moshi-moshi, Hana kali ini mempublish beberapa episode cerita yang didedikasikan untuk sebuah grup di facebook, yaitu Anime World School.
Pemeran-pemeran yang terdapat dalam kisah ini, adalah nick name dari para anggota grup. Dan cerita ini dibuat oleh saya, dengan nick name 'Hana' disini.
Termasuk kisah dan alurnya, semua request dari para anggota grup. Dan apabila kisah ini akan anda pakai, harap cantumkan situs ini. Terima kasih, dan selamat membaca..
.
~*Hana-chan Proudly Presents*~
~* A Random Anime Fanfiction*~
~*The Promise We Made By Hana-chan*~
~*Rated: T semi M <gore and slight lemon!>*~
~*Genre(s): Adventure, Drama, Fantasy, Friendship, Humor, (slight) Horror, Hurt/Comfort, Mystery, Parody, Romance, Spiritual, Supernatural, Tragedy*~
~*warning! Gaje, abal-abal, typo bertebaran layaknya bintang di langit (?), isinya campur-campur kaya gado-gado (?), OOC sangat, OC, slight yaoi and yuri*~
.
~AWS Hospital~Ruang 1219~
Hana terbaring lemah diatas ranjang yang dibalut kain putih.
Ia hanya terus merintih dan bergumam tak jelas didalam selimut. Mungkin perasaan antara sakit dan menyesal masih terus terpacu dan berlomba menghampiri klimaks batinnya.
“Itte!” ujarnya sambil memegangi kepalanya yang serasa berputar-putar tiada henti.
CKLEK
Seseorang membuka pintu kamarnya.
Hana menoleh. Ternyata itu suster dan….
“Seiji?”
Dia berada diatas kursi roda. Dan tangannya pun di perban. Hana jadi semakin merasa bersalah karena dia sudah melibatkan pria yang—sebenarnya—sangat ia sayangi.
“Yo…” sapa Seiji dengan seulas senyum.
Sang suster mendorong kursi roda Seiji ke dekat tempat tidur Hana.
“Kau baik-baik saja?” tanya Hana.
“Seperti yang kau lihat.. haha..” ujar pria berambut blonde keemasan itu.
“Anak ini tak mau diatur…” ujar sang suster sambil membawa beberapa catatan dalam papan dadanya. Mungkin hasil perkembangan pemeriksaan Hana selama dirawat. “Dia terus saja ingin bertemu denganmu, padahal kondisinya sendiri masih belum pulih…”
“Tak apa kan suster..” ujar Seiji dengan seulas senyum. “Aku kan masih bisa memakai kursi roda, kenapa harus dilarang? Lagipula, kamarku dan Hana kan bersebelahan..”
“Iya, tapi kondisimu bisa jadi buruk lagi karena kau memaksakan diri..”
“Tenang saja, tidak apa-apa…”
“Ayahmu nanti marah… apalagi dia itu tipe kepala sekolah yang tegas..”
“Ahahaha, sudahlah, ayahku tidak akan apa-apa..”
“Baiklah, kalau begitu. Oh iya Hana, satu jam lagi kau harus minum obat ya.. aku permisi..”
Maka suster itu pun kembali memeriksa keadaan pasien di kamar lainnya. Tinggalah Hana dan Seiji di dalam kamar 1219 itu.
…
…
…
Hening…
…
…
…
Belum ada yang memecahkan keheningan itu..
…
…
…
Hingga Seiji akhirnya memutuskan untuk berbicara lebih dulu. “Ano—“
BRAK!
Pintu tiba-tiba terbuka dengan kasar—dengan bekas lubang dimana-mana gara-gara ditembaki Hiruma—, dan terlihat agen Himitsu yang lain berdiri di ambang pintu untuk datang menjenguk. Mereka pun berbondong-bondong menghampiri Hana dan Seiji.
“Hei!” sapa Mizu. “Bagaimana keadaan kalian?”
Hana dan Seiji hanya tersenyum lalu berkata, “Seperti yang kalian lihat…”
“Tanganmu…” Seta melirik ke arah tangan anaknya yang tengah diperban. “Apa yang terjadi?”
“Katanya ada sedikit retakan.. tapi menurut dokter, bisa cepat sembuh kok. Mungkin dalam waktu sekitar dua atau tiga minggu.” Jelas Seiji.
“Lama sekali ya… aku harap aku bisa membantu..” pikir Inglid. Terlihat dia sudah membawa P3K miliknya sendiri. Hana sweatdrop dengan sukses.
“Inglid… etto.. itu untuk apa?” tanya Hana sambil melirik P3K milik sahabatnya itu.
“Hm? Oh, ini? Haha, tadinya aku berpikir mungkin saja kalian akan kekurangan obat suatu hari nanti ketika masih dirawat di sini, maka dari itu, aku berniat membawa obat cadangan untuk jaga-jaga. Hahaha…” jelas Inglid sambil tertawa dengan polosnya.
“Fasilitas rumah sakit kan sudah sangat lengkap, mana mungkin mereka kehabisan obat..” Hana sweatdrop lagi.
“Hmm, mungkin aku bisa sedikit membantumu Seiji…” pikir Puti.
“Membantu bagaimana?” tanya Seiji.
Puti mendekatkan tangannya pada lengan Seiji yang tengah terbalut perban.
CRIIING
Cahaya berwarna kebiruan muncul tiba-tiba dari telapak tangan wanita ketua tim basket itu. Puti nampak berusaha berkonsentrasi sebisa mungkin.
…
…
….
Tak lama kemudian…
“Aw!” Seiji nampak merintih sedikit.
“Selesai…” Puti nampak mengelap sedikit keringat di keningnya.
“Apa yang baru kau lakukan?”
“Aku berusaha mempercepat pemulihan lukamu.. hehe…”
“Waw, kau mulai ahli dalam pengendalian elemenmu…”
“Yah, lagipula sebelumnya Arie-sama dan Seta-sama bilang ‘kan? Bahwa aku dan Hiruma sudah berada di satu tingkat lebih atas dibanding kalian! Hohoho!”
“Y-yah, aku bisa lihat itu..”
“Tapi sayangnya…” Puti melirik ke arah Hana. “Aku tidak bisa membantu pemulihan lukamu, Hana. Dari pola lukanya, aku masih belum bisa menguasai tekniknya dengan benar. Jadi, daripada nanti malah bertambah parah, mungkin aku akan mencoba berlatih lebih keras lagi.”
“Tidak apa…” Hana tersenyum dengan—nampaknya—kecewa. “Aku mengerti itu..”
“Oh iya, Arie-sama mana?” tanya Shujin yang baru saja teringat sepertinya tidak ada salah seorang diantara mereka yang berkumpul hari ini.
“Dia menjaga sekolah. Lagipula, kalau tidak ada salah satu agen Himitsu di sana, sekolah tidak akan aman.” Jelas Fuji.
“Ah, benar juga!” Hiruma nampaknya melupakan sesuatu. Dia pun mengeluarkan bingkisan untuk Hana yang sedari tadi ia pegang. “Ini untukmu, Manajer Sialan! Kekeke…”
Hana sweatdrop—lagi—. Ia pun menerima bingkisan dari Hiruma dengan perasaan aneh yang menyelimutinya. “T-terima kasih…”
TAP TAP TAP
Suster kembali datang ke kamar Hana. “Oh ya ampun, kenapa pintunya?!” suster itu nampak kaget melihat pintu yang sudah hancur lebur akibat ulah tembakan Hiruma. “Eh, ada yang datang menjenguk rupanya. Hahaha. Selamat siang, Pak Seta.” Suster itu membungkuk.
“Ya, siang…” balas Seta dengan penuh wibawa. “Apa mereka akan segera diperiksa?”
“Iya, seharusnya begitu. Karena sudah jamnya.”
“Baiklah kalau begitu, ayo kita pergi semuanya! Mereka masih butuh waktu untuk istirahat.”
“T-tapi jika kalian semua masih mau berada di sini tidak apa-apa kok! Lagipula, yang datang menjenguk kan kepala sekolah, jadi, kesannya mengusir, malah tidak enak saya.. haha..”
“Ah, tak apa. Aku juga harus memberikan contoh yang baik ‘kan? Jika jam besuk habis, seharusnya aku sudah keluar.”
“B-baiklah kalau begitu…”
“Baik, permisi…”
“Hu’um…”
Agen Himitsu yang lain pun pergi, dan kemudian tinggalah Hana dan sang suster, karena Seiji juga harus kembali ke kamarnya untuk mendapat pemeriksaan lebih lanjut. Hana yang untuk kesekian kalinya sweatdrop lagi melihat sang suster yang terpanah pada sikap bijaksananya kepala sekolah di ambang pintu. “Ah, repotnya jadi kepala sekolah muda..” pikir Hana.
Hana pun lekas diperiksa oleh sang suster dan dokter yang telah sampai di kamar Hana.
*kemudian…*
Semua pemeriksaan telah selesai dilakukan. Sekarang Hana hanya sendiri di dalam kamarnya. Daripada bosan, ia memilih untuk membuka bingkisan dari Hiruma.
Dibukanya bingkisan dari sang setan itu dengan hati-hati…
DEG DEG DEG
Hana kemudian menarik beberapa lembar kertas panjang dari dalam bingkisan itu. “A-apa ini?” pikirnya heran.
Ternyata…
Di dalam bingkisan itu ada bingkisan lagi!
Hana kembali membuka bingkisan itu.
Dan ternyata bingkisan lagi!
Lagi…
Lagi…
Lagi…
Lagi…
Lagi…
Lagi…
Lagi…
Lagi…
Lagi…
Lagi…
Lagi…
Okay, Hana mulai lelah!
Hingga bingkisan terkahir pun ia buka, dan ternyata..
“Ha-hanya memo?!” tingkat kemarahan Hana menaik. Saat ia membaca memo itu…
‘Manajer Sialan! Jangan pikir selagi kau sakit kau bisa bermalas-malasan!! Cepat buat strategi baru, dan jangan lupa atur jadwal latihan tim lagi!! Lakukan yang benar! Kalau tidak, aku akan mengirim api neraka yang sangat panas ke kamarmu!! YA-HA!!’
Hana sweatdrop—lagi dan lagi—. “Setan itu tidak pernah berubah…”
Hana kemudian memutuskan menyimpan memo itu di saku celananya. “Aku ingin bertemu Seiji..” Hana mencoba melihat sekeliling. Siapa tahu saja ada tongkat yang bisa ia gunakan. Lagipula, dia sudah tak terikat dengan infusan atau alat rumah sakit lainnya. Hanya saja mungkin perban di kaki dan badannya masih belum bisa dilepas. “Ah ketemu!”
Ia melihat sepasang tongkat besi dekat tempat tidurnya. Ia memutuskan untuk beranjak turun perlahan dari kasurnya lalu berjalan menggunakan tongkat itu ke kamar Seiji, kamar 1220.
CKLEK
Hana nampak membuka pintu kamar Seiji. Seiji tersontak kaget.
“Hana?” Hana kemudian memutuskan duduk di lantai. Sedangkan diatasnya ada Seiji yang duduk di sofa. “Ng-ngomong-ngomong, kau sedang apa di sini? Kenapa kau tidak duduk di sofa saja?”
“Hanya ingin memeriksa keadaanmu.. takutnya, kau kenapa-kenapa.. lagipula, aku sedang ingin duduk di tempat dingin… hehe..”
“Kau juga seharusnya mulai banyak istirahat…”
“Tak masalah, tak lama lagi aku juga sembuh… yang paling penting itu adalah kau..”
Seiji terbelalak. “T-terima kasih…”
Terlihat sorot matahari senja mulai tembus dari jendela, dan menyinari ruangan Seiji.
“Tak terasa, sudah sore lagi…” pikir Hana.
“Iya, kau benar… hey, kau duduk di sebelahku saja, tak enak dilihatnya. Kau terlihat seperti pembantuku! Hahaha…”
“Mou, enak saja!” Hana memukul kaki Seiji pelan.
“Itte! Hahahaha…”
“Hahahaha…”
“Hm, begini saja?”
“Eh?”
“Apa hanya ini tujuanmu kemari?”
“Etto…”
“Apa ada tujuan lain?”
“Memangnya aku tidak boleh kemari?”
“Boleh saja… ya aku hanya heran, jarang-jarang kau memperhatikanku sampai begini..”
“Apa itu salah? K-kalau aku me-merindukan orang yang sudah rela berkorban demi aku?”
Seiji sontak kaget. Namun tak lama kemudian, dia menampakkan seulas senyum.
GREP
“Eh?” Hana sekarang yang kaget. Karena, ia merasakan dekapan hangat dari sepasang lengan yang begitu kekar.
Pelukan Seiji.. lagi…
“Seiji, kenapa—“
“Aku senang..”
“Karena?”
“Karena kau akhirnya mengakui perasaanmu..”
“P-perasaan apa?!”
“Rasa rindumu padaku…”
“Kau menyebalkan…”
“Terserah apa katamu…”
…
…
Hening lagi. Mereka masih dalam posisi yang sama.
“Seiji…”
“Hng?”
“Terima kasih…”
“Untuk?”
“Untuk semua yang telah kau lakukan… aku berhutang budi banyak padamu…”
“Tak masalah..”
“Apa kita akan tetap bisa seperti ini?’
“Kenapa?”
“Aku… aku merasa, pelukan kali ini berbeda.. seakan-akan seperti pelukan terakhir kita…”
“Jangan bicara begitu… kita akan selalu bersama…”
“Benarkah?”
“Iya... bahkan jika vampire-vampire itu berniat memisahkan kita, aku akan terus memegang tanganmu erat, agar kita tak akan terpisahkan.. bahkan jika harus mempertaruhkan nyawa…”
“Janji?”
“Aku janji…”
“Kupegang janjimu…”
“Baiklah..” Seiji melepaskan pelukan mereka. “Sudah hampir malam, sebaiknya kau kembali ke kamarmu..”
“Tapi…”
“Tak akan terjadi apa-apa, aku kan sudah berjanji..”
“Tapi aku… aku masih ingin bersamamu.. aku… aku takut.. perasaanku tidak enak…”
“Percayalah!” Seiji memegang bahu Hana erat. “Tak akan terjadi apa-apa…”
Dengan rasa kecewa, Hana mengangguk.
Seiji memutuskan untuk mengantar Hana kembali ke kamarnya.
*sementara itu…*
~Kerajaan Nowheresville~
Ochi tengah mengaduk-ngaduk jus darah miliknya. Ia sedang menikmati masa-masa menuju malam kemenangan baginya.
“Kali ini… tanpa ragu lagi… aku akan mendapatkan mereka!”
*malam harinya…*
Hana tengah tertidur dengan pulas di kamarnya. Ia sudah bertekad dalam dirinya. ‘Seiji akan selalu menjagaku! Aku yakin itu!’ batinnya sambil tertidur.
Sementara itu di kamar Seiji, pria berambut blonde keemasan itu hanya menatap bulan purnama di jendela kamarnya, sambil tetap terbaring di tempat tidur.
‘Hana…’ batinnya yang entah sudah keberapa kali ia menyebut nama gadis yang ia cintai itu.
Seiji terus menatap bulan purnama yang terlihat begitu indah itu.
‘Kenapa… perasaan apa ini?’ batinnya lagi. ‘Rasanya, akan ada sesuatu yang terjadi…’
Lama ia memperhatikan bulan itu..
Hingga…
Ia menyadari pergerakan bulan yang sedikit berbeda. Dan ini berarti—
“HANA!!” Seiji langsung naik ke kursi rodanya, dan bergegas menggerakkan kursi roda itu dengan tangannya yang lain yang tentunya tidak terbalut perban.
BRAK!
Seiji langsung menendang pintu kamar Hana hingga hancur. Sesuai dugaannya, ia melihat Hana yang tertidur pulas di kasurnya, dan juga Ochi yang sudah berdiri di samping Hana!
“O-Ochi!! Apa yang kau lakukan di sini?!” sontak Seiji berusaha bangkit dari kursi rodanya. “Jangan kau pikir kau bisa semena-mena pada Hana!”
“Kalau kau tak ingin dia terluka, kau harus ikut denganku!”
“Tidak akan!”
“Ya sudah..” Ochi langsung mengeluarkan sebuah tongkat panjang berwarna merah kehitam-hitaman. Mungkin lebih tepat disebut gothic. Seringai langsung muncul di wajah gadis vampire itu.
“I-itu—“
“Ya, benar, Seiji. Tongkat yang dulu aku idam-idamkan, akhirnya bisa kupakai. Setelah melalui banyak percobaan dan kegagalan, tongkat ini pun sempurna untuk kupakai! Hahaha!”
“Tongkat itu…. Itu kan buatan raja!!”
“Yap! Ayahku yang membuatkannya khusus untukku! Meski terkadang dia menyebalkan, aku selalu senang dengan sikapnya yang begitu peduli padaku… setidaknya, karena kemampuan sihir vampireku sudah hampir satu level dengannya.. hahaha!”
“Jangan… jangan lukai Hana!”
“Aku tawarkan satu lagi kesempatan… mau ikut denganku atau tidak?”
“Tidak akan!”
“Ya sudah, ucapkan selamat tinggal pada kekasihmu ini…”
“Tidaaak!!” Seiji langsung beranjak berdiri dari kursi rodanya, dan berlari menghampiri Hana dengan susah payah. Disamping itu, dia juga berusaha mengucapkan mantra ‘Ring! Blow up!’ untuk berubah.
Namun terlambat, terlihat Ochi mulai mengayunkan tongkatnya. Ia pun mengucap mantra, “Timu Foruna Mai!”
CRING!
Waktu pun berputar lambat dengan otomatis!!
‘T-teknik ini…’ batin Seiji tidak percaya. Gerakan Seiji pun terlihat sangat lambat. Seperti matrix.
“Aquos Babulous!” Ochi membuat sebuah gelembung merah raksasa! Ia pun menggendong Hana, dan memasukkan Hana ke dalam gelembung yang nampaknya sangat kuat dan tak mudah pecah itu. “Sampai jumpa, Seiji… aku menantimu di kastil…” seringai tak urung lepas dari Ochi. “Timu Foruna Kai!” waktu pun kembali berjalan normal, dan Ochi pun langsung menghilang bersama Hana yang ada di dalam gelembung menuju Nowheresville.
BRUK
Seiji pun terjatuh di lantai.
…
TES
Air matanya menetes. Ia menyesal. Sangat menyesal. Kenapa ia tak bisa memegang janjinya? Betapa bodohnya dia…
Ya, jika seandainya Hana tahu apa yang terjadi, pasti jitakan keras sudah mendarat di kepala Seiji. Tapi…
Jitakan itu kini telah dibawa pergi…
“Hana…. Maafkan aku… aku… aku… aku akan menyelamatkanmu!”
Seiji langsung mengambil ponselnya di kantong celana, dan menelepon orang yang sudah pasti ia bisa percaya untuk membantunya.
Agen Himitsu….
*esok harinya…*
~kamar Seiji~
Seiji yang tengah berbaring di kasurnya, langsung dikerumuni oleh rekan dari Himitsu yang lain. Mereka seolah tak percaya dengan penjelasan Seiji mengenai taktik yang digunakan Ochi tadi malam.
“Jadi dengan kata lain, Ochi mengunakan Hana sebagai umpan?” tanya Mizu.
“Sepertinya begitu… sial, jika saja dari awal aku bilang iya, tentu Hana tidak perlu dibawa ke Nowheresville!” Seiji nampak terus menyesali diri sendiri.
“Sudahlah, tak baik menyalahkan dirimu terus.. lagipula kau sedang sakit,jadi kurasa memang tak ada pilihan lain..” pikir Fuji.
“Tapi, seandainya saja jika Seiji bisa sembuh lebih cepat…” gumam Inglid.
“Tapi bukankah butuh waktu yang lama?” tanya Shujin memastikan.
“Tidak juga…” Puti nampak memeriksa kondisi Seiji. “Sebenarnya, Seiji sudah bisa dikatakan pulih. Terima kasih pada teknik penyembuhanku kemarin, dia sudah mulai membaik. Tapi, mungkin untuk menggerakkan tangan, masih harus agak berhati-hati…”
“Tak masalah..” pikir Seta. “Dengan kata lain, yang jelas kau sudah bisa ikut kami untuk menyelamatkan Hana. Iya’kan, Seiji?”
Seiji tersenyum mantap. “Hu’um!”
“Baiklah, kita pergi hari ini juga!” komando Arie.
“Yoooo!!” sahut yang lain.
“Tapi, bagaimana dengan sekolah kita?” tanya Seta.
“Sudah kupoleskan sedikit sihir di berbagai tempat. Hahaha…” ujar Arie.
“Baiklah kalau begitu, ayo kita bergegas!” Seta, dan yang lain langsung mengacungkan cincin mereka.
“RING! BLOW UP!”
*kemudian….*
~5 km sebelum gerbang kastil Nowheresville~
“Hana… dia dalam sana!” gumam Seiji membara.
“Tenanglah Seiji, kita tak tahu jebakan apa saja yang sudah menanti kita jika tak berhati-hati!” Seta mengingatkan.
“Hana.. aku harus menemukan Hana!” Seiji langsung berlari kencang menuju Nowheresville.
“Seiji!! Tch, anak itu!” Seta langsung bergegas mengejar Seiji, diikuti yang lain.
…
“Rasanya… aura ini tidak asing untukku…” gumam Mizu.
“Iya, aku juga merasa pernah menemukan aura ini sebelumnya…” gumam Fuji.
….
“Hahahaha!!”
Semua langsung berhenti berlari ketika mendengar suara tawa angkuh itu. “S-suara ini—“ Seiji sepertinya sudah bisa menebak. Ia langsung menoleh ka arah gadis yang tengah melayang-layang diatas agen Himitsu. “Anchi…”
“Sudah kuduga,…” batin Fuji dan Mizu.
“Kalian tak akan kubiarkan lolos dengan mudah!” ucap Anchi yang terlihat sudah siap dengan mawar beracunnya. Terlihat tangannya yang waktu itu dipotong oleh Fuji sudah menyatu kembali.
“Tangannya…” Fuji nampak terkejut.
“Sepertinya, dia sudah menyambungnya lagi…” pikir Mizu.
“Tch, aku tidak ada waktu untuk ini!!” gerutu Seiji kesal.
“Biar kami tangani!” sahut Fuji dan Mizu.
“Kami….” Fuji langsung menarik pedangnya. “Masih ada urusan…”
“Yang belum terselesaikan…” Mizu nampak bersiap dengan tongkatnya. “Dengan vampire ini…”
“Fuji.. Mizu…” Seiji nampak terharu.
Seringai muncul di wajah Anchi. Sepertinya, dia juga memang menantikan pertarungan ini.
“Cepatlah!” teriak Fuji.
Yang lain mengangguk dan langsung berlari meninggalkan Fuji dan Mizu yang nampaknya akan terlibat pertarungan sengit dengan Anchi.
“Senang bertemu kalian lagi…” ucap Anchi.
“Nostalgia yang indah…” ujar Fuji.
“Lama aku tak merasakan bunga wangimu itu…” seru Mizu.
“Baiklah, akan kuberikan apa yang kalian nantikan sedari tadi…” Anchi langsung mengeluarkan bunga mawar mematikannya.
~3 km sebelum gerbang masuk kastil Nowheresville~
“Hah…hah..hah..” Seiji terlihat mulai nampak kelelahan.
“Apa sebaiknya kita beristirahat saja?” tanya Inglid melihat kondisi Seiji.
“Tidak perlu!” ujar Puti. “Hana sangat penting bagi Seiji, walaupun kita menyuruhnya untuk beristirahat, dia tak akan mendengar kita…”
“Anak itu keras kepala.. dari dulu sudah seperti itu…” jelas Seta.
“Oh, begitu…” pikir Inglid sambil memperhatikan Seiji dari belakang.
CRING
Mendadak ada sosok yang menghentikan langkah mereka!
“Yo…” seorang gadis vampire lagi! Sang patih kerajaan Nowheresville, Dira!
“Dia—“ Shujin dan Inglid mengatakannya bersamaan.
“Ah, kalian rupanya.. jadi ini tamu spesial yang dikatakan nona Ochi? Tch, jangan bercanda!” ejek Dira.
Shujin nampak memegang erat tongkatnya. Geram.
Inglid melirik ke arah Shujin. Jujur saja, Inglid juga merasakan hal yang sama. Tapi ia coba menahan diri, dan tidak terbawa emosi.
“Penghalang lagi?! Sial!!” Seiji langsung bersiap dengan tongkatnya, namun ditahan oleh Seta. “Ayah?! Ke-kenapa—“
“Biar Inglid dan Shujin yang membereskan…” ucap Seta.
Semua melirik ke arah Shujin dan Inglid yang dengan mantap mengangguk dan berkata, “Pergilah!”
Seiji kembali terbelalak. Ia merasa terharu dan bersyukur memiliki teman-teman yang begitu peduli satu sama lain.
Agen Himitsu yang lain pun memutuskan untuk segera melanjtkan perjalanan.
Tinggallah Dira, Shujin, dan Inglid disana.
“Long time no see…” ujar Dira.
“Semakin hari, tingkahmu semakin memuakkan…” gumam Shujin.
“Ayo, kita bereskan dan segera menyusul!” Inglid bersiap dengan tongkatnya.
Pertarungan dimulai!
*tak lama setelah itu…*
~gerbang masuk Nowheresville~
‘Sejauh ini masih terlihat aman…’ batin Hiruma. ‘Kekeke, tapi sepertinya hal menarik akan terjadi…’
“Tunggu!” sontak teriakan Seta membuat semuanya berhenti melangkah, dan melompat mundur karena—
BLEDAR!!
Sebuah bola api meledak tepat di depan mereka!
Mereka langsung menoleh ke arah sumber orang yang meledakkan bola api itu.
Seringai Hiruma semakin melebar.
Prem nampak berdiri dengan angkuh, gagah, dan menyeramkan. Buku keagamaan setannya tetap tidak lepas rupanya.
Hiruma langsung menarik pelatuk senjatanya. “Biar aku yang menghadapi vampire sialan ini…”
“Kau yakin?” tanya Arie. Siapa tahu dia nanti akan butuh bantuan.
“Pergilah! Aku bisa mengalahkan pria sialan ini! Kekeke… ini pertarungan antar setan! Hanya sesama setan yang bisa melawannya!” kekehan Hiruma semakin menjadi. Yang lain hanya sweatdrop.
“B-baiklah, terima kasih, Hiruma!” ujar Seiji lalu kemudian beranjak masuk ke dalam kastil keramat itu, diikuti yang lain.
Hiruma dan Prem saling menampakkan seringai mereka.
*lalu…*
~lantai dasar kastil Nowheresville~
Semua agen Himitsu yang tersisa berhenti berlari sejenak.
“Kastil ini memiliki tiga lantai lagi ke atas…” pikir Seta. “Kita harus berhati-hati. Siapa tahu ada musuh lagi yang sudah menanti kita!”
“Aku memang sudah menunggu kalian…” seorang vampire dengan tongkat sihirnya datang menghadang agen Himitsu.
“K-kau—“ Puti tersontak kaget. Tak ia sangka, ternyata vampire ini masih hidup. Schyte…
“Sial…” lagi-lagi Seiji hanya menggerutu.
TAP TAP TAP
Puti langsung melangkah ke depan, dan menyiapkan tongkatnya. “Seiji… kau mencintainya ‘kan?”
“Eh?” Seiji nampak heran.
“Hana maksudku…”
“I-iya…”
“Kalau begitu, tunggu apa lagi? Selamatkan dia! Dia menunggumu.. tepat di atas sana..”
“Puti…”
“Cepatlah, sudah tak ada waktu!”
“B-baik!”
Seiji, Seta, dan Arie langsung berlari ke atas kastil menaiki tangga yang amat sangat panjang dan melingkar-lingkar.
Terlihat Seiji sempat melirik ke arah Puti dan Schyte yang sudah mulai bersiap untuk bertarung.
‘Semoga kau berhasil, Puti…’ batin Seiji.
*kemudian…*
~lantai dua kastil Nowheresville~
“Ini lantai dua…” gumam Seiji. “Banyak sekali ruangan disini…”
“Hati-hatilah…” perintah Seta.
Tiba-tiba…
“Seta-sama!! Awas!!” Arie langsung mendorong Seiji dan Seta dari lampu lilin raksasa yang semula menggantung di atas langit-langit kastil.
PRANG
Lampu lilin yang tadi jatuh itu langsung pecah dan lilinnya berserakan dimana-mana. Untunglah mereka bertiga selamat.
“Vampire lagi kah?” gumam Seiji sambil beranjak berdiri.
TAP TAP TAP
“Tamu yang masuk tanpa ijin, harus dimusnahkan karena melanggar etika kerajaan…” gumam sang ratu vampire, Kaori! “Oh, bahkan kau sekarang sudah menjadi anak pembangkang, Kouji…”
“K-Kouji?” Seiji sontak teringat akan sesuatu. Tapi, entah itu apa. Seta memperhatikan Seiji dengan heran.
“Gawat!!” Arie nampak panik.
“Sial, bagaimana ini?!” Seta nampak berpikir keras.
“Serahkan padaku!” Arie langsung berjalan ke depan, dan mempersiapkan tongkatnya. “Selamatkan Hana! Hanya kalian yang bisa!”
“Tapi Arie, yang kita hadapi bukan vampire biasa, dia sang ratu!” tegas Seta.
“Tak apa, aku bisa mengatasinya! Percayalah!” Arie nampak mantap.
“Arie-sama, jangan memaksakan—“
“Tenang Seiji…” Arie mengeluarkan seulas senyum. “Kau berani meremehkan penyihir yang sudah setara dengan ayahmu ini, eh? Hahaha…”
“Arie-sama…”
“Cepat! Pergilah!”
“Baik.. terima kasih! Ayo ayah!” Seiji pun bergegas menaiki tangga berikutnya bersama Seta, dan meninggalkan Arie juga Kaori yang sudah siap untuk bertarung.
“Kalau aku ketahuan suamiku melawan seorang laik-laki, pasti dia akan segera memenggal kepalaku..” gumam Kaori.
“Nampaknya dia sangat mencintaimu..” pikir Arie.
“Yah, kau tak pernah tahu betapa besar juga aku mencintainya…”
“Kita buktikan saja…”
Kaori mengeluarkan tongkat peraknya. Terlihat ada permata merah ditengahnya. “Kuharap kita seimbang…”
“Kuharap juga begitu..”
*tak lama kemudian…*
~lantai tiga kastil Nowheresville~
“Jika tadi sang ratu yang menghadang, pasti berikutnya…” Seta nampak sudah bisa menebak.
“Ya, jika tadi sang ratu, pasti berikutnya adalah…” Seiji berhenti melangkah. Begitu juga dengan Seta. Mereka melihat sesosok raja yang tinggi besar, dan berperawakan gendut. “Sang raja..”
Yogi nampak sudah berada di tengah koridor kastil sambil memegang tongkat raksasa kerajaannya yang berlambangkan setan si atasnya. Cukup menyeramkan jika digambarkan.
“Datang juga kau, Kouji…” gumam Yogi.
‘Kouji… siapa Kouji? Apa jangan-jangan…’ batin Seta menebak-nebak sambil melirik ke arah Seiji.
Seiji nampak geram. Tangannya terlihat gemetaran sambil memegang tongkat. Pasti amarahnya sudah memuncak.
PUK
Seta menepuk bahu Seiji. Seiji sontak kaget dan menoleh ke ayah angkatnya ini.
“Ayah..”
Seta hanya mengangguk. “Pergilah…”
“Tidak! Aku tak ingin kehilangan ayah! Jika bisa, aku akan bertarung di sini bersama ayah! Aku yakin, dia pasti sangat kuat, ayah!!”
“Tenanglah… aku bisa mengatasi dia..”
“Tapi—“
“Setelah ini, kau akan mengalami perjalanan batin yang sangat rumit, Seiji..”
“Eh?”
“Setelah ini, kau akan segera tahu, jati dirimu yang sebenarnya…”
“A-ayah…”
“Cepat… ini demi kebaikanmu… dan juga Hana…”
“Hana..”
“Dia menantimu bukan?”
“….”
“Pergilah…”
“Janji padaku, kau akan menyusul…”
“Iya, aku janji…”
“Janjilah, kau akan menyusul bersama yang lain!”
“Iya, aku, Arie, dan yang lain.. kami berjanji akan menyusul!”
“Baiklah! Semoga berhasil…”
“Percayakan padaku…”
Seiji segera berlari sekencang mungkin menuju lantai paling atas. Tempat dimana Ochi berada.
Seta dan Yogi nampak saling berpandangan. Merasakan aura masing-masing.
“Sepertinya, ini akan sulit…” gumam Seta.
“Siapa tahu…” Yogi menyeringai.
*kemudian…*
~lantai puncak Nowheresville~
Seiji berdiri tepat di depan sebuah pintu raksasa. “Jadi ini ruangan terakhir…”
‘Arie-sama… teman-teman… ayah… mereka sudah berjuang sejauh ini untukku.. aku… au tak boleh menyia-nyiakan pengorbanan mereka…’ batin Seiji. Kemudian dia memegang gagang pintu raksasa itu erat-erat.
“Aku…” ia pun mulai membuka pintu itu. “Aku akan menyelamatkan Hana!!”
BRAK
Pintu raksasa itu pun terbuka!
Terlihat sebuah ruangan yang begitu besar, luas, megah, bersih, dan lain sebagainya menyuguhi mata Seiji. Namun yang tak kalah membuat Seiji kaget adalah, terlihat Hana sudah berdiri dengan mantap disamping Ochi dengan mengenakan jubah penyihir yang agak berbeda.
Pandangan Hana juga terlihat berbeda dari biasanya. Kosong dan dingin.
“Hana… kenapa dia?!” gumam Seiji.
“Datang juga kau…” Ochi menyeringai. “Tak kusangka tamu yang kuundang bisa begitu banyak. Padahal aku hanya mengharapkan kedatanganmu saja…”
“Hana… apa yang kau lakukan padanya?!”
“Sebelum kita bersenang-senang, aku sedang berbaik hati untuk mempertemukan kau dengan pasanganmu ini.. jadi, silahkan kalian bercumbu dulu.. aku akan menyaksikan disini dengan antusias…” Ochi pun duduk dengan angkuhnya di kursi kerajaan.
Hana pun beranjak berjalan mendekati Seiji dengan aura yang datar. Sangat datar.
“Hana…” Seiji nampak tidak percaya. “Hana, kau berada dalam pengaruhnya, sadarlah!! Hana!! Aku… aku… aku tak bisa melawanmu!”
“…..” Hana hanya terus berjalan dan bersiap dengan tongkat gothicnya. Tidak beda jauh dengan milik Ochi. Kemana tongkatnya yang asli?
“Hana! Sadarlah! Ini aku, Seiji!!”
“Percuma, dia tak akan mendengarmu! Hahaha…” Ochi nampak sangat bahagia.
“Hana…” Seiji merasa lemas. Tidak… dia tak sanggup jika harus melawan Hana. Tidak… dia tak akan pernah melawan Hana!
PSYUU~
BLEDAR!
BRUK!
“Aaagh!!” Seiji ditembak dengan laser hitam dari tongkat Hana. Ia sukses membentur dinding kastil. “Hana…”
“Lawan aku…” sahut Hana dingin. “Jika kau pikir kau kuat, lawan aku…”
“Tidak… aku tak akan melawanmu!”
“Lemah…”
“Hana, kumohon sadarlah!!”
Hana mengacungkan tongkatnya tepat di depan muka Seiji. “Bersiaplah untuk mati, orang lemah…”
“Tidak.. Hana… sadarlah… HANAAAAA!!!”
DUAR!!!
~*TO BE CONTINUED*~
.
Keep Spirit Up!
Hana-chan
0 komentar:
Posting Komentar