Pemeran-pemeran yang terdapat dalam kisah ini, adalah nick name dari para anggota grup. Dan cerita ini dibuat oleh saya, dengan nick name 'Hana' disini.
Termasuk kisah dan alurnya, semua request dari para anggota grup. Dan apabila kisah ini akan anda pakai, harap cantumkan situs ini. Terima kasih, dan selamat membaca..
.
~*Hana-chan Proudly Presents*~
~*A Random Anime Fanfiction*~
~*Tears of Love by Hana-chan*~
~*Rated: T semi M <gore and slight lemon!>*~
~*Genre(s): Adventure, Drama, Fantasy, Friendship, Humor, (slight) Horror, Hurt/Comfort, Mystery, Parody, Romance, Spiritual, Supernatural, Tragedy*~
~*warning! Gaje, abal-abal, typo bertebaran layaknya bintang di langit (?), isinya campur-campur kaya gado-gado (?), OOC sangat, OC, slight yaoi and yuri*~
Hana-chan
.
~koridor asrama~pkl 18.30~
“Kekekeke, dasar kepala geng sialan! Jangan kau pikir kau bisa mengalahkanku!” kekehan Hiruma terdengar.
“Hah! Kau pikir aku akan kalah hanya dengan siswa baru yang punya modal gigi runcing? Keh, lelucon yang basi!” Shujin nampak sedang berdebat dengan Hiruma.
Ketika perdebatan antara Shujin dan Hiruma sedang panas-panasnya, seorang siswi yang hendak menuju ke kamarnya dihadang oleh Shujin. Otomatis, siswi itu takut dan gemetaran.
“Bayar pajak!! Kau masih menunggak tiga hari!!” bentak Shujin.
“T-tapi… a-aku…. Aku tak ada uang…”
“Cepat berikan!!”
“B-baik baik!! I-ini!”
Siswi tersebut akhirnya dengan berberat hati memberikan uang yang tersisa di kantungnya pada Shujin. Shujin menerimanya dengan penuh kemenangan, dan akhirnya membiarkan siswi naas itu kembali ke kamarnya.
“Lihat?” Shujin memperlihatkan uang yang ia dapat dari siswi tadi pada Hiruma. “Aku bisa dengan mudah mendapatkan uang! Hahaha!”
“Kekekeke, itu belum apa-apa…” Hiruma menanggapi dengan seringainya.
Tiba-tiba, seorang siswa yang hendak menuju ke kamarnya, dihadang oleh todongan senjata dari Hiruma.
Siswa tersebut langsung angkat tangan.
“Lima ribu yen saja..” ujar Hiruma dengan seringai yang tak pernah lepas.
“B-baiklah, baik baik! Ini! Ambil saja semuanya! Aku lebih sayang nyawaku daripada uangku!!”
Siswa tersebut memberikan seluruh uangnya pada Hiruma dan kabur ke kamarnya.
“Kekekeke, lebih mudah, dan tak harus memakai otot sepertimu, kepala geng sialan!” ucap Hiruma sambil menghitung jumlah uang yang ia dapat.
Shujin geram. Merasa tersaingi oleh Hiruma.
Sementara Hana, Seiji, Inglid, Mizu dan Fuji hanya memperhatikan dengan sweatdrop.
“Mereka akan menjadi tim yang kompak..” pikir Inglid.
“Iya, cepat atau lambat, mereka pasti akan segera akrab…” ujar Hana.
Hiruma melihat ke arah jam tangannya. “Manajer Sialan!”
Hana tersontak kaget. “I-iya?”
“Ayo! Waktunya latihan!”
“B-baik!”
Maka Hiruma dan Hana pun pergi untuk berlatih amefuto.
“Aku duluan ya… ada urusan…” sahut Seiji yang kemudian pergi juga.
“Sebaiknya kita pergi juga…” pikir Fuji yang kemudian disetujui oleh yang lain.
Akhirnya koridor yang awalnya ramai menjadi tenang dan sepi kembali.
~lapangan amefuto~pkl. 19.00~
DRRRRRT DRRRRT!
“Lari lebih cepat, teri-teri sialan!!” teriak Hiruma sambil menembakkan peluru AK-47 miliknya ke udara.
“Hiruma!” Hana merebut AK-47 milik Hiruma secara paksa. Perempatan otomatis muncul di kepala Hiruma.
“Kau ini apa-apaan, Manajer Sialan!?”
“Kau yang apa-apaan! Suruh lari sih suruh lari, tapi bukan berarti harus sambil ditembak-tembaki juga! Kasihan mereka! Sudah lari 100 keliling lebih, ditambah tembakan-tembakanmu itu, mereka jadi tertekan!”
“Tertekan? Kekeke, tidakkah kau bisa lihat betapa gembiranya hati mereka? Kekekke…”
“Mereka itu tersiksa, Hiruma!”
“Asal kau tahu ya, Manajer Sialan….”
“Apa?”
“Aku memang sengaja melakukan ini, agar mereka semua disiplin!!”
“Tapi bukan begini juga—“
“Diam!! Inilah satu-satunya cara agar mereka semua mau berlatih keras!!”
“I-iya… aku mengerti..”
Hana pun akhirnya diam, dan Hiruma mengambil kembali AK-47 miliknya dan kembali ke lapangan. Hana hanya duduk di bangku cadangan dan memperhatikan jalannya latihan sambil sesekali mencatat perkembangan latihan tiap pemain.
Dan tak lama kemudian, Seiji yang sedari tadi memperhatikan jalannya latihan, datang dan menghampiri Hana. Ia duduk di sebelah Hana yang tengah sibuk mencatat.
“Hana..”
“Eh?!” Hana tesontak kaget. “S-Seiji! Aduh, jangan buat aku kaget!”
“Maaf..”
“Ada apa? Ini sudah malam, kenapa kau tak segera ke kamar? Apa jangan-jangan ada vampire menyerang lagi?!”
“Tidak, bukan…”
“Lalu?”
“Apa kau yakin?”
“Soal apa?”
“Soal ikut klub amefuto ini..”
“Sebenarnya… aku sendiri pun tak yakin, tapi…”
“Tapi?”
“Tapi aku tak ada pilihan lain… jika tidak begini, kita kan tak akan mungkin mendapat anggota baru sehebat Hiruma…. Belum tentu ada orang lain yang bisa menandingi kehebatan dia sebagai penyihir..”
“Aku tahu… tapi…”
“Kenapa sih? Kau tak suka aku ikut klub amefuto?”
“Bukan begitu.. hanya saja, waktu kita untuk diskusi soal strategi memusnahkan para vampire jadi bekurang! Pikirkan soal masa depan AWS!”
“Iya Seiji, aku juga tahu itu! Tapi masa depan AWS juga tak akan bisa diraih jika Hiruma tak ada kan? Maka dari itu, aku juga melakukan ini demi masa depan AWS!”
“Jika sampai kau terlalu lelah gara-gara latihan ini, dan kau jadi lengah saat menghadapi vampire-vampire itu, jangan salahkan aku jika aku tak menolongmu!”
Seiji pun berdiri, dan beranjak pergi dari bangku cadangan itu menuju kamarnya.
“Iiiih! Dasar Seiji!! Menyebalkaaaaaan!!” Hana tanpa sadar merobek-robek catatan latihan tim. “Eh? Waaah, gawat!!” Hana buru-buru mencatat ulang hasil latihan tim yang tadi ia robek di kertas yang baru.
*beberapa lama kemudian…*
Latihan telah usai. Hana tengah membereskan ruang klub yang berantakan bagai kapal pecah. Sedangkan Hiruma hanya asyik mengetik sesuatu yang entah itu apa di laptop VAIO nya.
“Hiruma…” Hana membuka percakapan kecil mereka.
“Hn…”
“Bantu aku membereskan semua ini! Jangan hanya mengetik sesuatu yang tak jelas!”
“Berisik! Kau pikir aku mengetik sesuatu yang tak berguna?! Aku juga sibuk bekerja!”
“Apa yang kau kerjakan, hah?! Lagipula jika kau ingin mengerjakan sesuatu yang begitu penting, kenapa tak kau kerjakan di kamar asrama?! Untuk apa kau berdiam disini malam-malam begini?”
“Kekekke, padahal tadinya, niatku itu baik.. ingin menemanimu, agar kau tak ketakutan sendiri disini.. tapi berhubung kau sendiri yang mengusirku, ya aku akan dengan senang hati pergi dari sini! Kekekeke…”
“Pergi ya pergi saja! Untuk apa aku takut? Lagipula tak ada gunanya juga kau disini jika kau tak membantuku sama sekali!”
“Baiklah… itu maumu!”
Hiruma membereskan tas nya, dan—
BLAM
—pintu klub pun tertutup seiring dengan kepergian Hiruma yang tetap meninggalkan seringainya.
….
Hening…
Hana kembali membersihkan ruangan klub yang hancur berantakan. “Huh, apa anak laki-laki harus selalu sejorok ini? Bikin repot saja…” gumam Hana sambil mengambil lap yang ada di atas kulkas.
“Lap saja ada diatas kulkas… haduh, ini benar-benar kapal pecah..” ujar Hana sambil kemudian mengelap kaca.
….
Suasana benar-benar hening. Sangaaaaaaaat hening.
Yang terdengar hanya suara burung hantu diluar peliharaan siswi misterius di AWS dari kelas 2-1—yang entah kenapa diijinkan untuk membawa peliharaan ke sekolah—. Rasanya benar-benar mencekam suasana saat itu.
Mungkin saja dalam kondisi begini…tiba-tiba knop pintu berbunyi…. Lalu ada suara langkah kaki seseorang mendekat…
Kemudian suara langkah kaki itu terdengar semakin dekat… aura semakin mencekam…
Makin dekat….
Lebih dekat…
Suaranya lebih jelas….
Makin terdengar jelas…
Dan tiba-tiba suara langkah itu terhenti tepat di belakang Hana…
Hening sesaat hingga akhirnya ada suara—
“Manajer Sialan!!”
“KYAAAAAAAAAAAAA!!!!”
PLUK
Lap yang Hana genggam dengan gemetaran terlempar ke belakang, dan mendarat tepat di wajah sang setan—ralat—Hiruma.
Hana berbalik menatap Hiruma yang tengah geram karena sembarangan melempar lap kotor pada wajahnya.
Wajah Hana nampak pucat dan ia jatuh terduduk diatas lantai sambil menyenderkan tubuhnya ke dinding.
“M-Maaf, Hiruma..” Hana menunduk lesu sekaligus merasa bersalah.
“Dasar manajer bodoh…” ujar Hiruma sambil melemparkan lap tadi ke sembarang tempat.
“A-ano… a-aku coba bereskan lagi ruang klubnya—“
“Tak perlu, besok lagi saja…”
“Tapi—“
“Ini sudah malam, Manajer Sialan..”
“Tapi…tapi ruangannya kotor dan.. dan juga—“
“Kau saja gemetaran begitu, bagaimana bisa kau membereskan semua ini? Sudah, kembali saja ke asrama… lagipula, ini baru hari pertamamu menjadi manajer, jadi kurasa tak ada salahnya jika kau kuberi keringanan dulu hanya untuk kali ini…”
“T-tak apa, Hiruma… a-aku baik-baik saja.. aku hanya agak shock… haha..hahaha…”
GREP
Hiruma menarik tangan Hana dengan paksa, dan menyeret Hana keluar ruang klub.
“H-Hiruma, lepas!” Hana memberontak.
“Baru kali ini aku menemukan manajer yang keras kepala sepertimu.. diberi keringanan malah tidak mau…” sahut Hiruma sambil terus menyeret dengan tampang datar.
“Tapi ruangannya—“
“Lupakan ruangan sialan itu! Kalau perlu, kita hancurkan saja, dan buat ruangan baru! Kekeke…”
“Jangan bercanda! Mana mungkin bisa!”
“Kau ini benar-benar berisik..”
“Huh, siapa juga yang pertama kali memulai ini semua? Menyebalkan..”
Tanpa sadar, Hana sudah berjalan seperti biasa disamping Hiruma dan tidak nampak seperti diseret-seret. Dan baru Hana sadari, ternyata tangan Hiruma masih mencengkeramnya erat.
“A-ano.. Hiruma…”
“Hn..”
“Tanganmu…”
“Kenapa?” seringai muncul diwajahnya.
“L-lepas, nanti orang bisa salah sangka!”
“Salah sangka bagaimana?”
“I-iya, salah sangka pokoknya!”
“Hoo, kau takut orang-orang sialan itu menganggap kita jalan berdua sambil berpegangan tangan? Sepertinya, akan jadi gosip yang menarik.. kekeke…”
“Jangan bercanda kamu! Aku tak suka dilanda gosip! Apalagi dengan orang sepertimu!”
“Hmm, masa iya?”
“Berhenti bicara hal menjengkelkan begitu!”
Akhirnya mereka terus berdebat hingga mereka sampai di asrama.
Sementara itu, seorang anak laki-laki nampak memperhatikan terus gerak gerik Hana dan Hiruma dengan tatapan menyeramkan dan aura gelap dibaliknya.
~esok harinya~atap sekolah~pkl.10.00~
Hana tengah berjalan menaiki anak tangga yang menuju ke pintu atap sekolah. Namun sebelum tepat ia benar-benar membuka pintunya, ia mendengar sayup-sayup suara Seiji dan Puti!
Otomatis, ia mengurungkan niatnya dan memutuskan untuk menguping.
“Puti, maaf aku memanggilmu tiba-tiba kemari…” Seiji nampak memulai pembicaraan.
“Tak apa, memangnya ada apa?” tanya Puti dengan senyum manisnya.
“Ada…yang ingin kubicarakan..”
“Apa itu, sayang?”
“Kumohon, jangan panggil aku sayang lagi..”
Puti hanya tersenyum.
Seiji heran dengan sikap Puti yang seharusnya terkejut dengan kalimatnya.
“Puti, aku—“
“Kau ingin minta putus kan?”
DEG
Jantung Hana dan Seiji berdegup kencang dalam satu hentakan saat mendengar kalimat Puti.
‘Darimana ia tahu?’ batin Hana heran sambil terus berusaha menguping dengan baik.
“Puti…darimana kau…” Seiji nampak bingung.
“Kau tak perlu tahu aku tahu darimana…” Puti mengalihkan pandangannya melihat pemandangan dari atas atap dengan semilir angin yang berhembus pelan. Menambah suasana jadi semakin tidak enak.
“Maaf, Puti.. ini, keputusanku…”
“Tak apa, aku mengerti… mungkin memang aku sendiri juga yang terlalu mengekangmu… dan jujur saja, aku memang tertarik karena kau tampan, baik, dan kau juga anak kepala sekolah… kupikir akan sangat keren jika murid sepertiku bisa diterima cintanya olehmu… tapi ternyata, selama ini kau hanya bermain-main ya denganku…”
“Tidak Puti, aku tak bermaksud begitu…”
“Kau tak perlu menyembunyikan apa-apa lagi dariku, Seiji..”
“Tidak, sungguh Puti,aku memutuskanmu, karena aku baru menyadari sifatmu yang terus mengekangku belakangan ini…”
“Begitu…”
“Maaf… tapi jujur, aku juga tak tahan dengan sikapmu..”
“Yah, lagipula, mungkin emmang begini takdir kita… maaf sudah membuatmu merasa tertekan, Seiji..”
Puti pun pergi meninggalkan Seiji dan berjalan menuju pintu. Hana lekas bersembunyi, hingga akhirnya ia memastikan Puti benar-benar pergi. Kemudian, ia menghampiri Seiji yang tengah bersender di pagar atap sekolah.
“Seiji!” Hana memulai pembicaraan.
“Hoo, hei Hana..” Seiji menyapa Hana kembali dengan tampang yang seakan-akan habis tidak terjadi apa-apa.
“Seiji, apa-apaan kau? Kenapa kau memutuskannya sekarang?!”
“Menunggu dia selingkuh rasanya lama.. dan lagipula, belum tentu juga ia berani selingkuh kan? Aku yakin, ini yang terbaik untuk kami berdua..” Seiji tersenyum.
“Tapi… Seiji… kau tak lihat, betapa sedihnya dia?”
“Kau tak akan pernah mengerti sudah sejauh mana hubungan kami selama ini..”
“Maksudmu?”
“Sudahlah..”
PUK
Seiji menepuk kepala Hana. “Kita tak perlu membahasnya lagi…” Seiji mengedipkan sebelah matanya pada Hana.
“Pervert..” gumam Hana sambil memalingkan wajahnya.
“Sudah, ayo kita ke kelas.. sebentar lagi masuk…” Seiji melangkah masuk ke dalam gedung.
“Eh? Oh, iya! Tunggu aku, Seiji!” Hana berlari pelan mengejar Seiji, dan mereka berdua kembali ke kelas masing-masing.
‘Seiji… apa alasanmu yang sebenarnya?’ batin Hana bertanya-tanya selama perjalanan ke kelas.
*skip time…*
~ruang kepala sekolah~pkl. 12.45~
CKLEK
Seiji membuka pintu ruangan ayahnya tersebut. “Hei ayah..”
Seta yang tengah menulis sesuatu menghentikan aktivitasnya sejenak. “Oh, hei Seiji…”
“Sedang apa?” tanya Seiji sambil duduk di sofa dekat rak buku dan melonggarkan dasi sekolahnya.
“Hanya sedang menulis agenda harian… tumben sekali kau kemari tanpa ada alasan penting?”
“Memangnya aku tidak boleh ya mengunjungi ayahku sendiri?”
“Ya… boleh saja, tapi rasanya tetap ada yang aneh..”
“Yah, mungkin ayah bisa katakan begitu…”
Seiji membaringkan dirinya di sofa itu dan memandang langit-langit ruang kepsek dengan tatapan datar.
Seta berjalan mendekati anaknya itu sambil bertolak pinggang. “Wah, wah… sepertinya aku tahu apa masalahmu, Seiji..”
Seiji melirik ayahnya. “Apa?”
“Putus cinta kah?”
“Heh, kau bisa membaca karakterku ternyata…”
“Jadi, kapan tepatnya kau putus dengan sang ratu basket itu, eh?”
“Tadi, saat jam istirahat, aku memutuskan hubungan kami…”
“Kalau kau yang memutuskan, seharusnya kau tak perlu jadi muram kan?”
“Aku memang tak begitu memikirkan hal itu, ayah…”
“Lalu?”
“Alasan lain aku memutuskan Puti, karena akhirnya aku benar-benar menautkan hatiku pada seorang gadis.. gadis lain, yang lebih baik darinya…”
“Oh ya? Siapakah gadis yang beruntung itu? Hehe..”
“Dia adalah….”
*skip time…..*digeplak*
~malam harinya~ pkl. 20.00~
Hana tengah asyik mengutak ngatik HP miliknya di tempat tidur. Ia membuka galeri, dan tak sengaja menemukan foto ia dan Seiji yang tengah difoto di taman belakang sekolah.
“Ini saat aku baru menjadi anggota agen penyihir rahasia…” Hana tersenyum sendiri melihat foto itu. “Saat itu, Seiji memaksaku berfoto bersamanya, sebagai tanda bahwa anggota pertama sudah ia rekrut..”
Hana terus memperhatikan foto itu. “Kenapa ia berani memutuskan Puti ya? Sayang sekali, padahal Puti benar-benar gadis yang sempurna… memang bodoh dia itu! Dasar Seiji bodoh!”
FLOP
Hana menutup HP flip flop miliknya dan memasukkannya kembali ke saku. “Apa alasan sebenarnya ia memutuskan Puti? Aku yakin, alasan yang utama bukan karena dikekang… kira-kira apa ya?”
Tengah asyik-asyiknya melamun—
BRAK!
—pintu didobrak oleh—
“Seiji, sudah berapa kali aku bilang—“
“Seiji?”
Ternyata itu Inglid.
“Aku Inglid, bukan Seiji!”
“Oh, m-maaf! A-aku pikir Seiji, karena yang biasa mendobrak pintu itu Seiji..”
“Tak ada waktu lagi, para vampire sudah kembali menyerang!”
“Apa?!”
“Kita harus cepat!”
“Hu’um!”
Maka Hana dan Inglid pergi menuju gerbang depan sekolah.
~depan gerbang~
“Kalian terlambat!” ujar Seiji dan yang lain.
“P-Puti?!” Hana tersontak kaget saat melihat Puti tengah ditahan oleh seorang vampire yang nampak asing. Dan disebelah vampire itu, ada Prem, vampire yang menyerang mereka kemarin lusa. “Beraninya kau!!”
“Seiji! Tolong aku!!” teriak Puti sambil meronta dalam tahanan vampire asing itu.
“Gawat, Puti dalam bahaya besar.. kenapa tak kau coba menyelamatkannya, bodoh?!”Hana menyalahkan Seiji.
“Aku sudah mencoba, tapi ia terlalu kuat!” sahut Seiji dengan tak kalah membentak.
“Ya sudahlah, yang penting sekarang kita harus memikirkan bagaimana caranya agar kita bisa menyelamatkan Puti!”
Semua pun kembali fokus ke kedua vampire itu.
“Schyte…” sahut Prem pada rekannya.
“Iya?”
“Biar kutahan dia… kau musnahkan mereka, bantu aku membalaskan dendam dari sang setan..”
“Baiklah…” Schyte memberikan Puti pada Prem dengan cekatan, agar Puti tak memiliki celah untuk kabur.
“Lepaaaas!! Kau pikir kau ini siapa, hah?! Berani-beraninya kau menahanku!!” sahut Puti sambil memberontak dalam tahanan Prem.
“Diam! Dewa kematian pasti akan membunuhmu untuk hal ini!” sahut Prem yang tidak menghilangkan kebiasaan religiusnya.
“Awas, tahan dia yang kuat, atau dia bisa lolos..” ujar Schyte sambil mengambil tongkat sihir miliknya.
“Kau tak usah mengejekku! Aku bisa menahan dia lebih baik daripada kau!” ujar Prem dengan agak sebal.
“Baiklah kalau begitu…” Schyte menodongkan tongkat sihirnya pada para agen penyihir rahasia. “Mari, kita mulai upacara pembalasan dendam ini…”
“Semuanya, menyebar!!” perintah Seiji, yang kemudian akhirnya semua penyihir menyebar ke berbagai sisi, dan berhasil mengelilingi Schyte di udara.
“Kekeke, sesama setan jangan saling mendahului!” kekehan Hiruma terdengar ketika ia menodongkan 1000 shot gun dan 20 AK-47 ke arah Schyte.
Schyte tetap diam di tempatnya, dan hanya melirik Hiruma saja.
TREK!
Hiruma menarik pelatuk senapannya, dan—
DUARR!!
—bola api raksasa yang menyatu dari semua senjata Hiruma mendekati Schyte hingga menimbulkan aura yang panas di sekitarnya.
Schyte hanya menatap datar pada bola api raksasa itu dan menodongkan tongkatnya.
“Musnah!” ucap Schyte sambil mengarahkan terus tongkatnya pada bola api tersebut.
Dan seketika—
CRING
—silahkan anda semua mau percaya atau tidak, tapi bola api tersebut benar-benar langsung hilang dan berubah menjadi butiran-butiran cahaya berwarna merah yang indah!
“Sialan!” umpat Hiruma namun terpotong karena—
“Musnahkan!” Schyte akhirnya mengucapkan mantra!
PSYUUU
DUARR!!
Bola api kembali mengarah ke arah Hiruma, dan—
PSHHH!
“Gaaaah!!” apinya mengenai beberapa bagian tubuh Hiruma sehingga akhirnya ia roboh!
BRUK
Hiruma terjatuh ke tanah. “Si…al…”
“Hiruma!” Hana menghampiri Hiruma dan mencoba memulihkan Hiruma dengan segala cara yang ia tahu dan ia bisa.
Seiji nampak memperhatikan aksi Hana tersebut sesaat dengan pandangan seolah mengatakan ‘apa-apaan dia itu? Tak penting sekali! Itu kan sudah resikonya!’
“Henge!” kali ini Inglid yang beraksi. Tongkatnya berubah menjadi sebuah bazooka yang besar!
Ia memikul bazooka tersebut dengan berberat tangan (?).
“waa, beraat…” ujar Inglid sambil berusaha menyesuaikan keseimbangannya.
Yang lain hanya sweatdrop.
Setelah dia berhasil seimbang, akhirnya ia menarik pelatuknya. “Bersiaplah…” Inglid mulai membidik.
“Hiyaaaaah!!”
PSYUUU
DUAR!!
Peluru bazookanya tidak mengenai Schyte, namun memantul ke arah Inglid lagi karena ada dinding pelindung transparan—yang entah kapan ia buat—yang melindunginya!
BLEDAR!!
“Aggh!!!”
BRUK
Inglid pun terkapar dan terlihat tubuhnya penuh luka bakar. Ia pun tak sadarkan diri.
“Beraninya kauu….” Mizu kali ini beraksi!
Ia mengarahkan tongkatnya ke arah Schyte, dan akhirnya…
PSYUUU
BLEDAR!
Cahaya ungu dari tongkat Mizu beradu dengan cahaya warna gothic dari Schyte! Hingga akhirnya, Mizu terpental, dan tersungkur di tanah. Tubuhnya melemas karena mengeluarkan kekuatan terlalu banyak.
“Fuji…” rintih Mizu lemas.
“Mizu…” Fuji menatap Schyte dengan penuh amarah. “Sialan kau!! Shujin-senpai!! Ayo!”
“Hm!” Shujin menyahut sambil siap dengan tameng dan tongkatnya.
“Hiyaaaaaah!!” aura berwarna hitam dari Fuji menyelimuti pedangnya, saat ia akan menebaskan pedangnya.
“Kubantu!” Shujin mengarahkan tongkatnya dengan sigap ke arah Schyte, dan ia menyiapkan tamengnya juga.
PSYUUUU
Cahaya tongkat Shujin mulai muncul dan mulai mengarah ke arah Schyte!
“Hiyyyaaaahh!!!” Fuji mulai menebaskan pedangnya, namun…
BLEDAR!!!
Ledakan dahsyat terjadi dan tentu saja, serangan Fuji juga Shujin gagal! Dan otomatis, dari ledakan yang dibuat oleh Schyte, membuat Shujin dan Fuji terpental jauh.
“Teman-teman…” Hana hanya bisa melihat miris, sambil tetap berusaha menyadarkan Hiruma.
“Dasar bodoh, jangan hanya urus dia saja!!” bentak Seiji dari jauh.
“Eh?”
“Memang kau pikir dia saja yang harus kau jaga?! Kita harus menjaga semuanya!! Se-AWS!! Jangan hanya kau pentingkan si setan itu!!”
Hana tertegun. Tak menyangka Seiji akan membentaknya habis-habisan seperti itu. Kenapa dia? Biasanya dia akan mengucapkan kalimat yang bijak atau konyol atau bahkan memotivasi saja. Tapi… dia seperti berbeda kali ini.
“Seiji…” Hana hanya bisa mengucapkan kalimat itu.
“Sudahlah! Percuma menungguu membantuku! Kau terlalu lamban!” Seiji beranjak menyelamatkan Puti.
Seiji dengan sekejap menghilang, dan tiba-tiba sudah ada di belakang Schyte sambil menodongkan tongkatnya dan—
DUAARR!!!
Schyte terpental dan tubuhnya penuh luka bakar karena serangan mendadak dari Seiji! Sekarang, Seiji hanya menghadap Prem saja. “Tinggal kau yang belum kuhabisi..”
“Coba kalau kau bisa, pecundang…” ujar Prem sambil membuka bukunya dengan sebelah tangan.
Ia pun mulai mengucap mantra-mantra.
“Tak akan kubiarkan!” Seiji langsung menyerang Prem dengan cahaya kilatan hijaunya namun dapat dikembalikan oleh Prem dengan dinding transparan yang berfungsi sebagai pemantul!
DUAR!
BRUK
Seiji jatuh tersungkur di tanah. Namun Seiji berusaha bangkit kembali. “Akan kubuktikan, aku bisa berjuang sendiri!!” teriakan Seiji menekankan pada kata ‘sendiri’.
Hana tertegun melihat Seiji. Ia mengigit kecil bibir bagian bawahnya, dan tak terasa bulir-bulir air mata mulai muncul di wajah gadis berwatak tsundere itu. Hana menunduk suram. Ia tahu, dari awal ia tak akan pernah berguna bagi siapapun. Termasuk bagi Seiji.
DUAR
BLEDAR
PSYYYU
DOR DOR
Berbagai suara dari serangan Seiji dan Prem terus menggema di telinga Hana. Ia semakin merasa tertekan. Ia makin merasa tak berguna, karena sekarang ia tak bisa melakukan apa-apa.
“Lepaskan aku!!!”
DUAK!!
“SIALAAAAN!!” Puti mencoba melepaskan dirinya dengan cara menendang ‘itunya’ Prem. Maka tak heran Prem merintih kesakitan. *author sweatdrop*
Puti segera berlari menghampiri Seiji yang masih bersusah payah berdiri untuk mengalahkan Prem.
Hana memperhatikan sejenak.
“Seiji! Kumohon, Seiji, jangan lanjutkan lagi! Kau bisa mati, Seiji!!” tutur Puti sambil terus menahan Seiji yang hendak menyerang Prem. Meskipun, terlihat kondisi Seiji memang sudah tak memungkinkan untuk bertarung.
“Kau sudah bebas, dan itu lebih memudahkanku untuk memusnahkannya…” ujar Seiji sambil mengelap darah yang mengucur dari keningnya.
“Seiji, cukup!”
TES
Air mata menetes dari Puti. Seiji memperhatikan pandangan Puti.
“Kenapa kau sangat antusias untuk memusnahkan makhluk itu, Seiji? Kenapa?!” Puti melirik cincin yang Seiji genggam. “Oh, apa karena cincin itu? Apa kau dipengaruhi cincin itu, iya?!”
“Benar!”
“Eh?”
“Puti, kau lah orangnya! Kau orang yang pantas mendapatkan cincin terakhir ini!”
“A-apa maksudmu?”
Seiji memasangkan cincin itu di jari manis Puti.
CRIIIING
Cahaya yang sangat menyilaukan muncul dari cincin Puti.
“Seiji…a-apa ini?”
“Itu cincin, yang bisa membuatmu berubah, seperti kami…ugh!” Seiji memegang erat bagian vitalnya yang terkena serangan tadi. “Kali ini, semua tergantung padamu, Puti…” ujar Seiji sambil terus menahan sakit.
“Seiji…”
“Hanya tergantung pada Puti?” gumam Hana. ‘Jadi itu berarti, aku benar-benar sudah tak dianggap?’
Puti mengangguk mantap.
Ia akhirnya menghadap Prem.
Prem nampak kebingungan mencari Schyte. “Dimana anak itu?! Kenapa disaat begini dia kabur?! Dasar pengkhianat setan!”
Kilauan cahaya berwarna turqoise menyelimuti Puti. “Aku akan membantu Seiji.. karena ia adalah seseorang yang sangat berarti bagiku… ia berarti segalanya bagiku… namun…”
Puti menyentuh permata mungil yang juga berwarna turqoise yang muncul di cincinnya. “Meski ia bukan lagi bagian dari hatiku…” Puti tersenyum. “Tapi ia lebih berarti sebagai seorang sahabat bagiku…”
Puti mengacungkan cincinnya, “Ring! Blow up!!”
Dan…
Jreng jreng!!
Puti pun berubah! Ia memakai baju yang tak jauh berbeda dengan para gadis yang lain, namun yang membedakan, rambutnya tergerai dan nampak ikal teratur. Juga warna kostumnya turqoise.
“Akan kukirimkan kau, ke alam kedamaian…” Puti tersenyum manis, lalu bersiap mengeluarkan kekuatannya.
Puti loncat ke udara, dan sementara Prem mengucapkan berbagai mantra yang ia hafal dan ia temukan di bukunya.
Puti berputar di udara, dan nampak dari tongkatnya keluar butiran-butiran air berwarna biru jernih. Setelah semakin lama, air tersebut terkumpul menjadi satu, dan Puti mengarahkannya pada bongkahan es batu yang diciptakan oleh Prem sebagai pelindung diinya.
“Dewi air…. Berikan kedamaian… kebersihan… dan kejernihan… bagi mereka yang menyekutuimu!!” ucap Puti yang kemudian butiran air itu berubah menjadi semprotan air raksasa yang menerobos bongkahan es batu itu hingga hancur!
Dan otomatis, air itu menyemprot Prem hingga ia tersungkur jauh, namun seperti biasa, ia berhasil meloloskan diri sebelum benar-benar musnah. Begitu juga Schyte, yang entah sejak kapan sudah pergi meloloskan diri.
Puti mendarat kembali dengan mulus di tanah dan ia menghampiri Seiji yang terluka. “Aku harus melakukan sesuatu!”
Puti menggenggam tongkatnya erat. “Dewi air… berikan kesembuhan… kesehatan.. kejernihan… bagi mereka yang setia padamu!”
Dan munculah gelembung-gelembung yang menghampiri semua agen penyihir rahasia. Dan ketika sudah sampai pada tiap orang, gelembung itu meletus, dan air yang menetes dari gelembung itu membawa kesembuhan bagi mereka yang terluka.
“Nggh…” Seiji perlahan mulai mencoba bangkit. “Terima kasih, Puti…”
“Tak masalah…” ujar Puti sambil tersenyum manis. Hiruma pun mulai bangun, dan ia kaget saat menemukan dirinya tengah dalam dekapan Hana saat Hana mencoba memulihkannya tadi.
“Apa-apaan kau Manajer Sialan?! Mencari kesempatan dalam kesempitan ya? Kekeke…”
“Tidak…”
Tak seperti biasanya, Hana merespon dengan dingin argumen Hiruma. Hiruma merasa heran, dan mereka memutuskan menghampiri Seiji dan Puti.
“Terima kasih, Puti! Kau memang bisa diandalkan!” ucap Shujin sambil mengacungkan jempol.
‘Diandalkan?’
“Kau memang sangat hebat!” ucap Inglid dengan penuh ceria.
‘Hebat?’
“Kau benar-benar memukau!” puji Mizu sambil berbinar-binar.
‘Memukau?’
“Terima kasih, kau penyelamat kami semua…” sahut Fuji dengan senyum cool nya.
‘Penyelamat?’
“Sebenarnya aku malas mengatakan ini, tapi, terima kasih.. kau membantu banyak sekali…” ucap Hiruma dengan agak malas.
‘Membantu?’
“Hanya kau yang memang bisa diandalkan…” ujar Seiji.
‘Hanya dia?’
Batin Hana terasa terusik. ‘Aku memang tak bisa diandalkan… aku juga memang tak hebat… aku juga tak pernah memukau… aku juga bahkan bukan penyelamat… aku juga tak banyak membantu… dan yang pantas menjadi agen penyihir hanya dia.. Puti..’
“Tch..” Hana mulai menitikan air matanya.
“Kau kenapa Hana?” tanya Mizu cemas yang tiba-tiba melihat Hana menangis.
“Tidak…” Hana mencoba tersenyum. “Aku hanya kesal, karena aku tak melakukan apa-apa sedari tadi…”
“Benarkah?” Inglid menanggapi. “Wah, sepertinya, kau harus bisa sedikit berlatih lagi, jadi kau bisa lebih berguna dalam membantu kami, Hana!”
Hana tertegun mendengar ucapan Inglid. Hatinya semakin sakit, menyadari dirinya tak berguna bagi siapapun, dan hanya bisa merepotkan.
“Selamat malam…” Hana langsung pergi berlari meninggalkan lokasi.
“Eh, Hana!” Inglid yang berniat mengejar, ditahan oleh Seiji.
“Biarkan saja anak itu….”
~*To Be Continued*~
.
Keep Spirit Up!Hana-chan
0 komentar:
Posting Komentar