Pemeran-pemeran yang terdapat dalam kisah ini, adalah nick name dari para anggota grup. Dan cerita ini dibuat oleh saya, dengan nick name 'Hana' disini.
Termasuk kisah dan alurnya, semua request dari para anggota grup. Dan apabila kisah ini akan anda pakai, harap cantumkan situs ini. Terima kasih, dan selamat membaca..
.
~*Hana-chan Proudly Presents*~
~*A Random Anime Fanfiction*~
~*Side Story: Whatever You say, I Don’t Care! by Hana-chan*~
~*Rated: T semi M <gore and slight lemon!>*~
~*Genre(s): Adventure, Drama, Fantasy, Friendship, Humor, (slight) Horror, Hurt/Comfort, Mystery, Parody, Romance, Spiritual, Supernatural, Tragedy*~
~*warning! Gaje, abal-abal, typo bertebaran layaknya bintang di langit (?), isinya campur-campur kaya gado-gado (?), OOC sangat, OC, slight yaoi and yuri*~
.
~kelas 2-4~pkl. 07.30~
“Ehem!” pak Shimici memulai pelajaran. *terlambat setengah jam*
“Sebelum aku memulai pelajaran, aku akan memberitahukan dulu nilai ulangan kalian yang kemarin!”
DEG!
Semua jantung anak-anak kelas 2-4 berdebar. Mereka takut jika mereka kena remidi. Karena kalau sudah remidi, Pak Shimici tak akan segan-segan memberikan soal yang 200x lipat lebih sulit dibandingkan ulangan pertama!
Setiap lembar kertas berisikan nilai-nilai ulangan yang penuh dengan portal transparan dibagikan. Namun, ada dua lembar kertas ulangan yang belum dibagikan, dan masih dipegang oleh Pak Shimici.
Seiji bingung. Ia mengangkat tangannya. “Pak, mana milikku?”
“Ini, aku ingin kau yang mengambilnya sendiri...”
“Baiklah...”
SRET
Seiji beranjak berdiri dan bertepatan dengan itu, Satsuki, teman satu kelasnya yang misterius dan berperawakan tampan juga ikut berdiri. Seiji melirik ke arah Satsuki.
“Punyaku juga tak ada Pak...” sahut Satsuki dengan tampang super datar.
“Oh ya, milikmu juga ada padaku, Satsuki!” sahut Pak Shimici.
Maka Seiji dan Satsuki menghampiri Pak Shimici sambil mengambil kertas ulangan mereka di depan dan melihat skornya.
“Kenapa milikku dan si anak misterius ini harus ada padamu? Apakah kami saja yang hanya memiliki skor berbeda dibanding yang lain?” tanya Seiji sambil memperhatikan penilaian gurunya pada ulangan miliknya.
“Siapa yang kau sebut misterius?” perempatan muncul di kepala Satsuki.
“Yah, sebenarnya...” Pak Shimici mulai menjelaskan. “Milik kalian adalah yang tertinggi di kelas. Satsuki, kau sudah lihat kan? Milikmu, 95! Dan Seiji, kau juga sudah lihat kan? Milikmu, 100! Dan yang lain, remidi!”
“APAAA?!” seluruh anak-anak kelas yang tengah duduk di bangkunya masing-masing langsung shock. Bahkan ada yang jatuh pingsan dari bangkunya. Satsuki dan Seiji yang ada di depan kelas hanya memperhatikan dengan sweatdrop.
“Tak ada protes! Penilaian ini sudah seobjektif mungkin!” sahut Pak Shimici.
“Boleh aku berbicara mengenai opiniku disini, pak?” tanya Satsuki.
“Tentu, ada apa?’ sahut Pak Shimici.
“Mungkin pendapatku ini ada yang mewakili perasaan murid lain ada yang tidak... tapi.. aku merasa aneh saja, mengapa hampir di semua mata pelajaran, Seiji selalu mendapatkan nilai yang terbaik? Dalam ulangan akhir semester tahun lalu juga dia mendapatkan peringkat pertama, dan nilai rata-ratanya tertinggi... apa benar semua penilaian ini objektif? Atau jangan-jangan... apa hanya karena ia anak kepala sekolah?”
DEG!
Seiji tertegun. Benarkah? Tapi dia mengerjakannya secara murni dari hasil ia belajar, bukan karena ia anak kepala sekolah! Dia juga tak pernah mencontek, karena dia sendiri saja malas lirik kanan kiri atas bawah. Bahkan Seta saja tak pernah memberikan kunci soal ulangan pada Seiji. Setidaknya, itulah yang Seiji pikirkan saat ini.
Namun bukanlah Seiji kalau dia buru-buru berbicara. Dia hanya diam. Membiarkan Satsuki melanjutkan perkataannya.
Pak Shimici hanya diam. Nampak memikirkan sebuah jawaban yang pas.
“Bagaimana? Aku benar kan?” sahut Satsuki dingin. Sayup-sayup terdengar di deretan bangku murid yang lain, bahwa mereka juga setuju dengan pendapat Satsuki. Seiji semakin merasa muram.
“Hah...” Pak Shimici menghela nafas sejenak. “Janganlah kalian punya pikiran begitu... itu murni hasil Seiji sendiri, tanpa bantuan dari siapapun... dan penilaianku objektif...”
“Apa anda punya bukti?” tanya Satsuki lagi.
“Hmm, begini saja... bagaimana jika saat pulang sekolah nanti, aku berikan tes pada kau dan Seiji? Hanya kalian berdua di kelas ini, dan aku yang akan mengawasi.. bagaimana?”
“Baik, aku setuju... bagaimana Seiji?” tanya Satsuki sambil melirik Seiji.
“Baik, kuterima tantanganmu...” sahut Seiji.
~istirahat~atap sekolah~pkl. 10.00~
“Kenapa kau terima begitu saja, bodoh?! kau kan belum mempersiapkan apa-apa! Bahkan kau sendri tak tahu pelajaran apa yang akan di tes kan nanti kan?!” Hana langsung mengomel tak jelas mendengar cerita Seiji tentang peristiwa di kelasnya tadi.
“Yah, bagaimana lagi.. jika kutarik kata-kataku, nanti mereka benar-benar mengira kalau aku ini dapat nilai sempurna karena ayahku...” ujar Seiji sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
“Makanya, jangan mau jadi anak kepala sekolah sialan itu...” ujar Hiruma datar sambil mengunyah permen karetnya.
“Hiruma! Kau tak boleh bicara begitu tentang kepala sekolah!” sahut Hana memperingatkan. Namun Hiruma tetap cuek.
“Hmm, tapi mengingat Seiji ini dasarnya pintar, pasti dia juga bisa kok mengatasi tes itu...” pikir Inglid dengan senyum manisnya.
“Yah, Seiji kan IQ nya tinggi...” pikir Mizu.
“Hmm, kau pasti bisa...jika kau berhasil, dan mereka masih belum percaya, kami akan senantiasa membantu...” ujar Fuji.
Seiji mengangguk sambil tersenyum.
“Eeto..” Puti ikut berbicara. “Aku juga boleh kan, ikut membantu?”
“Tentu saja! bantuanmu, pasti akan sangat dibutuhkan! Hehehe!” sahut Shujin sambil menyikut lengan Puti.
“Hahha, aku harap, bantuanku bisa berguna.... meskipun, aku sendiri tak tahu bisa membantu apa.. hahaha..”
“Asal ada kau saja, aku sudah senang dan ikut terbantu.. hehe..” ujar Seiji dengan senyum cool nya.
“Terima kasih...” sahut Puti dengan senyumnya.
Hana hanya diam tertegun mendengar pembicaraan mereka.
“Kenapa kau?” tanya Seiji yang menyadari perubahan mendadak pada sikap Hana.
“Eh? Ti-tidak, tidak apa-apa...” sahut Hana sambil memalingkan wajahnya. “Aku ke kelas duluan... semoga berhasil tes nya...” sahut Hana dan akhirnya pergi beranjak meninggalkan lokasi.
Seiji hanya memperhatikan saja dan tetap diam.
~pulang sekolah~pkl. 12.15~kelas 2-4~
Kelas nampak sudah sepi, tinggalah Seiji, Satsuki, dan Pak Shimici di kelas itu. Mereka tengah bersiap untuk tes yang bisa membuktikan kebenaran dari semua hasil terbaik Seiji di sekolah dalam setiap bidang studi. Nampak murid-murid lain juga ada yang ikut menonton dari luar sambil mengintip di jendela.
“Nah, siap?” sahut Pak Shimici sambil memegang dua lembar kertas tes.
“Tunggu sebentar...” Satsuki nampak mengorek-ngorek bangku dan tas Seiji.
“Apa yang kau lakukan?” Seiji sweatdrop dengan sukses.
“Aku hanya memastikan kau tidak curang..”
“Haha, aku tak akan curang..” Seiji tersenyum misterius.
“Hmph, baiklah, tapi aku yakin kau sudah mengingat duluan kunci jawaban tes kali ini, iya kan?”
“Aku tak mungkin bisa... pelajaran apa yang di tes kan saja aku tak tahu...”
“Berarti jika tahu, kau sudah dapat kunci kan? Hah, dugaanku benar!”
“Tidak... sekalipun sudah tahu, aku akan mencoba belajar semampuku, tidak mencoba mencari kunci...”
“Aku tak percaya...”
“Kita buktikan sekarang...”
Maka Seiji dan Satsuki mulai mengerjakan soal tes mereka masing-masing.
...
5 menit pertama, mereka tak terlihat memiliki kesulitan apa-apa.
...
10 menit kemudian, Satsuki mulai sedikit berkeringat (?).
...
15 menit berikutnya, Seiji mulai menggigiti pensilnya.
...
20 menit kemudian, Satsuki mulai melihat ke langit-langit, merenungkan jawaban.
...
25 menit kemudian, Seiji menghitung kancing bajunya.
...
30 menit berikutnya, Satsuki dan Seiji mulai terlihat suram.
...
5 menit terakhir, mereka mulai banyak berdoa.
...
“Baik, kumpulkan!”
Dengan semangat yang benar-benar sudah down, Seiji dan Satsuki memberikan pekerjaan tes mereka pada Pak Shimici.
Mereka kembali duduk di bangku, dan menunggu hasil tes dengan tampang benar-benar suram.
“Sepertinya Seiji tidak cukup percaya diri dengan tes nya kali ini.. memangnya seperti apa sih soalnya?” pikir Puti.
“Pasti soalnya seperti remidi! 200x lipat lebih sulit dari biasanya!” pikir Fuji serius sambil asyik mengutak-ngatik earphone nya.
“Jangan-jangan kau sudah biasa remidi..” pikir Hana sweatdrop.
“Yah, begitulah.. aku langganan.. hahaha..”
“Dasar aneh..”
“Oh iya, mengingat Seiji dan Satsuki tak pernah remidi, pasti soal seperti ini sangat asing bagi mereka...” pikir Mizu.
“Dan ada kemungkinan, dia mendapat nilai portal sialan.. kekeke...” kekehan Hiruma terdengar.
Nampak teman-teman yang lain juga ikut sibuk berbincang sambil tetap mengintip dari balik jendela.
SRET
Pak Shimici mulai berdiri, dan nampaknya dia sudah selesai mememeriksanya.
“Kalian berdua... aku tak menyangka..” ia mulai berkomentar.
“Tak kusangka.. kalian... mendapat nilai...”
JRENG JRENG
“NOOOL!!!!!”
Seiji dan Satsuki terbelalak. “A-apa?!” sahut mereka berdua.
“Sudah kuduga kan.. kekeke...” kekehan Hiruma semakin menjadi.
Yang lain sweatdrop dan ada juga yang kaget tak percaya.
“Yah, tapi mengingat ini hanyalah tes untuk pembuktian, aku rasa tak perlu ada remidi.. karena soal ini saja memang sudah soal remidi.. hahaha...”
Seiji dan Satsuki sweatdrop dengan sukses.
“Pantas saja sulit...” pikir Satsuki dan Seiji.
“Yosh, dengan begitu terbukti kan? Penilaianku terhadap Seiji objektif selalu..” sahut Pak Shimici menuju ke inti.
“Aku masih belum percaya...” sahut Satsuki. “Aku butuh bukti lain.. bisa saja ia hanya berakting kan?”
“Laki-laki itu...” Hana nampak sudah sepanas api.
“Hana, perlu es?” tawar Inglid.
“Dia perlu air!” ujar Puti dan malah bersiap untuk berubah! “Ring! Blow—umph!!”
Mulut Puti langsung diberi selotip oleh Fuji. “Bukan waktu dan tempat yang tepat...” pikir Fuji dan yang lain sweatdrop—lagi—.
“Kau perlu bukti apa lagi? Aku sudah bingung bagaimana membuktikannya padamu..” pikir Pak Shimici bingung.
“Aku butuh bukti se-otentik mungkin...” sahut Satsuki dingin.
“Kau ini keras kepala.. harus bagaimana lagi aku membuktikannya?” sahut Seiji yang kelihatannya juga sudah mulai sebal.
“Kenapa? Kau keberatan jika aku menanyakan bukti? Kalau kau tak mau repot, cepat bilang yang sejujurnya dari awal, agar murid lain mendapat keadilan disini...”
“Aku sudah jujur, aku tidak mengurangi atau bahkan menambahkan apa yang kukatakan...”
“Aku tak begitu percaya...”
“Lalu aku harus bagaimana? Hah..”
“Ya buktikan, kalau kau selama ini jujur..”
“Kau—“
BRAK!
‘KAU ITU! BENAR-BENAR SEENAKNYA!!” Hana nampak membuka pintu dengan kasar sambil membawa emosi yang begitu berapi-api.
“Ha-Hana..” Seiji kaget ditambah sweatdrop.
SRET
Hana menarik kerah baju Satsuki.
“Dengar ya, Seiji itu sudah benar-benar jujur, dan selama ini ia selalu tuntas dalam setiap pelajaran, itu karena IQ nya tinggi!! Dan kenapa kau harus membawa-bawa nama kepala sekolah hah?! Apa karena dia anak kepala sekolah?! Dan sekarang dia sudah membuktikan padamu, bahwa ia jujur, tapi apa responmu?! Kau malah seperti itu, seolah-olah mencoba mempermainkan dia!! Tak tahukah, kau?! Aku sangat amat emosi melihat tingkahmu yang SOK itu! Coba sekarang kau bayangkan jika kau jadi Seiji, apa kau bisa sesabar dia, hah?! Kau bahkan tak tahu apa yang dia rasakan saat ini kan?! Dia saja pasti sudah sebal padamu yang meminta hal berlebihan!!”
Nampak Hana berhenti mengoceh sejenak sambil mengatur nafas dan emosinya.
“Lalu?”
“Eh?” Hana kaget dengan respon Satsuki yang datar.
“Lalu apa urusannya denganmu? Dia yang aku tantang, tapi kau yang sibuk sendiri.. kenapa? Kau tak suka, dia aku ganggu?”
‘A-aku bukan bermaksud begitu! Aku hanya menjadi penengah disini!”
“Dan apakah menurutmu ocehanmu itu berpengaruh padaku?”
“Etto..”
“Tidak sama sekali..”
“Eh?!”
“Aku butuh bukti, bukan ocehan..”
“OK!! Kalau kau butuh bukti, aku menantangmu mengerjakan soal remidi Pak Shimici yang lain!! Jika aku menang, kau harus mengakui, kalau Seiji itu benar-benar jujur selama ini!! Bagaimana?!”
“Baik.. besok sepulang sekolah, tepat di kelas 2-4...”
“DEAL!!”
Maka Hana pergi keluar meninggalkan kelas 2-4 dan berjalan ke atas atap dengan sungut-sungut.
Inglid dan Mizu mengikuti Hana.
~atas atap~
“Hana, kau yakin dengan keputusanmu? Satsuki itu anaknya diatas rata-rata, apa kau yakin bisa?” tanya Inglid cemas. Atau mungkin tepatnya meragukan.
“Entahlah.. aku terbawa emosi tadi, jadi aku malah fine-fine saja...”
“Dasar bodoh, kalau kau sampai gagal, bagaimana nasib Seiji nanti?!” Mizu nampak emosi.
“Yah, terpaksa malam ini aku harus belajar mati-matian... hahaha...”
“Jangan terlalu memaksakan..” Inglid mengingatkan.
“Tenang saja, aku pasti bisa...” Hana mengedipkan sebelah matanya. Pertanda ia yakin.
~malam harinya~pkl. 20.00~
Nampak meja belajar Hana yang biasanya kosong melompong, penuh dengan buku kali ini.
“Aku harus bisa mengingat dan memahami semua pelajaran ini.... aku tak suka pada orang yang sok seperti si Satsuki itu!” gumam Hana sambil mencoba mengerjakan soal-soal.
TOK TOK
Pintu terdengar diketuk pelan.
“Masuk saja, tak dikunci...” ujar Hana sambil tetap serius mengerjakan soal.
“Hana...” ternyata Seiji. Tapi Hana tetap serius belajar.
“Err.. maaf jadi melibatkanmu juga..”
“Tak apa.. lagi pula, aku memang tak suka juga dengan anak itu...”
“Yah, tapi yang ku khawatirkan, jika kau kalah, nanti kau kan bisa sangat dipermalukan...”
“Tak apa... asalkan aku bisa membuktikan kesungguhanku pada anak itu..”
“Emm, kau tahu... aku bingung, kenapa kau sangat tempramen tadi siang.. padahal secara logis, itu kan urusanku dengan dia...”
“Eh?”
Hana berhenti menulis sejenak.
“Oh, maaf! Aku tak bermaksud mengganggumu...”
“Tak apa... lagi pula, aku senang, pada akhirnya, aku bisa berguna juga untukmu, Seiji...”
“Apa?”
“Selama ini, kalian semua sering menganggapku tidak berguna.. tida dapat membantu, dan selalu merepotkan.. aku ingin, aku tidak dipandang sebelah mata lagi oleh kalian.. terutama.. olehmu, Seiji..”
Seiji tersenyum kecil. “Begitu..”
“Jadi, aku juga akan mencoba yang terbaik, agar aku bisa buktikan pada kalian, bahwa aku juga bisa membantu...”
“Bantuanmu pasti akan sangat bermakna kali ini...”
“Mungkin...”
GREP
Seiji memegang kedua bahu Hana dari belakang.
“S-Seiji, apa yang—“
Perlahan, Seiji menggerakkan tangannya. Dan ia mulai memijit bahu Hana.
“Seiji...”
“Tak apa kan? Atau kau mau menyebutku pervert lagi hanya karena memijit bahumu?”
“Bodoh...”
“Iya, aku memang selalu bodoh di depanmu...”
“Pfft, dasar kau ini..sudah, lebih baik kau kembali ke kamar... kalau ada yang tahu kau disini, kita bisa dimarahi..”
“Ijinkan aku membantumu, karena kau juga sudah membantuku...”
“Tes nya saja belum.. hehe..”
“Tapi kau pasti kelelahan kan?”
“Yah, lumayan..”
“Tak ada salahnya kan jika kupijiti?”
“Terserahmu lah.. pervert...”
“Ah, kenapa dibilang pervert lagi?”
“Karena kau pervert!”
“Uh, dasar tempramen!”
“Sudah, pijat yang benar saja! hahaha!”
“Baik, nona muda!”
“Kau berlebihan...”
Dan malam itu, Hana menghabiskan waktu belajarnya dengan sangat menyenangkan bersama Seiji yang sempat di dalam kamarnya selama kurang lebih satu jam.
~esok harinya~pkl. 12.15~kelas 2-4~
“Jadi, bagaimana? Kalian siap?” tanya Pak Shimici memulai tes.
“Aku siap...” ujar Satsuki.
“Siap...” ucap Hana.
Maka Pak Shimici memberikan tes nya, dan babak penentuan pun dimulai!
*15 menit kemudian...*
Nampak Hana dan Satsuki mulai tegang. Keduanya mencoba meningkatkan konsentrasi.
*30 menit kemudian...*
Hana mula agak bingung, begitu juga Satsuki.
“Kumpulkan!” sahut Pak Shimici yang tiba-tiba dan sukses membuat mereka shock.
Maka Hana dan Satsuki mengumpulkan kertas tes mereka.
Terlihat tak lama kemudian, Pas Shimici mulai memeriksa hasil pekerjaan mereka satu persatu.
“Hmm...” ia nampak merengut. Perasaan tak enak menyergapi Satsuki dan Hana.
“Satsuki... Hana..”
“Iya pak?” sahut yang bersangkutan.
“Akan kuumumkan skornya...”
DEG DEG
“Satsuki... dua puluh...”
“APA?!” Satsuki pingsan dengan indahnya. *hal yang sangat jarang dilakukan olehnya*
“Dan Hana...”
GLEK
“Dua puluh...”
“Sudah kuduga..”
“Satu...”
“Eh?”
“Kau mendapat dua puluh satu...”
“I-itu berarti, skorku lebih tinggi dibandingkan dia?!”
“Ya, bisa dibilang begitu...”
“Waaaaah!” Hana menghadap Satsuki yang tengah terkapar. “Satsuki... aku minta perjanjian kita...”
“Baiklah...” Satsuki perlahan berbicara. “Seiji sudah jujur, dan aku mengakui hal itu...”
“Bagus!”
Dan seiring dengan berjalannya waktu, Satsuki dibawa ke UKS karena shock akan nilainya yang bisa dikalahkan satu angka oleh seorang murid yang kemampuannya rata-rata.
Hana menghampiri Seiji yang berdiri di ambang pintu dengan senyum penuh arti. Hana menyikut lengan Seiji. “Kau berhutang padaku...”
“Kubayar nanti..”
“Setuju..”
~atap sekolah~pkl. 15.00~
Seiji tengah berdiri menatap langit-langit dengan tampang datar. Hingga tak lama kemudian, Hana datang menghampiri.
“Disini kau rupanya, tuan muda..”
“Jangan panggil begitu..”
“Kenapa? Apa itu salah?”
“Tidak.. hanya, aku teringat akan sesuatu yang tak pernah mau aku ingat lagi..”
Hana terbelalak. Ia merasa teringat dengan cerita Seta tempo hari. Mengenai bagaimana Seiji bisa menjadi ‘anak’ Seta.
Ia memutuskan untuk bungkam mulut.
“Maaf..” ujar Hana pada akhirnya.
“Tak apa...”
“Hm..”
“Kau tahu?”
“Eh?”
“Kau tak perlu membantuku untuk memberikan bukti yang jelas pada Satsuki.. padahal aku punya caraku sendiri...”
“Aku pun pada awalnya tak berniat membantumu, hanya saja, aku terbawa emosi pada anak itu, makanya aku keceplosan.. hahaha..”
“Makanya lain kali jangan ceroboh..”
“Iya iya, bawel..”
“Tapi... jujur saja, sebenarnya mau apapun yang Satsuki katakan, aku tak pernah ambil pusing.. tantangan yag ia berikan padaku saja, aku terima karena iseng... bukan benar-benar ingin membuktikan padanya...”
“Kau ini benar-benar merepotkan orang lain..”
“Salalhmu sendiri, bicara saja ceroboh sekali... lain kali, tak usah sok pahlawan..”
Hana tertegun. Tega sekali Seiji mengatakan hal itu padanya. Hana menunduk muram. Ternyata bantuannya untuk Seiji tetap tidak berarti apa-apa.
Seiji membalikkan badannya. “Oi, Hana.. ayo kita ke asrama.. ayah meminta kita berkumpul tadi untuk membicarakan strategi penyerangan yang baru..”
“Baik...” maka Hana mengikuti langkah Seiji pergi.
‘Ternyata.. sia-sia saja...’
~*TO BE CONTINUED*~
.
Keep Spirit Up!
Hana-chan
0 komentar:
Posting Komentar