K-On Ritsu Tainaka

Welcome

Semoga semua informasi yang saya berikan, bisa bermanfaat untuk kita bersama...

Ganbatte ne~

I Saw Your Death!

Jumat, 16 Desember 2011

Hana membuat satu lagi cerpen nih. Sebenarnya, ini cerpen halloween bulan Oktober lalu yang Hana buat untuk sebuah lomba di grup Anime World School. Tapi, tak apa kan, jika baru saya post sekarang? Yang penting, kita dapat berbagi ilmu bersama..
Semoga bermanfaat...
.

~*A Personal Story*~
~*I Saw Your Death!*~
~*Dedicated For Anime World School’s Halloween Event*~
~*Chara: Myself, My Friends, My Family*~
~*Genre(s):, Humor (very slight), Mystery, Drama, Family, Friendship*~
~*Rated: T (tadinya mau M <gore> tapi ga berani)*~
.
 
Aku berdiri diam menatap kejadian yang sudah tak asing lagi kulihat.
Tugas sekolah? Orang pacaran? Siswa yang mencontek? Guru yang bawel? Bukan.
Kematian...
Ya, aku sering melihat kematian belakangan ini. Awalnya aku berpikir, apa yang menyebabkan semua ini begitu tak asing bagiku.
Orang-orang begitu shock, dan sedih ketika melihat orang terdekatnya meninggal. Tapi aku?
Entahlah, aku sendiri bingung harus menangis, marah atau bagaimana. Karena aku sudah pernah melihatnya. Melihat? Ya, aku pernah melihat bagaimana proses kematian itu secara tidak langsung sebelum tragedi menyedihkan itu terjadi.
Peramal? Bukan, aku bukan peramal.
Aku hanya manusia biasa, yang tak tahu apa-apa. Yang kutahu, aku hanya punya ‘sesuatu’ dalam diriku yang orang lain jarang miliki.
~flashback~
Pada suatu malam, aku terdiam melihat hujan yang tengah turun dengan deras. Banyak gemuruh dan petir saling berlomba-lomba untuk turun ke bumi. Rasa dingin yang amat sangat, menusuk ke dalam kulitku dan membuatku merinding.
Ibuku tengah pergi keluar kota untuk urusan pekerjaan. Maka di rumah hanya ada aku, adik, dan ayahku.
Saat itu tengah malam. Adik dan ayahku sudah tidur dengan nyenyaknya.
Dan entah kenapa, aku merasa tidak mengantuk sama sekali. Rasanya, memandang hujan hanya satu-satunya kegiatan terbaik yang bisa kulakukan.
Normalnya, aku selalu takut akan suara-suara gemuruh, dan cahaya-cahaya yang menakutkan yang dikeluarkan oleh petir-petir menyeramkan itu. Tapi tidak untuk malam ini. Aku hanya memasang ekspresi datar saat melihat semua fenomena alam yang menakutkan bagiku itu. Kosong. Ya, pikiranku kosong.
Jujur saja, aku sudah terlalu stres dengan semua kehidupan yang kujalani. Nilai di sekolah yang hancur, galau karena diputuskan pacar, ditinggal pergi oleh ibu untuk waktu yang lama keluar kota sehingga semua beban pekerjaan rumah aku yang tangani, dan banyak lagi.
Ketika tengah asyik merenungi semua masalahku, seorang anak kecil memanggilku dari belakang.
“Kakak...”
Spontan aku membalikkan badanku, dan melihat seorang anak gadis yang berusia sekitar 7 tahun. Wajahnya pucat pasi, dan dikuncir dua.  Hmm, dan bisa dibilang agak cantik, juga manis.
Aku hanya tercengang melihat anak itu.
Siapa dia? Maling? Oh, itu konyol. Ayo, cari pikiran yang lebih logis!
Sepupuku yang jauh? Hmm, kurasa bukan.
Anak tetangga? Mungkin...
“Namaku Sisil...”
Eh? Siapa tadi? Sisil? Sisil itu kan untuk merapikan rambut! *inner: itu sisir!*
“Kakak tak usah takut... aku tak akan menyakiti kakak...”
GLEK
Aku meneguk ludahku pelan. Kerongkonganku rasanya kering. Siapa anak ini? Aku tak pernah melihatnya, wajahnya asing!
“Kak Hana...”
Dan dia juga tahu namaku!
Oh Tuhan, apakah dia malaikat yang telah Kau kirim untuk menjemputku? Oh, aku belum siap!
Atau jangan-jangan, dia itu... hantu?!
Waaaaah! Dalam hati aku menjerit, namun lidahku tak dapat mengucapkan sepatah kata sedikitpun. Beku. Rasanya seluruh tubuhku beku. Tak dapat kugerakkan.
Aku hanya tercengang.
“Aku sudah lama mencari kakak...”
Aku menaikkan sebelah alisku. Mencariku? Untuk apa?
“Aku mencari kakak, karena ada yang ingin kubicarakan....”
Kuberanikan saja diriku untuk berbicara. “Apa yang mau kau bicarakan?”
“Aku ingin memberikan kakak hadiah, untuk ulang tahun kakak!” Sisil berkata sambil tersenyum manis.
Ulang tahunku? Ulang tahunku saja baru besok, kenapa dia repot-repot memberikannya hari ini? Ah, ya sudahlah. Toh, dia tak mungkin memberikan bom sebagai hadiah kan? Hahaha.
“Hmm, memangnya kau mau memberikanku hadiah apa?” tanyaku dengan senyum manis. Meskipun aku tak tahu siapa anak ini, tapi aku rasa dia baik. Jadi, sepertinya tak ada salahnya juga untuk bersikap baik juga padanya.
Dia mengulurkan tangannya.
“Hm? Apa?” tanyaku bingung.
“Mari salaman!” kata anak itu.
Hahaha! Sudah kuduga, anak kecil seperti dia, tak mungkin bisa memberikan hadiah yang bagus.
Tapi, salaman saja cukup kok. Mengingat anak ini begitu baik padaku pada pertemuan pertama kami. Apalagi dia ingat hari ulang tahunku.
Aku pun mengaitkan tangan kananku padanya, dan bersalaman.
Lama kami saling menggoyangkan tangan, rasanya kepalaku semakin pusing, aku makin mengantuk, dan leherku terasa sangat sakit.
Kenapa ini? Apa dia penjahat yang jago hipnotis? Oh tidak!
Aku berusaha sekuat mungkin untuk tetap terjaga.
“Tidurlah...tidurlah dan dapatkan hadiahmu, di alam mimpi...”
Kalimat anak itu benar-benar dingin. Tidak sehangat saat tadi mengobrol singkat.
Aku masih bersalaman dengannya, dan, oh Tuhan, tangannya semakin dingin saja.
Aku takut, aku juga semakin mengantuk. Lama kelamaan, mataku sudah tak kuat, dan aku memutuskan untuk memejamkan mataku, dan tertidur di atas karpet.
...
“Hiks...hiks...”
“Sabar ya, mungkin memang sudah waktunya..”
‘Apa ini?’
‘Apa ini?! Apa yang sebenarnya terjadi? Ada dimana aku?!’
‘Oh, sedang apa orang-orang itu? Kenapa mereka memakai baju hitam-hitam begitu? Dan...mama?’
‘Kenapa mama menangis? Ada apa?’
Kulirik ke arah pandangan mamaku tertuju.
‘Ya Tuhan, kuburan siapa ini?!’
‘Siapa yang meninggal?!’
Belum juga aku selesai menganalisa keadaan, pandanganku berubah.
‘Hey...siapa lagi itu?’ Kusipitkan mataku, dan aku melihat—
—‘kakek?!?’
‘Apa yang terjadi? Kakek kenapa? Kenapa banyak dokter? Kakek sakit apa?!’
‘Apa yang terjadi?! Apa maksud semua ini?! Hey, kenapa semua pandanganku jadi berwarna merah? Apa ini darah? Apa yang terjadi?’
‘Hentikan! Hentikaaaaaan!’
...
“HENTIKAAAN!!”
SRET!
“Hah...hah...hah...” Aku terbangun dari tidurku. Mimpi apa tadi itu?! Mimpinya sangat aneh...
“Mimpi apa aku tadi? Menyeramkan sekali...” aku mengacak rambutku. Pusing! Kenapa aku ini? Apa jangan-jangan ada hubungannya dengan Sisil?
Kulirik telapak tangan kananku. Benarkah tangan ini telah menggenggam tangan mungil sedingin es itu?
Ah, lupakan saja! mungkin memang benar-benar mimpi. Lebih baik aku sekarang mandi, dan pergi ke sekolah.
Ahh, benar juga, sekarang ulang tahunku!
Aku lihat semua pesan masuk dari teman-temanku di kotak masuk dalam telepon genggam. Ah, sudah lima orang yang mengucapkan selamat. Terima kasih kawan-kawan...
Maka dengan senyum penuh semangat lagi, aku memulai pagiku.
*skip time...*
~Di Sekolah; Pkl. 06.15~
Setelah kuparkirkan motorku, aku berjalan seperti biasa ke kelas. Mumpung masih sepi, santai saja lah dulu. Lagi pula, semua tugas sekolah sudah kuselesaikan.
Sambil berjalan dari gerbang ke kelas—yang memang jaraknya agak jauh—aku memasang earphone, dan mendengarkan lagu-lagu yang kusuka.
Aku merenungkan kembali mimpi yang tadi malam aku lihat. Apakah itu yang ‘dia’ maksud hadiah? Hadiah macam apa itu?! Mengerikan sekali...
Kematian kakek...
Apakah itu artinya...kakek akan... meninggal?
Tidak tidak tidak! Aku tak boleh berpikiran begitu.
“Hanaaaa!”
Aku menoleh kebelakang. Oh, itu temanku. Dia seorang wanita muslimah yang sangat cantik, juga manis, dan anggun. Tapi jangan salah, meskipun muslimah, bukan berarti ia itu hanya menyukai nasyid, dan sebagainya. Dia justru lebih dominan kepada musik metal, rock, yah, semacam itu. Haha, diluar dugaan bukan?
“Hai, Alliy!” sapaku seceria mungkin. Berusaha tak menampakkan kepusinganku.
“Kau kenapa, Hana?” tanyanya yang nampaknya bisa membaca kondisiku. Ah, aku memang tak bisa menyembunyikan segalanya dari anak ini.
“Aku hanya sedang punya banyak pikiran...”
“Benarkah? Kalau begitu, ceritakan padaku! Aku akan dengan senantiasa mendengarnya!”
“Tapi kau janji ya, jangan pernah ceritakan pada siapapun!”
“Iya, aku janji!”
Maka, aku pun menceritakan semua yang kualami tadi malam kepada Alliy sepanjang perjalanan ke kelas.
*sesampainya di kelas...*
CKLEK
BYURRR!!
“Selamat ulang tahuuuuun!”
Oh, Tuhan, aku tersiram air yang disimpan di atas pintu dalam ember kecil! Basah sekali seragamku! Apa aku harus belajar dengan kondisi begini?
“Ahahaha, t-terima kasih, teman-teman...” sahutku dengan penuh kedinginan. Rasa senangnya bagaimana? Oh, tentu saja itu juga kurasakan!
“Dingin?” tanya suara yang tak asing lagi bagiku.
Aku menoleh ke samping. Ah, dia lagi!
Anthoni...
“Ya, lumayan...” jawabku sedingin mungkin.
“Hey, paling tidak, berhenti jadi menakutkan pada laki-laki sehari saja di hari ulang tahunmu!”
“Untuk apa? Aku yakin, yang merencanakan acara basah-basahan ini kau, kan?!”
“Bagaimana kau tahu?!”
“Aku sudah mengenalmu sejak SMP, mana mungkin aku tak kenal sifatmu?”
“Ah, kau benar-benar mengerikan..”
“Terima kasih..”
“Sama-sama, tak usah sungkan...”
“Tch... sebaiknya sekarang kau bersihkan seluruh kotoran disini! Pel ruangan ini hingga bersih, dan hapus semua bekas tulisan kemarin di papan tulis dengan anak-anak yang lain! Begitu aku selesai mengganti pakaianku, dan saat kulihat kembali ruangan ini masih kotor, aku akan memasukkan kau dan anak-anak yang lain ke daftar siswa yang tak patuh aturan, dan ku laporkan pada wali kelas!”
“Iya, iya, berisik! Sudah, cepat ganti baju sana!”
“Tch..”
Aku pun pergi meninggalkan ruangan kelas, dan mengganti bajuku dengan baju olah raga. Yah, hanya ini satu-satunya seragam yang kumiliki. Yah, sudahlah. Biar nanti kujelaskan pada guru yang mengajar kenapa aku memakai baju olah raga.
*di kamar mandi...*
“Hah.. aku harap tadi saat bajuku basah, anak-anak tak melihat ke ‘dalam’... karena bajuku pasti terlihat transparan..” wajahku memerah sendiri mengatakan kalimat itu.
Ketika tengah asyik mengganti baju, seseorang memanggilku.
“Kakak...”
“S-Sisil?!?”
Aku langsung menutup bagian atas tubuhku yag belum kupakaikan pakaian dengan kaos olah raga.
“A-apa yang kau lakukan disini?!” tanyaku dengan wajah yang cukup memerah.
“Tenang saja, aku tak akan macam-macam...” sahutnya datar.
“L-lalu bagaimana kau bisa kesini?!”
“Aku kan hanya bisa dilihat olehmu...”
“J-jadi, kau ini.. hantu?”
“Hmm, entahlah, aku pun tak yakin, tapi kau bisa anggap aku begitu...”
“Hmm, jadi, apa keperluanmu datang kemari? Aku harus cepat, karena aku sedang ganti baju, dan orang-orang pasti mengantri untuk masuk ke toilet!”
“Tenang saja, masih sepi kok...”
TAP TAP TAP
Dia semakin mendekat ke arahku. Bulu kudukku beridiri. Sekarang aku benar-benar takut! Oh siapapun, tolong aku!
Ingin rasanya aku berteriak sekencang mungkin, tapi lagi-lagi, lidah ini terasa kaku! Ini mengerikan! Aku harap kejadian ini tak pernah terjadi!
GREP
Dia menggenggam tanganku!! Benarkah dia ini hantu?! Kenapa hantu bisa menggenggam tanganku?! Apa yang sebenarnya terjadi?! Mana aku belum memakai baju lagi!
“K-kakak mohon, lepaskan!”
“Tenanglah...”
“Hah?!?”
DEG!
Shit! Kepalaku terasa pusing!
Dan lagi, kenapa pandanganku jadi seperti ini? Semuanya berwarna.. eh? Merah?
“K-kenapa ini?!” tanyaku sambil mehan rasa pusingku. Mataku rasanya sakit! Apa ini?!
...
‘Eh? Apa itu? Apakah itu.....ambulan?’
“I-itu.. kakek?!?”
‘Tidak, kenapa pandangan ini muncul kembali?! Apa ini?! Hentikan! Hentikaaaan!!’
...
Aku membuka mataku lebar-lebar. Dan pandanganku kembali normal.
Aku masih di dalam kamar mandi? Dan...oh, aku belum memakai bajuku! Sebaiknya aku cepat, sebelum jam pertama dimulai!
Dan pandangan itu. Apa maksudnya?
*skip time waktu belajar....*
Ah, bagus. Akhirnya, saatnya pulang.
Aku menuju ke arah parkiran, dan mulai menaiki motorku. Baru kunyalakan mesin di depan gerbang sekolah, Alliy datang menghampiriku. “Hey! Mau pulang sekarang? Ikut dong! Hahaha...”
“Ah, rumah kita kan tak searah..”
“Haha, iya, aku tahu... hanya bercanda kok!”
Tiba-tiba sebuah mobil putih dengan sirine yang berbunyi terus menerus, dan bertuliskan mobil jenazah berlalu dengan cepat di depan kami.
DEG!
Perasaanku langsung tak enak! Apakah ini... yang dimaksud oleh pandangan tadi?
Innalillahi wa’inalillahi raji’un....” ucap Alliy ketika melihat  mobil putih—ambulan—tadi. “Kira-kira, siapa yang meninggal ya?”
Aku hanya terdiam. Aku teringat akan pandanganku tadi.
PLAK
Aku menampar pipi ku sendiri. Sakit.
Ini bukan mimpi..
Sial. Aku harap, yang ada di ambulan itu bukan—
KRING KRING
HP ku berdering. Ada yang menelepon!
Saat kubuka, ternyata dari ayahku! Maka kuangkat telepon itu dengan takut-takut.
“Ha-halo?” sapaku dengan perasaan tegang.
“Halo? Hana, kau dimana?” ayahku bertanya di seberang sana dengan nada yang agak berbeda.
Shit!
“Aku masih di sekolah, ayah...”
“Cepat ke rumah! Sekarang juga!”
“A-ada apa?”
“Kakek—
DEG!
—meninggal...”
‘Sudah kuduga...’
“Baik, aku pulang sekarang...”
TUT
Telepon pun terputus.
...
Aku hanya diam. Aku tak tahu harus memasang ekspresi seperti apa sekarang. Sedih? Entahlah, aku tak merasa ingin menangis, karena aku sudah menangis secara tidak langsung saat melihat kejadian ini di dalam pandanganku. Shock? Tidak, aku tidak shock. Karena aku sudah pernah melihatnya juga.
Tuhan, rasanya perasaanku kosong. Hampa begini. Aku harus bagaimana?
Aku genggam stir motorku dengan erat. Geram. Aku merasa kesal pada diriku sendiri. Kenapa aku menerima jabatan tangan si aneh Sisil itu?!
Lihat jadinya kan? Aku malah mendapatkan sesuatu yang tak pernah aku inginkan! Melihat kematian orang terdekatku, sebelum waktunya tiba, meski kejadiannya tidak begitu percis.
Aku tak mau! Tapi harus bagaimana lagi? Memang sudah takdirnya begini...
“Hana?”
“Eh, iya Alliy?”
“Telepon dari siapa itu?”
“Ayahku... Dia bilang, kakek meninggal...”
“Hah? Innalillahi wa’inalillahi raji’un... aku turut berduka Hana.... yang sabar ya...” Alliy menepuk bahuku.
Ah, dia memang penuh perhatian.
Tapi aku tak sedih, Alliy!
“Eh iya, Han! Tak terpikirkah olehmu?” tanya Alliy tiba-tiba.
“Apa?” sahutku.
“Rasanya agak sama ya dengan yang kau ceritakan padaku tadi pagi...”
“Ya, mungkin itu pandanganku...”
“Jadi maksudmu, secara tak langsung, kau bisa meramalkan kematian orang-orang terdekatmu?”
“Kurasa begitu...”
“Hmm, ya sudah, sebaiknya kau pulang! Hati-hati mengendarai motornya ya? Perlu kutemani?”
“Ah tak usah, aku bisa pergi sendiri... terima kasih ya...”
Alliy hanya mengangguk dengan senyum manis. Aku pun menancapkan gas, dan langsung melaju ke rumah.
*sesampainya di rumah...*
Aku langsung masuk ke dalam, dan pemandangan yang sudah kukira akan terjadi, memang terjadi.
Lihat? Orang-orang berkerumun menangisi jenazah kakek. Aku hanya datang menghampiri mama yang tengah menangisi kepergian ayahnya—kakek—itu.
Sepertinya, mama terpaksa pulang dari luar kota untuk alasan yang satu ini.
Aku melirik ke arah jenazah kakek yang sudah ditutupi kain kafan dan siap diberangkatkan ke pemakaman ini.
Datar.
Ya, mungkin ekspresiku hanya datar-datar saja. aku tak tahu harus menangis atau bagaimana. Tapi satu yang ada pada hatiku saat ini, adalah rasa kesal.
‘Bodohnya aku...’
~flashback end~
Dan sekarang, disinilah aku. Di pinggir trotoar sambil melihat kecelakaan hebat yang terjadi di jalan raya dekat sekolahku. Dan korbannya adalah sahabat tercintaku, Alliy.
ia meninggal karena kecelakaan antara motor yang ia tumpangi dengan truk ketika hendak menyeberang.
Benar-benar percis seperti dalam pandangan mataku.
Aku lagi-lagi hanya bisa kesal. Tak sanggup menangis.
Aku pun mulai merasakan sakit di leherku. Pertanda bahwa Sisil ada di sekitar sini. Tak lama, aku merasa bulu kudukku merinding. Hawanya berbeda. Pasti Sisil.
Dapat kurasakan ia tersenyum sinis dibelakangku. Dan bisa aku dengar, ia berkata, “Selamat menikmati hadiahmuuuu.....hihihi...”
.
Keep Spirit Up!
Hana-chan


0 komentar:

Posting Komentar