorang wanita muslimah yang sangat cantik, juga manis, dan anggun. Tapi jangan salah, meskipun muslimah, bukan berarti ia itu hanya menyukai nasyid, dan sebagainya. Dia justru lebih dominan kepada musik metal, rock, yah, semacam itu. Haha, diluar dugaan bukan?
“Hai, Alliy!” sapaku seceria mungkin. Berusaha tak menampakkan kepusinganku.
“Kau kenapa, Hana?” tanyanya yang nampaknya bisa membaca kondisiku. Ah, aku memang tak bisa menyembunyikan segalanya dari anak ini.
“Aku hanya sedang punya banyak pikiran...”
“Benarkah? Kalau begitu, ceritakan padaku! Aku akan dengan senantiasa mendengarnya!”
“Tapi kau janji ya, jangan pernah ceritakan pada siapapun!”
“Iya, aku janji!”
Maka, aku pun menceritakan semua yang kualami tadi malam kepada Alliy sepanjang perjalanan ke kelas.
*sesampainya di kelas...*
CKLEK
BYURRR!!
“Selamat ulang tahuuuuun!”
Oh, Tuhan, aku tersiram air yang disimpan di atas pintu dalam ember kecil! Basah sekali seragamku! Apa aku harus belajar dengan kondisi begini?
“Ahahaha, t-terima kasih, teman-teman...” sahutku dengan penuh kedinginan. Rasa senangnya bagaimana? Oh, tentu saja itu juga kurasakan!
“Dingin?” tanya suara yang tak asing lagi bagiku.
Aku menoleh ke samping. Ah, dia lagi!
Anthoni...
“Ya, lumayan...” jawabku sedingin mungkin.
“Hey, paling tidak, berhenti jadi menakutkan pada laki-laki sehari saja di hari ulang tahunmu!”
“Untuk apa? Aku yakin, yang merencanakan acara basah-basahan ini kau, kan?!”
“Bagaimana kau tahu?!”
“Aku sudah mengenalmu sejak SMP, mana mungkin aku tak kenal sifatmu?”
“Ah, kau benar-benar mengerikan..”
“Terima kasih..”
“Sama-sama, tak usah sungkan...”
“Tch... sebaiknya sekarang kau bersihkan seluruh kotoran disini! Pel ruangan ini hingga bersih, dan hapus semua bekas tulisan kemarin di papan tulis dengan anak-anak yang lain! Begitu aku selesai mengganti pakaianku, dan saat kulihat kembali ruangan ini masih kotor, aku akan memasukkan kau dan anak-anak yang lain ke daftar siswa yang tak patuh aturan, dan ku laporkan pada wali kelas!”
“Iya, iya, berisik! Sudah, cepat ganti baju sana!”
“Tch..”
Aku pun pergi meninggalkan ruangan kelas, dan mengganti bajuku dengan baju olah raga. Yah, hanya ini satu-satunya seragam yang kumiliki. Yah, sudahlah. Biar nanti kujelaskan pada guru yang mengajar kenapa aku memakai baju olah raga.
*di kamar mandi...*
“Hah.. aku harap tadi saat bajuku basah, anak-anak tak melihat ke ‘dalam’... karena bajuku pasti terlihat transparan..” wajahku memerah sendiri mengatakan kalimat itu.
Ketika tengah asyik mengganti baju, seseorang memanggilku.
“Kakak...”
“S-Sisil?!?”
Aku langsung menutup bagian atas tubuhku yag belum kupakaikan pakaian dengan kaos olah raga.
“A-apa yang kau lakukan disini?!” tanyaku dengan wajah yang cukup memerah.
“Tenang saja, aku tak akan macam-macam...” sahutnya datar.
“L-lalu bagaimana kau bisa kesini?!”
“Aku kan hanya bisa dilihat olehmu...”
“J-jadi, kau ini.. hantu?”
“Hmm, entahlah, aku pun tak yakin, tapi kau bisa anggap aku begitu...”
“Hmm, jadi, apa keperluanmu datang kemari? Aku harus cepat, karena aku sedang ganti baju, dan orang-orang pasti mengantri untuk masuk ke toilet!”
“Tenang saja, masih sepi kok...”
TAP TAP TAP
Dia semakin mendekat ke arahku. Bulu kudukku beridiri. Sekarang aku benar-benar takut! Oh siapapun, tolong aku!
Ingin rasanya aku berteriak sekencang mungkin, tapi lagi-lagi, lidah ini terasa kaku! Ini mengerikan! Aku harap kejadian ini tak pernah terjadi!
GREP
Dia menggenggam tanganku!! Benarkah dia ini hantu?! Kenapa hantu bisa menggenggam tanganku?! Apa yang sebenarnya terjadi?! Mana aku belum memakai baju lagi!
“K-kakak mohon, lepaskan!”
“Tenanglah...”
“Hah?!?”
DEG!
Shit! Kepalaku terasa pusing!
Dan lagi, kenapa pandanganku jadi seperti ini? Semuanya berwarna.. eh? Merah?
“K-kenapa ini?!” tanyaku sambil mehan rasa pusingku. Mataku rasanya sakit! Apa ini?!
...
‘Eh? Apa itu? Apakah itu.....ambulan?’
“I-itu.. kakek?!?”
‘Tidak, kenapa pandangan ini muncul kembali?! Apa ini?! Hentikan! Hentikaaaan!!’
...
Aku membuka mataku lebar-lebar. Dan pandanganku kembali normal.
Aku masih di dalam kamar mandi? Dan...oh, aku belum memakai bajuku! Sebaiknya aku cepat, sebelum jam pertama dimulai!
Dan pandangan itu. Apa maksudnya?
*skip time waktu belajar....*
Ah, bagus. Akhirnya, saatnya pulang.
Aku menuju ke arah parkiran, dan mulai menaiki motorku. Baru kunyalakan mesin di depan gerbang sekolah, Alliy datang menghampiriku. “Hey! Mau pulang sekarang? Ikut dong! Hahaha...”
“Ah, rumah kita kan tak searah..”
“Haha, iya, aku tahu... hanya bercanda kok!”
Tiba-tiba sebuah mobil putih dengan sirine yang berbunyi terus menerus, dan bertuliskan mobil jenazah berlalu dengan cepat di depan kami.
DEG!
Perasaanku langsung tak enak! Apakah ini... yang dimaksud oleh pandangan tadi?
Innalillahi wa’inalillahi raji’un....” ucap Alliy ketika melihat  mobil putih—ambulan—tadi. “Kira-kira, siapa yang meninggal ya?”
Aku hanya terdiam. Aku teringat akan pandanganku tadi.
PLAK
Aku menampar pipi ku sendiri. Sakit.
Ini bukan mimpi..
Sial. Aku harap, yang ada di ambulan itu bukan—
KRING KRING
HP ku berdering. Ada yang menelepon!
Saat kubuka, ternyata dari ayahku! Maka kuangkat telepon itu dengan takut-takut.
“Ha-halo?” sapaku dengan perasaan tegang.
“Halo? Hana, kau dimana?” ayahku bertanya di seberang sana dengan nada yang agak berbeda.
Shit!
“Aku masih di sekolah, ayah...”
“Cepat ke rumah! Sekarang juga!”
“A-ada apa?”
“Kakek—
DEG!
—meninggal...”
‘Sudah kuduga...’
“Baik, aku pulang sekarang...”
TUT
Telepon pun terputus.
...
Aku hanya diam. Aku tak tahu harus memasang ekspresi seperti apa sekarang. Sedih? Entahlah, aku tak merasa ingin menangis, karena aku sudah menangis secara tidak langsung saat melihat kejadian ini di dalam pandanganku. Shock? Tidak, aku tidak shock. Karena aku sudah pernah melihatnya juga.
Tuhan, rasanya perasaanku kosong. Hampa begini. Aku harus bagaimana?
Aku genggam stir motorku dengan erat. Geram. Aku merasa kesal pada diriku sendiri. Kenapa aku menerima jabatan tangan si aneh Sisil itu?!
Lihat jadinya kan? Aku malah mendapatkan sesuatu yang tak pernah aku inginkan! Melihat kematian orang terdekatku, sebelum waktunya tiba, meski kejadiannya tidak begitu percis.
Aku tak mau! Tapi harus bagaimana lagi? Memang sudah takdirnya begini...
“Hana?”
“Eh, iya Alliy?”
“Telepon dari siapa itu?”
“Ayahku... Dia bilang, kakek meninggal...”
“Hah? Innalillahi wa’inalillahi raji’un... aku turut berduka Hana.... yang sabar ya...” Alliy menepuk bahuku.
Ah, dia memang penuh perhatian.
Tapi aku tak sedih, Alliy!
“Eh iya, Han! Tak terpikirkah olehmu?” tanya Alliy tiba-tiba.
“Apa?” sahutku.
“Rasanya agak sama ya dengan yang kau ceritakan padaku tadi pagi...”
“Ya, mungkin itu pandanganku...”
“Jadi maksudmu, secara tak langsung, kau bisa meramalkan kematian orang-orang terdekatmu?”
“Kurasa begitu...”
“Hmm, ya sudah, sebaiknya kau pulang! Hati-hati mengendarai motornya ya? Perlu kutemani?”
“Ah tak usah, aku bisa pergi sendiri... terima kasih ya...”
Alliy hanya mengangguk dengan senyum manis. Aku pun menancapkan gas, dan langsung melaju ke rumah.
*sesampainya di rumah...*
Aku langsung masuk ke dalam, dan pemandangan yang sudah kukira akan terjadi, memang terjadi.
Lihat? Orang-orang berkerumun menangisi jenazah kakek. Aku hanya datang menghampiri mama yang tengah menangisi kepergian ayahnya—kakek—itu.
Sepertinya, mama terpaksa pulang dari luar kota untuk alasan yang satu ini.
Aku melirik ke arah jenazah kakek yang sudah ditutupi kain kafan dan siap diberangkatkan ke pemakaman ini.
Datar.
Ya, mungkin ekspresiku hanya datar-datar saja. aku tak tahu harus menangis atau bagaimana. Tapi satu yang ada pada hatiku saat ini, adalah rasa kesal.
‘Bodohnya aku...’
~flashback end~
Dan sekarang, disinilah aku. Di pinggir trotoar sambil melihat kecelakaan hebat yang terjadi di jalan raya dekat sekolahku. Dan korbannya adalah sahabat tercintaku, Alliy.
ia meninggal karena kecelakaan antara motor yang ia tumpangi dengan truk ketika hendak menyeberang.
Benar-benar percis seperti dalam pandangan mataku.
Aku lagi-lagi hanya bisa kesal. Tak sanggup menangis.
Aku pun mulai merasakan sakit di leherku. Pertanda bahwa Sisil ada di sekitar sini. Tak lama, aku merasa bulu kudukku merinding. Hawanya berbeda. Pasti Sisil.
Dapat kurasakan ia tersenyum sinis dibelakangku. Dan bisa aku dengar, ia berkata, “Selamat menikmati hadiahmuuuu.....hihihi...”
.
Keep Spirit Up!
Hana-chan


The Truth of Love

Hana membuat cerpen lagi nih. Semoga bisa bermanfaat ya...
.

The Truth of Love
Cinta, satu kata yang dapat membuat setiap orang terbuai akannya. Banyak orang selalu mengatakan, bahwa ketika seseorang sudah mulai merasakan yang namanya cinta, setiap segi kehidupannya pasti akan terasa indah. Apalagi jika menikmati kehidupan itu bersama orang yang dicintainya.
Akan tetapi, cinta tidak selalu dijalani dan berakhir dengan bahagia. Di zaman modern seperti sekarang ini, yang namanya cinta tidak hanya dirasakan oleh orang dewasa saja. Bahkan, para remaja yang baru menduduki tingkat SMP saja sudah banyak yang mengetahui apa itu arti kata “cinta”. Sebenarnya, tak perlulah seorang anak SMP tahu akan hal seperti itu. Karena, selain kondisi mereka masih labil, ditambah lagi dapat merusak kualitas otak mereka saat belajar.
Seperti yang pernah terjadi pada Reny dan pasangannya Don. Bermula yang awalnya saling membenci, lama kelamaan jadi saling menyukai, hingga pada akhirnya mereka pun saling jatuh cinta dan menjadi sepasang kekasih. Mereka pun masih duduk di bangku SMP. Kisah cinta yang pahit dan pedih, pernah dirasakan oleh Reny. Alhasil, hingga sekarang Reny masih belum bisa percaya dan memaafkan Don atas kelakuannya.
*Awal cerita....*
***
Seperti biasa, suhu udara di pagi hari yang rendah selalu membuat setiap orang malas untuk beranjak keluar kamar dan terus menyelimuti dirinya dengan selimut tebal. Akan tetapi, beda halnya dengan Reny. Dia pergi ke sekolah dengan riangnya. Udara pagi yang dingin seolah tidak bisa membuat mood-nya down, untuk pergi menimba ilmu. Entah apa yang membuatnya begitu ceria hari ini. Mungkin karena hari ini adalah hari dimana semua pelajaran kesukaannya muncul. Apa mungkin juga karena takut terjebak macet? Atau mungkin ingin segera bisa bertemu dan mengobrol berdua dengan Don? Entahlah, tapi yang jelas hal seperti itu masih bisa menjadi beberapa kemungkinan.
Memang, Don selalu datang paling pagi. Itu juga karena memang kebetulan kunci kelas dia yang pegang. Jadi, mau tidak mau dia harus datang paling pagi. Setelah menaiki beberapa anak tangga, Reny akhirnya sampai di kelas. Berhubung kelasnya berada di lantai 2, jadi mau tidak mau harus menaiki tanggga terlebih dahulu. Setelah menyimpan tas di mejanya, Reny beranjak keluar kelas untuk menarik nafas karena kelelahan menaiki tangga dan berjalan cukup jauh dari gerbang sekolah menuju ke kelas. Sepertinya perjalanan menuju ke kelas saja berat sekali ya?
“Haah.... akhirnya, ada udara segar....” ucap Reny sambil menarik nafas sedalam mungkin, lalu menghembuskannya perlahan. “Pagi, Ren!”  suara yang tidak asing terdengar di telinganya Reny. Reny menoleh ke asal suara itu. “Pagi juga, Don!” ya, itu memang Don. “Capek?” tanya Don iseng.
“Jelas dong! Gila aja! naik tangga segitu banyak, jalan dari gerbang sampai kelas segitu jauh! Siapa yang nggak capek?!”
“Tenang dong! Masih pagi, udara masih seger! Masa kamu udah panas duluan?”
“Kamu sendiri yang manas-manasin aku!”
“Ya maaf deh, maaf!”
Sekali lagi, Reny menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. “Aku beliin minum ya?” seperti biasa, sikap Don yang selalu perhatian pada Reny mulai muncul. “Udah, nggak usah! Udah nggak terlalu capek kok!” balas Reny.
“Bener nih?”
“Iya...”
“Yakin?”
“Yakin...”
“Serius?”
“Serius!”
“Sumpah?”
“Sumpah! Udah ah! Ribet ngomong sama kamu!”
“Itu kan cuma buat hiburan segar di pagi hari aja! Hehe...”
“Nggak lucu!”
“Masa sih? Orang lain aja suka ketawa! Bahkan, ada yang lebih parah! Aku belum ngomong apa-apa aja udah ketawa duluan!”
“Itu sih orang gila yang dengerin!”
“Salah...”
“Terus?”
“Orang nggak waras!”
“Sama aja, bego!!”
“Oh sama ya?”
“Duh, kamu tuh lulus SD nggak sih?!”
“Ya lulus dong! Kalau aku nggak lulus SD, kenapa juga aku bisa masuk SMP? Hayo?”
“Aaaah! Udah! Capek aku!”
“Katanya udah nggak capek, gimana sih?”
“Ih, kamu tuh nyebelin banget sih?!”
“Kalau iya aku nyebelin, terus? Kenapa kamu mau-maunya jadi pacar aku?”
Reny terhenti sejenak. Dapat terlihat, mukanya sedikit memerah. Memang, dari semua pertanyaan di dunia ini, ada satu pertanyaan yang sulit dijawab. Yakni, pertanyaan yang ditanyakan oleh Don. Rata-rata setiap orang menjawab dengan jawaban yang bervariasi. Ada yang bilang, mungkin memang jodoh. Bahkan ada yang bilang itu takdir. Yang lebih parah, itu adalah nasib terburuknya! (Kalau nasib terburuk, kenapa dijadikan pacar ya?) tapi kebanyakan orang selalu menjawab bahwa mereka “cinta” pada pasangannya itu. Lantas, apakah sedemikian pentingnya cinta itu? Benarkah cinta itu merupakan suatu hal yang patut untuk dipertahankan? Sampai-sampai pertanyaan tersulit pun dijawab hanya dengan satu kata yang belum memiliki arti pasti, yaitu CINTA? Cari saja di kamus Bahasa Indonesia! Belum tentu di kamus yang paling lengkap, arti kata cinta ditafsirkan dengan benar. Singkatnya, “jadwal” Reny dan Don di pagi hari berjalan dengan lancar seperti biasa.
*Jam istirahat...*
“Ren! Kita ke kantin yuk?” ucap Selma, salah satu teman Reny yang kebetulan duduk satu meja dengannya. “Nggak deh! Nggak dulu! Aku lagi nggak mau jajan ke kantin...” nada bicara Reny tampak lebih rendah dan tidak sesemangat tadi pagi. Kenapa ya?
“Kenapa? Tumben!”
“Lagi nggak mau aja.....”
“Bener nih? Apa mau titip sama aku aja?”
“Nggak usah! Nanti ngerepotin lagi!”
“Nggak kok!”
“Udah, nggak usah!”
“Bener?”
“Iya...”
“Selma!!!! Jajan yuk?” sahut teman Reny yang lain, Dinda. “Eh, Din! Mau jajan ya? Ya udah! Ayo!” sahut Selma. “Kamu ikut, Ren?” ajak Dinda. “Nggak! Makasih...” sahut Reny. “Ya udah deh! Ayo Sel!” kemudian, Selma dan Dinda pergi ke kantin. Tinggalah Reny sendiri.
Alasan mengapa Reny tidak sesemangat tadi pagi, karena Reny teringat kembali akan mimpi yang dialaminya tadi malam. Ini kedua kalinya dia menganggap mimpinya itu akan menjadi kenyataan. Karena, sebelumnya Reny juga pernah bermimpi, bahwa akan ada salah satu temannya yang meninggal, tetapi dia sendiri tidak tahu siapa orangnya. Lebih tepatnya, dia memang tidak mengenalinya. Dan ternyata, mimpi itu memang benar terjadi. Tepat pada hari Jumat, salah seorang siswa kelas satu, meninggal karena suatu penyakit. Padahal, Reny tidak bermaksud mendoakan hal seperti itu lho! Itu membuktikan bahwa apa yang diimpikan oleh Reny benar terjadi. Dan disaat itulah pertama kalinya Reny menganggap serius apa yang dia impikan. Padahal, Reny biasanya selalu cuek dengan mimpinya. Toh, itu cuma bunga tidur saja, itu yang selalu dia pikirkan.
Dan kali ini, adalah mimpi yang dia amat takutkan. Dia bermimpi bahwa Don, orang yang sangat ia cintai, akan berpaling darinya dan beralih pada wanita lain. Saking takutnya, Reny pun langsung terbangun dari tidurnya saat sedang memimpikan mimpi buruk itu. “Ya Tuhan, apakah mimpi itu akan menjadi sebuah kenyataan seperti sebelumnya?” pikir Reny gelisah. Dia benar-benar khawatir apabila orang yang amat dicintainya itu berpaling darinya dan menghianatinya. Pasti hati Reny akan terasa sakit. Sangat sakit. “Aku harap, itu hanya bunga tidur belaka....” batin Reny.
Tiba-tiba, ada seorang teman Reny, namanya Fany. Dia adalah orang yang selalu menyindir kedekatan antara Reny dan Don. Dia pasti selalu membuat berbagai macam sindiran atau karangan agar bisa membuat Reny dan Don cemburu atau tersipu malu oleh ceritanya itu. Padahal, Reny dan Don sendiri tidak terlalu menanggapi omong kosongnya itu. Tapi, ada yang berbeda kali ini.
“Eh, Reny! Aku punya kabar buruk!” sahut Fany begitu menghampiri Reny.
“Kabar apa?”
“Tapi kamu harus janji supaya sabar dan tabah mendengarnya!”
“Iya, iya...”
Pasti cerita karangannya lagi (mungkin).
“Gini, Ren! Tadi, aku lihat Don lagi berduaan sama perempuan lain di perpustakaan! Perempuannya itu pakai kerudung! Cantik lho!”
Mata Reny terbelalak mendengar perkataan Fany. Baiklah, ini pertama kalinya dia nyaris mempercayai omongan Fany. Apa yang terjadi hari ini percis seperti mimpi yang dialaminya malam itu. ‘Tidak mungkin! Jangan bilang.... kalau... kalau... kalau mimpi itu benar-benar akan terjadi!’ batin Reny. Tapi, dia berusaha melawan rasa cemasnya itu, dan kembali untuk tidak terlalu mempercayai omongan Fany. Lagipula, Don itu memang sudah sering dekat dengan perempuan, tapi hanya sebatas membicarakan soal pelajaran. Jadi, sudah tidak aneh bila Reny mendengar Don dekat dengan perempuan lain. Toh, Don memang dekat dengan anak perempuan. Ditambah lagi, Don selalu menyimpan banyak curhatan anak-anak perempuan yang selalu meluapkan kesedihan mereka pada Don.
“Udahlah Fan, semua cerita kamu itu udah nggak aneh buat aku! Aku udah terlalu sering denger omong kosong kamu...”
“Gue serius, Ren! Sumpah! Barusan aja aku lihat!”
“Udah ah! Nanti malah jadi masalah beneran lagi!”
“Ini memang bener-bener masalah Reny!!!!”
“Kok jadi kamu yang repot sih?”
“Aku temen kamu yang paling setia, Ren! Sebagai sahabat, sudah tugasku melaporkan hal ini padamu!”
“Tugas? Memangnya aku atasan kamu?”
“Ah! Ya udah deh! Terserah kamu aja! Asal jangan sampai menyesal nanti!”
Lalu, Fany kembali menuju mejanya. ‘Ya Tuhan.... apakah mimpi itu benar-benar akan terjadi? Semoga saja tidak....’ pikir Reny. Hingga pada akhirnya, bel tanda istirahat selesai pun berbunyi. Lalu, Reny dan teman-teman sekelasnya, kembali belajar sepeti biasa.
*Sepulang sekolah, di rumah Reny....*
Reny sudah mengganti pakaiannya dan sudah selesai mengerjakan PR, juga sudah melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim, yaitu shalat. Makan siang pun sudah. Sementara orang tua Reny sedang pergi, otomatis Reny hanya tinggal sendiri di rumah. Rasa bosan mulai menghampirinya. Jujur saja, perkataan Fany di sekolah tadi masih terngiang-ngiang di telinganya. “Apa yang harus kulakukan untuk membuat hatiku ini tidak merasa cemas? Ada apa dengan diriku ini? Kenapa aku jadi seperti ini? Kenapa aku jadi mempercayai semua hal yang biasanya tidak pernah aku percaya? Mulai dari omongan Fany, sampai mimpiku sendiri. Apakah ini sebuah pertanda? Tapi pertanda apa? Aku tidak merasakan apa-apa kecuali rasa cemas yang terus menyelimuti hatiku. Apa yang sebenarnya akan terjadi? Ya Tuhan, tolong berikan petunjuk-Mu untukku! Aku benar-benar bingung.” batin Reny. Dia nampaknya benar-benar pusing.
Tiba-tiba, Reny terpikir untuk membuka situs pertemanan di internet yang terdapat di handphone miliknya, yaitu facebook. Ya, facebook memang sedang terkenal di kalangan masyarakat saat ini. Reny pun jadi teringat akan facebook milik Don. Karena kebetulan dia mengetahui facebooknya Don, Reny pun iseng membuka facebook milik Don. Ketika mulai terbuka, Reny melihat ada satu pesan masuk ke dalam facebook Don. Reny pun iseng membacanya. Ternyata, dari seorang gadis. 
Dari semua pesan, ada yang membuat hati Reny terasa sakit. Amat sakit. Sangat sakit. Sakitnya melebihi sakit terparah yang pernah dideritanya. Didalam pesan itu, ada kata-kata yang menyebutkan bahwa Don mengatakan beberapa kata yang romantis pada gadis itu. Misalnya, terima kasih cinta, dan you’re welcome sweety candy. Memang, siapa yang tidak mungkin terbuai dengan kata-kata seperti itu. Reny dapat langsung menarik kesimpulan, bahwa ternyata firasatnya selama ini memang benar. Don telah menghianatinya. MENGHIANATI!!!
*Keesokan harinya...*
Reny datang pagi dengan kondisi amarah dan kecewa yang amat besar. “Pagi, Ren!” sapaan Don yang biasanya selalu disambut hangat oleh Reny, kali ini tidak dijawab sama sekali. Reny hanya menatap Don dengan tatapan sebal. “Kamu kenapa sih, Ren?” tanya Don.
“Jangan pura-pura ya?! Aku mau tanya satu hal sama kamu, dan kamu harus jawab sejujur mungkin!”
“Boleh! Nanya apa sih?”
“Kamu udah berpaling dari aku kan?!”
“Apa?!”
“Ya, kamu itu udah ngehianatin aku!”
“Ngehianatin apanya Reny?! Sumpah, aku nggak ngerti!”
“Jangan bohong, Don! Kamu kenal sama yang namanya Fenita kan?!”
“Fenita? Ya, aku kenal! Memangnya kenapa?”
“Kamu pernah ngirimin pesan yang isinya kata-kata sama lagu romantis dari facebook pada Fenita kan?!”
“Oh, itu.... iya, aku memang pernah ngirimin itu. Jadi? Kamu cemburu gara-gara itu? Reny, Reny... dengar ya Ren! Aku sama Fenita nggak pernah punya hubungan apa-apa! Aku sama dia itu cuma sebatas teman! Itu aja! Kamu juga tahu sendiri kan? Kalau aku itu sering deket sama perempuan!”
“Iya, tapi kenapa juga harus sampai ngucapin kata-kata sampai seromantis itu?!”
“Aku ngucapin itu karena aku mau bilang makasih sama dia. Soalnya, waktu itu aku pernah bikin dia marah, terus dia maafin aku. Ya udah! Aku bilang makasih dengan cara itu...”
“Padahal, kalau dipikir pakai akal sehat, kamu itu nggak perlu sampai seperti itu hanya untuk mengucapkan sebuah kata TERIMA KASIH! Cukup dengan makasih, atau thanks, atau apalah itu! Toh, dia juga pasti bisa terima!”
Don terhenti sejenak. Mungkin dia tidak menyangka jika Reny bisa membuat argumen sedetail itu. “Reny, kamu itu udah kelewat batas, tahu nggak? Aku nggak pernah punya hubungan apa-apa sama Fenita! Okay, jujur aja! aku memang pernah menyukai Fenita, tapi itu dulu, Reny! Itu dulu! Dulu sekali! Itu hanya masa lalu!”
“Ya, masa lalu yang masih kau kenang sampai saat ini!”
“Sadar, Ren! Apa yang membuatmu yakin akan semua ini?”
“Pertama, mimpiku! Yang kedua, omongan Feny, dan yang ketiga pesan kamu pada Fenita! Itu yang membuatku yakin!”
“Tapi Ren...aku... aduh.... sumpah Ren! Cuma kamu yang aku sayang! Apa kamu pikir semua laki-laki itu penghianat, termasuk juga aku?”
“IYA!!!”
“Please, Ren! Tolong, percaya sama aku! Aku nggak punya hubungan apa-apa sama Fenita!! Apa perlu? Aku bawa Fenita ke sini buat jelasin semuanya sama kamu?!”
“Nggak usah!”
“Siapa tahu itu bisa bikin kamu percaya!”
“Udah aku bilang nggak perlu!!!”
“Kalau gitu, tolong percaya sama aku, Ren!”
Reny terdiam sejenak. ‘Haruskah?’ pikir Reny. ‘Tapi... hatiku masih terasa sakit! Hanya saja, nampaknya seseorang seperti Don memang tidak mungkin menghianatiku! Tapi... Ya Tuhan... apa yang harus kuperbuat? Aku bingung...’ batin Reny. “Ren?” sahut Don. ‘Percaya tidak ya?’ tanya Reny pada dirinya sendiri. “Bagaimana? Percaya kan?” tanya Don memastikan. Reny pun tersenyum. “Baiklah...” sahut Reny. “Jadi? Kau percaya?” Don semakin memastikan. Reny pun mengangguk. “Oh, God! Thanks a lot! Makasih ya, Ren! Kamu udah mau percaya sama aku!” sahut Don dengan riangnya. “Sama-sama...” ucap Reny.
‘Maaf Don... tapi... aku sebenarnya masih belum mempercayaimu sepenuhnya! Untuk sementara waktu, biarlah aku mencari tahu kebenarannya dengan caraku sendiri. Aku harap, kau akan selalu setia padaku. Jujur Don! Aku juga menyayangimu... jangan sampai kau benar-benar akan berpaling dariku ya?’ batin Reny ditengah senyum palsunya.
***
Dari sanalah! Awal mulanya Reny mulai agak curiga pada Don. Sebenarnya, secara tidak langsung Reny selalu memperhatikan dan mengawasi setiap gerak gerik Don. Ya, tapi aktingnya yang seolah telah melupakan kejadian pahit itu masih terus dia lakukan. Di satu sisi, dia tidak mau mengecewakan Don. Namun di sisi lain, dia juga tidak mudah percaya dengan semua penjelasan Don. Jadi, Reny bepikir mungkin dengan cara berakting inilah jalan yang paling tepat.
Itulah akibatnya bila terlalu mencintai seseorang. Pada akhirnya, hati diri sendirilah yang akan merasakan sakitnya cinta. Jadi, jangan terlalu mencintai seseorang dengan berlebihan. Bisa-bisa, kenyataan pahit yang didapat. Belajarlah untuk bisa menerima apapun dalam kehidupan ini ya? Termasuk pahit manisnya cinta! Karena cinta itu hal yang wajar kan?  
Selesai...