K-On Ritsu Tainaka

Welcome

Semoga semua informasi yang saya berikan, bisa bermanfaat untuk kita bersama...

Ganbatte ne~

This is My Style!

Jumat, 02 Maret 2012

 
moshi-moshi, Hana kali ini mempublish beberapa episode cerita yang didedikasikan untuk sebuah grup di facebook, yaitu Anime World School.
Pemeran-pemeran yang terdapat dalam kisah ini, adalah nick name dari para anggota grup. Dan cerita ini dibuat oleh saya, dengan nick name 'Hana' disini.
Termasuk kisah dan alurnya, semua request dari para anggota grup. Dan apabila kisah ini akan anda pakai, harap cantumkan situs ini. Terima kasih, dan selamat membaca..
.
~*Hana-chan Proudly Presents*~
~*A Random Anime Fanfiction*~
~*This Is My Style! By Hana-chan*~
~*Rated: T semi M <gore and slight lemon!>*~
~*Genre(s): Adventure, Drama, Fantasy, Friendship, Humor, (slight) Horror, Hurt/Comfort, Mystery, Parody, Romance, Spiritual, Supernatural, Tragedy*~
~*warning! Gaje, abal-abal, typo bertebaran layaknya bintang di langit (?), isinya campur-campur kaya gado-gado (?), OOC sangat, OC, slight yaoi and yuri*~
.
~taman belakang sekolah~pkl. 10.00~
Nampak Fuji dan Mizu tengah mengobrol berdua di taman sekolah itu. Mereka tengah menikmati moment-moment indah mereka.
“A-ano.. Fuji..” Mizu memulai percakapan.
“Iya, Mizu?”
“Aku ingin, memberikan sesuatu padamu…”
“Apa itu?”
“I-ini.. terimalah..”
Mizu memberikan cincin pemberian Seiji pada Fuji. Fuji menerimanya dengan senyum.
“Cincin?” Fuji heran. “Kau berani sekali sudah melamarku?”
“S-siapa yang melamarmu? Huh, aku tak melamarmu!”
“Lalu?”’
“Ketika pertempuran kemarin, Seiji menyuruhku memberikan cincin ini padamu. Gunanya cincin ini adalah, untuk membuatmu berubah seperti aku! Penyihir!”
“B-bagaimana caranya?”
“Cukup teriakan ‘Ring! Blow up!!’ maka kau akan berubah sesuai dengan kepribadianmu! Dan sebelum mengucapkan itu, kau harus memakaikan cincin itu dulu di jarimu…”
“Begitu ya… coba aku pakai ah…”
Fuji hendak memakaikan cincin itu di jarinya, namun—
“Tidak secepat itu, Fuji…”
—Hana datang.
“Hana?” Mizu tersonatak kaget.
“Kau tak boleh semabarangan memakaikan cincin itu di jarimu, Fuji…” Hana mulai berkomentar.
“Kenapa? Bukankah tak ada salahnya memakai cincin ini lebih cepat?” Fuji merasa sebal karena belum bisa merasakan kekuatan cincin yang sudah ditakdirkan untuknya ini.
“Ini bukan cincin yang kau bisa pakai sembarangan! Karena jika sudah kau pakai, tak akan pernah bisa lepas lagi jika misi kita dalam menumpas vampire yang mengancam AWS belum selesai!”
“Lalu kapan aku bisa memakainya?”
“Jika sudah saatnya saja…”
“Jadi, aku belum boleh memakainya jika belum saatnya?”
“Begitulah… tak bisakah kau melihat perbedaan antara cincinmu dengan cincinku dan Mizu?”
Hana mengacungkan jari manisnya. Begitu juga Mizu.
“Hey, milik kalian sudah ada permatanya! Kenapa milikku belum?” tanya Fuji iri.
“Itu karena kami sudah percaya dengan kekuatan yang ada pada diri kami..” jelas Hana. “Kau juga harus percaya pada kekuatan yang ada pada dirimu untuk bisa dengan lantang mengucapkan ring blow up dari hatimu…”
“Hah, merepotkan…”
“Yah, yang jelas kau harus menyimpan cincinnya… dan jangan pernah kau coba-coba memakainya atau kekuatanmu tak akan pernah muncul…”
“Oh, baiklah…”
Mizu mulai berkomentar. “Ternyata banyak pantangannya ya… rasanya sulit dipercaya juga kalau ternyata aku terpilih sebagai pelindung AWS…”
Hana menanggapi. “Tapi status kita sebagai penyihir itu rahasia… jadi kuharap, kalian jangan comel ya…”
Fuji dan Mizu mengangguk mantap.
Tak lama kemudian, Seta datang menghampiri.
“Ah, Seta-sama…” sahut Hana.
“Yo..” ujar Seta dengan senyum ramah.
“Pagi Pak Seta!” sahut Mizu dan Fuji.
“Hey…” Seta berkomentar. “Jangan panggil aku ‘Pak’ jika sedang berkumpul dengan agen penyihir rahasia begini.. panggil aku, Seta-sama.. seperti yang Hana ucapkan tadi! Heheheh..”
“Baik,.. emm, Seta-sama..” ujar Mizu kikuk.
‘Kepala sekolah ini banyak maunya…’ batin Fuji sweatdrop.
Seta mulai bicara. “Bagaimana Fuji? Sudah kau terima cincin itu?”
Fuji bereaksi. “Iya, sudah.. tak kusangka untuk bisa memakaikan cincin ini saja banyak pantangannya..”
“Yah, memang sudah kurancang begitu.. hahaha…”
“Jadi kau yang merancangnya?”
“Begitulah.. awalnya pun tak terpikir olehku, tapi memang sudah takdirnya begini mungkin? Haha…”
“Hmm… anda kesini, ada perlu apa?” tanya Mizu.
“Aku kesini, tadinya mencari Hana.. ada yang mau kubicarakan dengan dia…”
“Apa yang mau kau bicarakan?” tanya Hana.
“Ikut aku.. kita tak boleh membicarakan hal serius, diantara seoasang kekasih yang tengah jatuh cinta.. hahaha…”
“Oh, kau benar, Seta-sama… hihihi…”
Maka Hana dan Seta pergi meninggalkan Mizu dan Fuji berdua kembali.
~depan gerbang AWS~
“Jadi, apa yang ingin kau bicarakan, Seta-sama?” Hana memulai pembicaraan empat mata mereka.
“Aku ingin memberitahumu letak biji emas itu…”
“D-dimana?!”
“Tepat dibawah gedung AWS…. Dibawah tanah, tepat dibawah penyimpanan loker-loker…”
“Wah, dekat dengan lokerku ya…”
“Benarkah? Wah, kebetulan sekali… mungkin kau bisa selalu mengawasinya meski secara tidak langsung.. hahaha…”
“Ah, bisa saja… ngomong-ngomong, aku yakin alasanmu mengajakku kemari bukan semata-mata ingin memberitahu tempat biji itu kan? Karena aku yakin kau sudah tahu reaksi ku, bahwa aku tak akan terkejut mendengarnya…”
“Waw, kau mulai menyamai anakku.. hehe..”
“Aku sudah terlalu sering bersama Seiji..  mana mungkin sifatnya tak menular padaku? Hahaha…”
“Bicara soal Seiji…”
“Eh?”
“Terkadang, aku masih sulit untuk menerimanya sebagai anakku sendiri…”
“Eh? Apa maksudmu?”
“Seiji sebenarnya bukan semata-mata anak yang dilahirkan oleh istriku…”
“A-apa maksudmu?”
“Jujur saja, menikah pun, aku belum.. hahaha…”
“HAH?! La-lalu, datangnya Seiji darimana?! Ke-kenapa dia bisa memanggilmu ayah?!”
Hana sempat berpikir dalam hati, berarti kepala sekolahnya yang muda ini masih perjaka. Wajah hana memerah sendiri.
“Dia memanggilku ayah, karena keinginannya sendiri…”
“He??”
“Ini terjadi ketika aku baru masuk universitas..”
~flashback~
-Seta’s POV-
Aku saat itu baru menginjak usia 18 tahun. Aku baru masuk ke universitas setelah melalui masa-masa ospek. Aku masuk di jurusan informatika dan teknologi, dan disanalah aku bertemu dengan kekasihku, namanya Yuki.
Kami sempat bersama selama 1 tahun. Hingga ketika kami merayakan hari jadi kami yang ke satu tahun satu bulan, kami merayakan hari jadi kami dengan cara yang berbeda. Yakni berkemah di hutan dekat Nowheresville.
Kita dulu tak pernah tahu, bahwa kerajaan itu merupakan kerajaan vampire.
“Seta, kita ambil lokasi disini saja ya? Disini, bisa melihat bulan dan merasakan panas matahari lebih baik!” ucap Yuki dengan penuh semangat sambil mendirikan tenda saat itu.
“Haha, iya iya.. terserah apa katamu saja..”
Namun, malam harinya, ketika kami tengah asyik berduaan, kami mendengar sebuah suara.
Suara tangisan tepatnya. Yang datang entah darimana.
“Hey, Seta! Kau dengar itu?”
“Dengar apa?”
“Ada suara! Seperti tangisan! Tangisan… seorang anak laki-laki!”
“Benarkah?”
Aku mempertajam pendenganku. Dan ternyata memang benar! Ada suara tangisan!
Maka aku dan Yuki memutuskan untuk mencari asal suara itu.
Hingga akhirnya, kami menemukan seorang anak laki-laki di balik semak belukar dengan penuh luka, Seiji. Mungkin dia bisa dibilang berusia sekitar 16 tahun. Dan mungkin lebih taptnya, dia lebih pantas dibilang remaja. Namun, sifatnya masih kekanak-kanakan.
“Ya ampun! Seta, lihatlah! Kasihan anak ini!” Yuki berinisiatif menenangkan tangisan anak itu.
“Mama.. hiks…” Seiji menangis terisak.
“Kemana mama mu, anak manis?” Yuki mengelus rambut Seiji lembut.
“A-aku… tidak punya mama… mama… mama sudah… di.. dibunuh… huwaaaah…”
“Ya ampun?! Oh Tuhan, sabar ya… hmm, Seta!”
“I-iya?” aku segera merespon.
“Kita pergi dari sini! Anak ini tak aman berada di sekitar sini!”
“Baiklah, ayo!”
Maka aku dan Yuki pergi membawa Seiji, sambil membereskan tenda kami terlebih dahulu.
Namun tiba-tiba, kawanan vampire itu datang.
“Pangerankuuuu!” Ochi, sang permaisuri datang menghampiri.
Seiji nampak menoleh dengan pandangan sinis. “Pergi!! Aku bukan pangeranmu!!”
“Tapi… tapi kita kan kelak akan dinikahkan! Ayooo, kemariii! Kita pulaaang! Meski kau sekarang manusia, tapi aku tetap mencintaimuuu!”
“Diam!! Sudah kubilang, aku bukan pangeranmu!!”
Seiji berlari menjauh, meninggalkan semua orang. Yuki berinisiatif mengejar Seiji.
“Hey, tunggu!! Lukamu belum pulih!!”
“Tak akan kubiarkan pangeranku lolos dibawa orang lain!!” Ochi membuat sebuah bola listrik, dan melemparkannya pada Seiji!
Namun, karena Yuki berada di depan Seiji—dari sudut pandang Ochi—maka dari sanalah, Yuki meninggal akibat terkena bola listrik itu.
“YUKIIII!!!!!”
~flashback end~
“La-lalu, apa yang terjadi? Dan.. dan apa itu berarti, Seiji awalnya adalah keturunan vampire yang berubah menjadi manusia dari kerajaan Nowheresville?!!” Hana langsung memberikan segudang pertanyaan.
“Begitulah.. aku merawat Seiji hingga sekarang. Dari pertemuan pertama kami, Seiji menganggap aku dan Yuki ini orang tuanya, berhubung ia sendiri tak pernah melihat orang tua kandungnya. Yah, kupikir tak apa, asal bisa mendidik anak itu menjadi laki-laki dewasa. Tidak childish seperti dulu. Lihat kan hasilnya? Ia menjadi idola sekarang…”
“Lalu, bagaimana bisa Seta-sama menjadi kepala sekolah? Bukankah harus ada gelar sarjana?”
“IQ ku tinggi, dan ketika usiaku baru beranjak 20 tahun, sekitar 6 bulan yang lalu, maka aku dinyatakan lulus dengan hasil tertinggi sepanjang sejarah universitas tersebut. Dan aku berinisiatif mendirikan sekolah untuk Seiji. Jadi Seiji dapat belajar, dan lebih memiliki banyak teman….”
“Dan ternyata Ochi masih mencari keberadaan Seiji hingga sekarang.. dan ia berhasil menemukan Seiji tepat di AWS ini?”
“Begitulah.. faktor utama juga sepertinya karena Seiji..”
“Satu yang membuatku bingung.. kenapa Seiji bisa berubah menjadi manusia? Bukankah ia mulanya vampire?”
“Iya… namun, Seiji tak pernah mau menceritakannya, maka dari itu, aku juga tak tahu…”
“Begitu… lalu, kenapa Seta-sama menceritakan semua ini padaku?”
“Aku pikir, kau mulai menyadari adanya kejanggalan antara aku dan Seiji, jadi pasti cepat lambat akan ketahuan.. kupikir, tak ada salahnya lebih cepat memberitahumu.. hahaha…”
“Sepertinya aku memang pantas dijadikan tempat curhat ya? Hahaha!”
Tak lama kemudian, orang yang dibicarakan pun datang.
“Wah, kebetulan sekali kau disini, Hana…” Seiji datang dengan senyum.
“Ada apa, Seiji?” tanya Hana mencoba memasang tampang seperti biasa.
“Bisa kupinjam Hana sebentar?”
Seta mengangguk.
“Terima kasih ayah… ayo, ikut aku sebentar…”
Maka Hana mengikuti Seiji menuju atap sekolah. Mereka tak sadar, bahwa ada satu pasang mata memperhatikan gerak gerik mereka.
~atap sekolah~
“Jadi, kau mau bicara apa?” Hana kembali memulai pembicaraan.
“Aku sedang galau… hehe..”
“Ga-galau?”
“Iya… aku sudah pusing dengan semua sikap Puti…”
“Eh? Pusing kenapa?”
“Dia itu manja! Dia juga sedikit-sedikit selalu memanfaatkan statusku sebagai anak kepala sekolah untuk berbuat sesuka hatinya… aku sudah tak tahan dengan sikapnya itu..”
“Kalau kau sudah merasa tak cocok, kenapa tak kau putuskan saja?”
“Tak bisa.. aku tak tega melihatnya menangis…”
“Daripada kau terus tersiksa? Jika cinta bertepuk sebelah tangan begini, lebih baik hentikan saja.. akhirnya pun tak akan benar…”
“Memang… tapi… ah, bagaimana caraku memutuskannya? Aku tak sanggup…”
“Kau cari saja waktu yang tepat! Misalnya, ketika dia mulai berpaling pada laki-laki lain!”
“Hmm, ya mungkin bisa.. jadi terkesan, aku yang sakit hati.. begitu kan?”
“Tepat! Hehehe.. tapi, sepertinya agak jahat juga ya…”
“Tak apa.. asalkan dia tak terus menerus memanfaatkan statusku… aku mencari cinta yang tulus,, bukan cinta karena status atau harta, maupun fisik..”
“Iya, aku mengerti.. pasti memang sulit…”
Hana tersenyum maklum.
PUK
Seiji menepuk kepala Hana pelan.
“Terima kasih.. meski singkat, perasaanku cukup lega sekarang, Hana..”
Hana terbelalak. “I-iya… tak masalah…”
~dibalik pintu atap sekolah~
Seorang gadis tengah menangis terisak.
“Kau tahu Seiji? Aku sudah sakit hati sekarang… dasar pengkhianat!!” gadis itu terus berlari menjauhi atap sekolah, dan menuju ke kelasnya.
~malam harinya~
Mizu, Hana, Inglid, Fuji dan Seiji tengah bercerita dan mengobrol di kamar Hana.
“Hahahaha! Benar, Seiji! Kalau hanya memanfaatkan status saja sih, aku rasa lebih baik cepat-cepat diputuskan.. sebelum terlalu jauh…” Inglid mulai berkomentar akan curhatan Seiji tentang Puti.
“Yah, Hana bilang, aku bisa memutuskan Puti jika memang sudah saatnya saja…” Seiji melirik hana.
“Kenapa kau lihat-lihat?” Hana memasang tampang sinis dan tetap mengunyah kacang garing miliknya.
“Dasar gembul…” celetuk Seiji.
“Apa katamu?!” Hana hendak menjitak Seiji, namun sempat ditahan oleh Mizu.
“Sudahlah…” Mizu sweatdrop.
Fuji diam saja dengan damai sambil mendengarkan lagu di earphone miliknya.
Tiba-tiba, suara ringtone handphone seseorang berbunyi.
Ternyata milik Seiji.
Ia pun membuka teleponnya.
“Halo?” ucapnya datar.




Suasana hening. Semua memperhatikan Seiji.



“APA?!”
GUBRAK!
Semua tersontak kaget!
“A-ada apa Seiji?!” tanya Hana.
“Dari ayah…” Seiji menutup teleponnya. “Dia bilang, dia memanggil kita untuk segera ke kantornya…”
“Tapi..” Hana melirik Inglid. “Bagaimana dengan—“
“Inglid!” Seiji memberikan cincin juga pada Inglid.
Inglid yang belum tahu apa-apa bingung. “A-apa ini? Cincin untuk apa?”
“Tak ada waktu, cepat kita ke akntor ayah! Dan Inglid, jangan sampai kau memakainya, jika memang kau merasa belum waktunya! Mengerti?” jelas Seiji.
“B-baik!” Inglid menjawab dengan gugup.
“Ayo semua!” ajak Seiji yang kemudian diikuti yang lain untuk segera pergi ke markas.
~markas AWS~
“Waaah, aku tak pernah menyangka ada tempat seperti ini di AWS…” Inglid terkagum-kagum.
“Kepala sekolah kita memang aneh…” pikir Fuji.
“Hess, tak boleh begitu, Fuji!” Mizu menyikut lengan Fuji.
“Jadi, dimana mereka?” tanya Hana.
Seta nampak menekan tombol-tombol misterius. “Seperti biasa, mereka datang dari depan gerbang…”
“I see… well let’s go then!” Seiji memberi komando.
“Okay!” sahut yang lain, yang kemudian mereka pergi melesat ke depan gerbang.
“Haruskah kita bantu?” tanya Arie.
Seta lagi-lagi tersenyum misterius. “Tak perlu.. nanti saja… aku yakin mereka bisa mengatasinya sendiri…”
~depan gerbang AWS~
“Mana vampire-vampire itu?” tanya Hana.
“APA?! VAMPIRE?! JADI KITA AKAN MELAWAN VAMPIRE?!” Inglid nyaris berteriak.
“Begitulah..” Seiji menanggapi. “Kita sebaiknya bersiap!”
“Hmph!” Hana dan Mizu menanggapi.
Seiji mengacungkan cincinnya ke langit. “Ring! Blow up!!” cahaya hijau mengelilingi Seiji, dan Seiji pun berubah!
Hana mengacungkan cincinnya juga. “Ring! Blow up!!” cahaya biru mengelilinginya, dan Hana pun berubah!
Mizu mencium permata cincinnya, dan meletakkan kedua tangannya di dada. “Ring! Blow up!!” cahaya berwarna ungu mengelilinginya, dan ia pun berubah.
Fuji dan Inglid hanya bisa ternganga.
“Mereka datang!” ucap Seiji mengingatkan.
Ribuan vampire dan dua orang pemimpinnya datang mendekat!
“Hey Anchi!!”
“I-iya, nona Ochi?!”
“Kau bilang pangeranku sudah mati… TAPI MANA!? Buktinya dia masih hidup!!!”
“M-maaf nona! Aku pun tak tahu kenapa, tapi… aku benar-benar yakin, ia dan gadis bernama Hana itu sudah kutancapkan racun!”
“Tak apalah… paling tidak, mungkin malam ini aku bisa membunuh pangeranku sendiri dengan kedua tanganku…”
Ya, yang memimpin pasukan kali ini dua orang. Ochi dan pesuruhnya, Anchi.
“Ternyata kau masih hidup…” ucap Seiji dengan nada sinis.
“Ya… lalu kenapa? Haha, jangan pikir aku akan mati dengan mudah hanya dengan sinar laser bodohmu itu, pangeranku…”  Ochi melipat kedua tangannya dengan angkuh. “Sebaiknya kau mempersiapkan amal baik sebanyak mungkin malam ini, pangeranku… karena kau akan segera kukirim ke alam sana…” Ochi menyeringai.
“Sudah kubilang berapa kali, Ochi?! Aku bukan pangeranmu!!”
“Iya.. kurasa memang begitu.. karena kau yang sekarang, sudah berbeda dengan kau yang dulu…”
Ochi tersenyum miris.
“Nona Ochi, aku rasa, kita tak perlu berlama-lama lagi…” Anchi memberi aba-aba.
“Kau benar…” Ochi mengepalkan tangannya. Geram. “Kita harus habisi mereka malam ini juga…”
“Pasukan, SERAAAAANG!!!!”
Baku hantam pun dimulai!
Tiga penyihir sudah bisa mengalahkan vampire dengan sihir laser mereka. Namun, bagi Inglid dan Fuji yang masih belum punya kekuatan apa-apa, hanya bisa melawan semampu mereka. Terutama Inglid. Ia sempat kewalahan.
“Mati kau!!” Ochi hendak melemparkan satu bola listrik ke arah Inglid.
“Kyaaa!!” Inglid memejamkan matanya.
Namun…
PSYUU
BLEDAR!
Ledakan yang lumayan besar terjadi akibat laser Hana beradu dengan bola listrik Ochi.
“Kau tak apa, Inglid?” tanya Hana.
“Hah? I-iya, terima kasih…”
“Sebaiknya, kau jangan disini! Kau cari tempat yang aman!”
“Tapi bagaimana dengan kalian?”
“Kami akan baik-baik saja!”
“Tapi—“
“Kyaaaa!!!” Anchi berhasil menangkap Mizu dan mulai mencekiknya perlahan.
“Hahahaha!! Rasakan ini! Inilah pembalasanku untuk yang kemarin!!” tawa Anchi membahana.
“Mizu!!!” Fuji mencoba menyelamatkan Mizu!
“Fuji!! Jangan!!” Seiji mencoba mencegah, namun ada vampire yang menghadangnya! “Sial!!!”

Fuji akhirnya berhadapan dengan Anchi yang tengah mencekik Mizu perlahan.
“Fu-Fuji….a-aku… tak bisa… ber…nafas…aghh…” Mizu nampak merintih kesakitan.
“Mizu!! Beraninya kau vampire sialan!!” Fuji menggenggam cincinnya erat. Geram dan emosi bercampur menjadi satu.
“Fu-Fuji…”
“Hahahahaha!! Apa yang akan kau lakukan, hah?! Berubah seperti yang lain?! Hahaha!”
Cekikan semakin kuat.
“Agh!! Fu-Fujii…” Mizu mencoba melepas cekikannya, namun sia-sia. Anchi terlalu kuat.
“Heh…” Fuji menyeringai. “Kalau iya kenapa?”
“Apa?” Anchi tersontak kaget dengan jawaban Fuji.
Fuji memasangkan cincin itu di jari manisnya. Cahaya berwarna hitam menyelimutinya!
“Aku tak akan pernah membiarkan… seorang pun menyentuh Mizu!!” Fuji memberanikan dirinya untuk mengucapkan, “Ring! Blow up!!”
Cahaya hitam tersebut menyelimuti Fuji!
Hingga tak lama, Fuji pun berubah!
Ia memakai baju yang tak jauh berbeda dengan Seiji, hanya saja, baju Seiji berlengan panjang, milik Fuji tak ada lengannya juga berwarna hitam. Dan berbeda dari yang lain, Fuji membawa pedang, bukan tongkat!
“This is my style! Heheheh…” Fuji menyeringai.
Anchi merasa semakin kesal. “Sialan… enyah kau!! Rossilia!!” Anchi menembakkan ribuan bunga mawar beracun, namun semuanya hancur dengan tepisan pedang Fuji!
“Jurus yang sama tak akan mengenaiku untuk yang kedua kalinya!” Fuji pun berlari mendekat ke arah Anchi, dan—
SRET!!
—Fuji memotong tangan kiri Anchi yang tengah mencekik Mizu!!
Tangan kiri Anchi pun terputus, dan cekikan pun terlepas. Mizu pun langsung jatuh ke pelukan Fuji.
“Mizu!! Mizu, kau tak apa?!” Fuji mencoba menyadarkan Mizu, namun Mizu tetap tak bangun.
Sementara Anchi sudah kabur lebih dulu karena tak kuasa menahan sakit akibat putusnya lengan kirinya.

Inglid hanya terdiam.
Ia tak kuasa melihat semua yang ia alami malam ini.
Vampire, putusnya lengan, dan sebagainya.
Ini terlalu menakutkan.
“A-aku…. Aku tak berguna…” gumam Inglid. “Apa gunanya aku diberikan cincin ini? Apa gunanya cincin ini untukku jika aku bahkan tak berani untuk melawan mereka? Tidak… tidak.. aku tak pantas mendapatkan cincin ini…aku tak pantas!!”
Inglid melemparkan cincin itu jauh-jauh!
“Bodoh!! Apa yang kau lakukan?!” bentak Hana habis-habisan. “Kenapa malah kau buang cincinnya?! Cincin itu sangat penting!!”
“Tidak… tidak Hana… aku.. aku tak berguna!! Aku takut!!” Inglid menutup kedua telinganya dengan tangan. Tak ingin mendengar semua suara yang berasal dari pertempuran.
“Inglid…” Hana mendekati Inglid, dan memeluknya.
“Ha-Hana?”
“Kau tak perlu takut, ada banyak sahabatmu disini…”
Air mata Inglid pun terjatuh.
“Kau tak perlu menangis Inglid… untuk apa menangis? Ayo, kita berjuang bersama…”
“Tapi… bagaimana dengan cincinnya?”
“Sudah kubilang banyak sahabat disini yang membantumu…” Hana tersenyum dan melepaskan pelukannya. Ia memperlihatkan Seiji yang tengah berusaha mengambil cincin itu yang sedang dipegang oleh Ochi saat ini.
“Seiji…” Inglid memperhatikan.

“Berikan cincinnya!” bentak Seiji pada Ochi.
“Apa? Aku pikir kau akan memberikan cincin ini padaku.. ternyata bukan ya? Aww, sayang sekali…”
“Berapa kali harus kukatakan padamu, Ochi?! Aku bukan pangeranmu!”
“Kalau kau masih tak mau mengakuinya… cincin ini akan kuhancurkan! Hahaha!” Ochi melemparkan cincin itu ke langit, dan mulai melemparkan bola listrik ke arah cincin itu.
Seiji langsung melompat mendapatkan cincin itu, namun—
BZZTT!!!
BLEDAR!
—Seiji terkena tembakan bola listrik Ochi!
BRUK!
Seiji pun terjatuh lemas di tanah. “Nggh…”
“Seiji!!” Hana dan Inglid mendekati Seiji.
“Heheh.. Inglid… ini milikmu.. jangan sembarangan lagi ya?” Seiji sempat memberikan kembali cincin Inglid. Inglid menerimanya dengan berlinang air mata.
“Seiji…” Inglid menggenggam cincinnya erat-erat, lalu ia berdiri dengan mantap menghadap Ochi. Sementara Hana mulai mengamankan Seiji dan kembali membunuh sisa pasukan vampire yang lain.
‘Inglid.. kau pasti bisa…’ batin Hana.

Kai ini, Inglid berhadapan dengan Ochi.
“Jangan bilang kau juga akan berubah!” tukas Ochi.
“Aku pun tak yakin…” Inglid memandang cincinnya. “Tapi aku tak begitu peduli aku berubah atau tidak.. yang penting…”
Inglid memakaikan cincinnya ke jari mansinya. Cahaya berwarna kuning pun menyelimutinya!
“Yang penting…” Inglid meneruskan. “Aku bisa.. melindungi teman-temanku… dan mengalahkan.. rasa takutku!!”
Inglid menunjukkan cincinnya ke depan seperti pose sehabis menonjok seseorang. “Ring! Blow up!!”
Cahaya kuning terang seperti matahari tersebut menyelimuti Inglid, dan membuat Inglid berubah!
Ia memakai kostum yang tak jauh beda dengan Hana dan Mizu, namun warnanya kuning seperti kuning warna bunga matahari, dan model rambutnya dikuncir kuda.
“Akan aku bayar.. hasil pengorbanan Seiji!”
Inglid melemparkan tongkatnya ke atas dan mengucapkan, “Henge!”
BOFT
Tongkat tersebut berubah menjadi sebuah tombak panjang!
Inglid mengambil nafas panjang, dan melemparkan tombak itu kuat-kuat ke arah Ochi!
“Rasakan ini!!”
PYSUUUU!!
Tombak tersebut melesat ke arah Ochi, namun Ochi melemparkan bola listriknya!
Sayangnya, tombak tersebut menyerap bola listriknya hingga tombak itu jadi memiliki tambahan aliran energi listrik, dan menuju semakin cepat ke arah Ochi!
Hingga…
CLEB!
BZZZZT! BZZZT!!
“Gaaaah!!! Sialan kalian!! Liha saja… aku… aku akan… membalas kalian!! Gaaaah!!!”
PSSHHH
Ochi kembali berhasil lolos.
BOFT
Tombak itu kembali berubah menjadi tongkat sihir dan Inglid mengambil kembali tongkatnya.
Terlihat vampire yang diurus Hana juga sudah lenyap.
Fuji membaringkan Mizu tepat di sebelah Seiji.
“Kita harus segera membawa mereka ke ruang kesehatan…” pikir Fuji sambil melihat kekasihnya yang jatuh pingsan.
“Iya.. Seiji juga penuh luka…” Hana tersenyum miris melihat keadaan Seiji.
“Ini salahku…” Inglid kembali menyesali dirinya.
PUK
Hana menepuk bahu Inglid. “Ini bukan salahmu…”
“Tapi.. andai saja aku tak takut..”
“Tak apa.. rasa takut itu biasa…”
“Maaf ya, Hana… Fuji… Aku tak bisa berbuat banyak..”
“Tidak apa! Kita kan sudah melakukannya bersama! Lagi pula, mereka tak begitu parah… cepat atau lambat, pasti mereka akan segera pulih…”
“Kalau begitu, kita bawa mereka segera ke ruang kesehatan!” ujar Fuji sambil menggendong Mizu.
Inglid dan Hana membopong Seiji berdua.
“Ayo!” ucap Inglid dan Hana.
Maka Mizu dan Seiji pun mulai mendapatkan perawatan.
~*TO BE CONTINUED*~
.
Keep Spirit Up!
Hana-chan

0 komentar:

Posting Komentar