.
~*A Dragon Crisis! Fanfiction *~
~* Kisaragi Hikari, The Girl Dragon By Mayonaka Hanabi *~
~* Dragon Crisis! By Kaya Kizaki and Itsuki Akata *~
~* Genre: Romance, Family, Drama, Humor (slight) *~
~* Rated: K+ semi T *~
~* Allert! Gaje, abal, typo(s), OC’s main scenes, OOC sangat, singkat padat dan ga ada bagus-bagusnya!! *~
~* Kisaragi Hikari, The Girl Dragon By Mayonaka Hanabi *~
~* Dragon Crisis! By Kaya Kizaki and Itsuki Akata *~
~* Genre: Romance, Family, Drama, Humor (slight) *~
~* Rated: K+ semi T *~
~* Allert! Gaje, abal, typo(s), OC’s main scenes, OOC sangat, singkat padat dan ga ada bagus-bagusnya!! *~
.
~Kediaman Kisaragi; pkl 06.00~
Seorang gadis cantik yang berparas cantik, yang memiliki rambut kuning terang dengan panjang sebahu, memiliki mata berwarna biru safir yang begitu indah, terbangun dari tidurnya.
Sinar matahari yang menyorotkan cahayanya tepat kepada pandangan gadis itu dari jendela, membuatnya semakin bersemangat untuk bergegas menuju sekolah dan menemui kedua orang tuanya di lantai bawah.
TOK TOK
Seseorang mengetuk pintu kamarnya. Sedikit terhentak, namun itu sudah biasa.
“Masuk..” sahut gadis itu sambil merapikan tempat tidurnya.
Sang pengetuk pintu pun memasuki kamar gadis cantik itu.
“Ah, kau sudah bangun rupanya!” sahut sang pengetuk tadi, tidak lain adalah Ryuji.
“Tentu ayah! Aku kan selalu melaksanakan semua perintah ayah dan ibu! Seperti bangun pagi dengan tepat waktu, dan membereskan tempat tidur! Hihi...”
“Hahaha, bagus! Itu anak ayah! Nah, sekarang lebih baik kau segera mandi, dan pakai seragam sekolahmu! Lalu turun kebawah untuk sarapan ya?”
“Tentu ayah!”
Maka Ryuji kembali menuruni lantai bawah ke tempat ruang makan dan menemui istri tercintanya yang sudah menunggu di meja makan.
“Pagi Rose...” sapanya dengan senyum hangat miliknya.
“Pagi Ryuji!” balas Rose dengan ceria.
Sebuah kecupan singkat di kening Rose mendarat dari bibir Ryuji.
Ryuji segera mengambil tempat duduk disamping Rose.
“Mana Hikari?” tanya Rose pada Ryuji.
“Sebentar lagi ia datang...”
DRAP DRAP DRAP
“Ayaaah! Ibuuu!” terdengar derap langkah Hikari yang menuruni tangga dengan semangat dan menuju ruang makan.
“Pagi Hikari...” sahut Rose dan Ryuji bersamaan.
“Nah, sebaiknya sekarang kita segera habiskan sarapan kita dulu! Lalu, segera berangkat ke sekolah!” ujar Ryuji yang bermaksud memulai acara sarapan pagi itu.
“Nah, ayo makan sup nya ya nak!” sahut Rose dengan riang.
Hikari sukses memajukan bibirnya 5 cm ke depan. “Uh, ibu! Ibu kan tahu aku tidak suka sup!”
“Hikari, sup itu bagus untuk pertumbuhanmu!”
“Tapi ibu-“
“Ayo cepat makan!”
“Ih, ibu galak!”
“T-tapi kalau tak segera dimakan, sup nya bisa dingin, dan kau nanti terlambat ke sekolah!”
“Aku tidak mau sup!”
“Ayahmu saja sudah hampir selesai makan tuh! Terserah, kalau kau mau kelaparan di sekolah nanti!”
“Uh, iya iya aku makan!”
Maka dengan sangat terpaksa Hikari memakan sup itu.
Ayolah, siapa yang tidak mual diberi makan sup pagi-pagi? Eww...
Meski dalam hati yang paling dalam pun, Ryuji enggan memakan sup itu, tapi bagaimana lagi? Daripada Rose kecewa nanti?
*skip time nyoooo~*
Acara sarapan itu telah usai, Ryuji dan Hikari bersiap pergi dengan menggunakan mobil kantor Ryuji.
Dan seperti biasa...
“Hikari....” sahut Ryuji sejenak.
“Iya ayah, aku tahu!” tukas Hikari langsung berlari memasuki mobil.
“Haha, anak itu benar-benar penurut!” pikir Ryuji sambil melihat Hikari yang berlalri masuk ke dalam mobil.
“Ryuji, kau tak boleh membiasakan hal seperti ini pada Hikari!” ujar Rose dengan senyum imutnya.
“Ayolah, hanya sebentar kan?”
“Sudah pergi sana! Kau hampir terlambat tahu! Hihi...”
“Uh, ya sudah! Hehe.. dah, istriku! Hati-hati di rumah ya!”
“Iya!”
Sebuah kecupan yang cukup singkat dari bibir Ryuji mendarat tepat di bibir Rose.
Mungkin ini alasan kenapa Ryuji menyuruh anaknya masuk lebih dulu ke dalam mobil.
“Aku pergi!!” ujar Ryuji sambil memasuki mobil.
“Yaa, hati-hati!!” balas Rose dengan ceria seperti biasa.
Maka Ryuji dan Hikari pun bergegas menuju tujuan. Kantor dan sekolah.
*skip time nyoooo~*
Ryuji tiba di depan gerbang sekolah Hikari. Hikari masih duduk di bangku kelas 3 SD, jadi Ryuji dan Rose masih belum berani membiarkannya berangkat sendirian ke sekolah. Meski secara teknis, jarak antara rumah dan sekolahya tak begitu jauh.
“Nah, belajar yang benar ya, Hikari!” sahut Ryuji sambil mengelus rambut anaknya yang benar-benar seperti miniatur dari Rose ini.
“Iya, ayah! Hikari pergi dulu ya!”Hikari segera membuka pintu mobil dan beranjak turun.
“Ingat pesan ayah, nak! Jangan hiraukan apapun yang teman-temanmu katakan mengenai benda yang kau miliki.”
“Iya ayah, aku mengerti... aku sudah terbiasa kok!”
“Baguslah...”
Hikari pun menutup pintu mobil, dan masuk ke dalam sekolah.
Senyum miris muncul di wajah Ryuji. “Dia benar-benar seperti Rose...”
Mobil itu pergi berlalu meninggalkan Sekolah Dasar yang luar biasa megah dan luas ini.
~ruang kelas; pkl. 06.45~
-Hikari’s POV-
Aku melangkahkan kakiku menuju tempat duduk, dan bersikap biasa, seperti tak ada apa-apa.
Meski kenyataannya tak begitu.
Semua pandangan, baik dari teman-teman atau pun guruku terlihat berbeda. Mereka menatapku seperti aku ini layaknya benda asing yang tak pantas tinggal di dunia ini.
Oh, apakah bahasaku terlalu tinggi untuk kelas 3 SD? Ah, biarlah. Mungkin itu juga efek gara-gara sering menonton TV.
Tapi meski begitu, aku tak terlalu ambil pusing. Kata ayah, aku cukup bersikap biasa, jangan pedulikan apapun yang mereka katakan tentang benda yang kumiliki dimana saat ini tak terlihat karena tertutup seragam di punggungku ini.
Ya, sepasang sayap naga kecil berwarna merah.
Aku sendiri tak mengerti, mengapa aku bisa memiliki sayap ini. Kata ayah, aku masih terlalu kecil untuk mengetahui hal itu. Jadi, saat ini aku cuma bisa diam tanpa tahu apapun. Bahkan aku tak bisa menggunakan sayapku ini untuk terbang, karena aku tak tahu caranya.
Ah, sudahlah. Rasanya aku pusing memikirkan hal-hal macam begitu. Jalani saja dulu yang ada.
Tapi paling tidak, aku masih memiliki seorang teman. Dia begitu baik, pengertian, dan menerimaku apa adanya bahkan dengan adanya sayap ini. Seorang laki-laki dengan rambut hitam pekat, dan juga mata biru tuanya. Dia adalah-
“Hai Hikari!”
-ah, itu dia. Takashi. Yukano Takashi.
Dia lah yang paling mengerti aku disamping orang tuaku sendiri.
“Hai, Taka!”
“Hmm, bagaimana pagimu? Hehe...”
“Seperti biasa...”
“Ah, sudahlah! Mereka tak usah dihiraukan! Anggap saja, mereka itu iri padamu!”
“Iri?”
“Iya, mereka kan tidak punya sayap sepertimu! Kalau boleh jujur, aku sendiri juga iri loh padamu!”
“Benarkah?”
“Iya! Aku dari dulu selalu bermimpi, dapat mempunyai sayap sepertimu! Pasti keren sekali kan! Hahaha!”
Dia dapat tertawa lepas begitu?
“Apa kau tidak khawatir kalau orang-orang memandangmu seperti aku saat ini? Pandangan yang... membuatku sedih...”
“Ayolaaah, tak usah diambil pusing! Kita senang-senang saja! Kan sudah kubilang, mereka iri padamu!”
Perlahan senyum mulai terkembang di wajahku. Ah, Taka memang yang paling bisa mengerti aku. Dia hebat! Dia benar-benar teman sejati!
*skip time waktu sekolah~*
~kediaman Kisaragi; pkl 12.45~
-Normal POV-
Ryuji baru saja pulang dari tempat ia bekerja. Ia melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya, menaruh tas nya di sofa, dan merebahkan dirinya di tempat duduk yang empuk itu.
“Ryuji? Kau sudah pulang?” sahut Rose yang hendak naik ke lantai 2 untuk membantu Hikari mengerjakan tugas sekolahnya.
Untuk sejenak, Rose menghampiri Ryuji.
“Maaf aku tak bilang padamu, kalau aku pulang lebih awal hari ini...”
“Kenapa?”
“Ada rapat para atasan di kantor, dan aku tak ditunjuk untuk rapat karena alasan tugas luar, jadi kurasa, aku lebih memilih untuk pulang cepat.”
“Oh, begitu...”
“Bagaimana Hikari?”
“Hikari?”
*sementara itu....*
Hikari yang merasa bosan karena menunggu ibunya datang untuk membantunya mengerjakan tugas, memutuskan untuk turun ke lantai bawah dan menyusul ibunya.
Namun, saat Hikari melihat Rose dan Ryuji sedang berdiskusi, dia memutuskan untuk bersembunyi di balik tembok dan mendengarkan obrolan mereka.
Ia tahu, menguping pembicaraan orang dewasa tidak baik, akan tetapi ia merasa harus melakukannya kali ini.
Sebuah perasaan tak enak menyergapinya.
*di ruang tamu...*
“Jujur, aku masih merasa bersalah pada Hikari soal ini, Ryuji...”
“Apa maksudmu?”
“Dia masih terlalu kecil untuk menerima sayap itu...”
“Tak ada pilihan, sebagian besar gen milikmu memang berada pada dirinya.. termasuk fisik... dia seperti miniatur dirimu...”
“Tapi Ryuji, melihat Hikari yang selalu bertanya, ‘ibu, kenapa semua orang melihatku begitu?’ aku merasa sangat sedih.. aku merasa bersalah...”
Tangis pun tak tertahankan dari Rose. Ryuji mencoba menenangkannya.
“Dia anak yang kuat, Rose! Dia bisa menerima semuanya! Aku juga selalu mengajarkannya untuk bertindak tidak peduli terhadap tatapan orang-orang!”
“Kau tidak mengerti, Ryuji! Dia.. dia masih terlalu keil.. aku.. aku tak tega melihatnya tersiksa karena sayap naga yang ada pada dirinya itu...”
“Dia anak kita, Rose...”
“Eh?”
“Dia anak kita, jadi pasti sifatnya pun tak akan jauh dari kita apa adanya... dan sifatnya mendominasi darimu... kuat, cantik, baik.. dia anakmu...”
“Ryuji...”
“Dan untuk pengembalian ke habitat itu, mungkin kita harus pikirkan kembali.. mungkin ada cara lain untuk mengembalikannya ke tempat dimana harusnya ia berada..”
“Itu yang paling tidak aku inginkan... dia terlalu kecil untuk kita lepas...”
“Cepat atau lambat, dia harus pergi Rose...”
DEG!
Hati Hikari terasa sangat sakit. Jadi mereka ingin mengembalikannya ke tempat asalnya?
‘Siapa sebenarnya aku ini? Apa aku ini? Benarkah aku anak mereka? Kenapa mereka begitu ingin membuatku pergi dari sini? Salahku apa?’
Dan banyak lagi pertanyaan yang muncul di pikiran Hikari. Apa yang bisa ia lakukan sekarang? Ia hanya anak kecil yang tak tahu harus melakukan apa.
Hanya duduk manis, dan biarkan semua hal terjadi apa adanya.
Tapi...
Apa itu berarti perasaan tak akan pernah berperan bahkan dalam diri seorang gadis kecil?
Tidak...
Hikari tahu ia harus melakukan sesuatu!
“Ayah... ibu..”
Ryuji dan Rose menoleh ke arah Hikari yang berdiri dengan di ambang pintu dengan wajah kesal.
Kesal dan..
Sedih...
“Hi-Hikari!” Rose langsung menghapus air matanya. “Ah, m-maaf ibu membuatmu menunggu ya? Hahaha...”
“Katakan yang sebenarnya...”
“Eh?”
“Katakan semuanya padaku! Sekarang!”
“A-apa maksudmu, Hikari?”
“Aku mendengar semua pembicaraan kalian! Aku dengar kalian ingin mengembalikanku ke tempat asalku! Apa itu berarti aku bukan anak kalian? Apa aku ini? Siapa aku ini? Apa artinya diriku untuk kalian selama ini jika pada akhirnya kalian ingin membuatku meninggalkan rumah ini? Apa selama ini.. selama ini kasih sayang kalian itu palsu?!”
“T-tidak! Bukan begitu Hikari!”
“Lantas kenapa?! Apa kalian tidak menganggapku sebagai anak kalian lagi?!”
Ryuji menghela nafas pelan. “Kemarilah, Hikari...”
Hikari mendekat dengan tampang yang masih kesal. Sekarang Hikari hanya berdiri di hadapan kedua ornag tuanya yang tengah duduk bersebelahan di sofa.
“Mendekatlah ke ayah...” sahut Ryuji lembut.
Hikari mendekat pada ayahnya, dan-
GREP!
-pelukan hangat dari Ryuji datang.
“Hikari...”
“Ayah..”
“Maafkan ayah sayang... kau memang anak kami, anak kandung kami, dan kau juga merupakan keturunan ibumu yang memiliki gen seekor naga..”
“Jadi, itukah sebabnya aku memiliki sayap ini?”
“Ya, dan tak lama lagi, kami akan mengantarkanmu ke tempat pelatihan dragon, dimana kau bisa melatih semua kekuatan yang kau miliki dari ibumu..”
“Apakah itu yang kalian maksud habitat?”
“Emm, kurang lebih begitu.. tapi tenang saja, setelah tiba waktunya, kami akan menjemputmu kembali kesini...”
“Benarkah itu ayah?”
“Benar..tapi..”
“Tapi?”
“Pelatihan itu akan sangat sulit dan berbahaya, jadi itulah sebabnya kami agak berat untuk melepasmu kesana.. namun dengan IQ tinggi yang kau miliki, kurasa kau bisa mengatasi semua masalah disana nanti...”
“IQ? Masalah? Apa maksud ayah?”
“Kau akan mengerti saat disana nanti Hikari...”
*beberapa minggu setelah itu...*
~kediaman Kisaragi; pkl. 20.30; Ruang Tamu~
Hikari sudah pergi meninggalkan Ryuji dan Rose untuk berlatih menguasai kekuatan yang ada pada dirinya.
“Waktu serasa berjalan begitu lambat tanpa Hikari...” ujar Rose sambil melihat album foto dirinya, Ryuji, dan Hikari.
Ryuji merangkul bahu Rose dan ikut melihat foto-foto itu.
“Ya, tapi ini demi kebaikannya... dia pintar, jadi kurasa tak akan ada masalah...”
“Iya, kurasa kau enar.. aku terlalu khawatir.. hahahaha!”
“Senang rasanya melihatmu tertawa lagi! Haha!”
“Tapi... meski begitu, tetap rasanya sepi tanpa kehadiran seornag anak kecil disini.. meski ia hanya pergi untuk sementara...”
“Ya, kau benar..”
“Dan lagi, rasanya aku bosan jika tidak menyuruhmu membangunkan anak kita! Hahaha!”
“Hmm, kalau kau ingin anak kecil...”
Ryuji menutup album foto itu.
“Eh, aku kan sedang melihat-lihatnya, Ryuji!”
“Kau bilang ingin anak kecil?”
“Apa hubungannya dengan menutup album foto?”
“Kita tak mungkin bisa menghadirkan anak kecil lagi kalau kau melihat album terus!”
“Maksudmu?”
“Ayo, kita beri hadiah pada Hikari saat ia pulang nanti!”
“Eh?”
“Seorang adik, Rose!”
Ryuji menyeringai jahil. *OOC nampaknya*
“R-Ryuji, kau tidak bermaksud-ah!”
Ryuji menggendong Rose dengan gaya bridal! So cool..
“Ayo, kita lakukan di ruang rahasia! Ahahaha!”
“Ryujiii!!”
.
Seorang gadis cantik yang berparas cantik, yang memiliki rambut kuning terang dengan panjang sebahu, memiliki mata berwarna biru safir yang begitu indah, terbangun dari tidurnya.
Sinar matahari yang menyorotkan cahayanya tepat kepada pandangan gadis itu dari jendela, membuatnya semakin bersemangat untuk bergegas menuju sekolah dan menemui kedua orang tuanya di lantai bawah.
TOK TOK
Seseorang mengetuk pintu kamarnya. Sedikit terhentak, namun itu sudah biasa.
“Masuk..” sahut gadis itu sambil merapikan tempat tidurnya.
Sang pengetuk pintu pun memasuki kamar gadis cantik itu.
“Ah, kau sudah bangun rupanya!” sahut sang pengetuk tadi, tidak lain adalah Ryuji.
“Tentu ayah! Aku kan selalu melaksanakan semua perintah ayah dan ibu! Seperti bangun pagi dengan tepat waktu, dan membereskan tempat tidur! Hihi...”
“Hahaha, bagus! Itu anak ayah! Nah, sekarang lebih baik kau segera mandi, dan pakai seragam sekolahmu! Lalu turun kebawah untuk sarapan ya?”
“Tentu ayah!”
Maka Ryuji kembali menuruni lantai bawah ke tempat ruang makan dan menemui istri tercintanya yang sudah menunggu di meja makan.
“Pagi Rose...” sapanya dengan senyum hangat miliknya.
“Pagi Ryuji!” balas Rose dengan ceria.
Sebuah kecupan singkat di kening Rose mendarat dari bibir Ryuji.
Ryuji segera mengambil tempat duduk disamping Rose.
“Mana Hikari?” tanya Rose pada Ryuji.
“Sebentar lagi ia datang...”
DRAP DRAP DRAP
“Ayaaah! Ibuuu!” terdengar derap langkah Hikari yang menuruni tangga dengan semangat dan menuju ruang makan.
“Pagi Hikari...” sahut Rose dan Ryuji bersamaan.
“Nah, sebaiknya sekarang kita segera habiskan sarapan kita dulu! Lalu, segera berangkat ke sekolah!” ujar Ryuji yang bermaksud memulai acara sarapan pagi itu.
“Nah, ayo makan sup nya ya nak!” sahut Rose dengan riang.
Hikari sukses memajukan bibirnya 5 cm ke depan. “Uh, ibu! Ibu kan tahu aku tidak suka sup!”
“Hikari, sup itu bagus untuk pertumbuhanmu!”
“Tapi ibu-“
“Ayo cepat makan!”
“Ih, ibu galak!”
“T-tapi kalau tak segera dimakan, sup nya bisa dingin, dan kau nanti terlambat ke sekolah!”
“Aku tidak mau sup!”
“Ayahmu saja sudah hampir selesai makan tuh! Terserah, kalau kau mau kelaparan di sekolah nanti!”
“Uh, iya iya aku makan!”
Maka dengan sangat terpaksa Hikari memakan sup itu.
Ayolah, siapa yang tidak mual diberi makan sup pagi-pagi? Eww...
Meski dalam hati yang paling dalam pun, Ryuji enggan memakan sup itu, tapi bagaimana lagi? Daripada Rose kecewa nanti?
*skip time nyoooo~*
Acara sarapan itu telah usai, Ryuji dan Hikari bersiap pergi dengan menggunakan mobil kantor Ryuji.
Dan seperti biasa...
“Hikari....” sahut Ryuji sejenak.
“Iya ayah, aku tahu!” tukas Hikari langsung berlari memasuki mobil.
“Haha, anak itu benar-benar penurut!” pikir Ryuji sambil melihat Hikari yang berlalri masuk ke dalam mobil.
“Ryuji, kau tak boleh membiasakan hal seperti ini pada Hikari!” ujar Rose dengan senyum imutnya.
“Ayolah, hanya sebentar kan?”
“Sudah pergi sana! Kau hampir terlambat tahu! Hihi...”
“Uh, ya sudah! Hehe.. dah, istriku! Hati-hati di rumah ya!”
“Iya!”
Sebuah kecupan yang cukup singkat dari bibir Ryuji mendarat tepat di bibir Rose.
Mungkin ini alasan kenapa Ryuji menyuruh anaknya masuk lebih dulu ke dalam mobil.
“Aku pergi!!” ujar Ryuji sambil memasuki mobil.
“Yaa, hati-hati!!” balas Rose dengan ceria seperti biasa.
Maka Ryuji dan Hikari pun bergegas menuju tujuan. Kantor dan sekolah.
*skip time nyoooo~*
Ryuji tiba di depan gerbang sekolah Hikari. Hikari masih duduk di bangku kelas 3 SD, jadi Ryuji dan Rose masih belum berani membiarkannya berangkat sendirian ke sekolah. Meski secara teknis, jarak antara rumah dan sekolahya tak begitu jauh.
“Nah, belajar yang benar ya, Hikari!” sahut Ryuji sambil mengelus rambut anaknya yang benar-benar seperti miniatur dari Rose ini.
“Iya, ayah! Hikari pergi dulu ya!”Hikari segera membuka pintu mobil dan beranjak turun.
“Ingat pesan ayah, nak! Jangan hiraukan apapun yang teman-temanmu katakan mengenai benda yang kau miliki.”
“Iya ayah, aku mengerti... aku sudah terbiasa kok!”
“Baguslah...”
Hikari pun menutup pintu mobil, dan masuk ke dalam sekolah.
Senyum miris muncul di wajah Ryuji. “Dia benar-benar seperti Rose...”
Mobil itu pergi berlalu meninggalkan Sekolah Dasar yang luar biasa megah dan luas ini.
~ruang kelas; pkl. 06.45~
-Hikari’s POV-
Aku melangkahkan kakiku menuju tempat duduk, dan bersikap biasa, seperti tak ada apa-apa.
Meski kenyataannya tak begitu.
Semua pandangan, baik dari teman-teman atau pun guruku terlihat berbeda. Mereka menatapku seperti aku ini layaknya benda asing yang tak pantas tinggal di dunia ini.
Oh, apakah bahasaku terlalu tinggi untuk kelas 3 SD? Ah, biarlah. Mungkin itu juga efek gara-gara sering menonton TV.
Tapi meski begitu, aku tak terlalu ambil pusing. Kata ayah, aku cukup bersikap biasa, jangan pedulikan apapun yang mereka katakan tentang benda yang kumiliki dimana saat ini tak terlihat karena tertutup seragam di punggungku ini.
Ya, sepasang sayap naga kecil berwarna merah.
Aku sendiri tak mengerti, mengapa aku bisa memiliki sayap ini. Kata ayah, aku masih terlalu kecil untuk mengetahui hal itu. Jadi, saat ini aku cuma bisa diam tanpa tahu apapun. Bahkan aku tak bisa menggunakan sayapku ini untuk terbang, karena aku tak tahu caranya.
Ah, sudahlah. Rasanya aku pusing memikirkan hal-hal macam begitu. Jalani saja dulu yang ada.
Tapi paling tidak, aku masih memiliki seorang teman. Dia begitu baik, pengertian, dan menerimaku apa adanya bahkan dengan adanya sayap ini. Seorang laki-laki dengan rambut hitam pekat, dan juga mata biru tuanya. Dia adalah-
“Hai Hikari!”
-ah, itu dia. Takashi. Yukano Takashi.
Dia lah yang paling mengerti aku disamping orang tuaku sendiri.
“Hai, Taka!”
“Hmm, bagaimana pagimu? Hehe...”
“Seperti biasa...”
“Ah, sudahlah! Mereka tak usah dihiraukan! Anggap saja, mereka itu iri padamu!”
“Iri?”
“Iya, mereka kan tidak punya sayap sepertimu! Kalau boleh jujur, aku sendiri juga iri loh padamu!”
“Benarkah?”
“Iya! Aku dari dulu selalu bermimpi, dapat mempunyai sayap sepertimu! Pasti keren sekali kan! Hahaha!”
Dia dapat tertawa lepas begitu?
“Apa kau tidak khawatir kalau orang-orang memandangmu seperti aku saat ini? Pandangan yang... membuatku sedih...”
“Ayolaaah, tak usah diambil pusing! Kita senang-senang saja! Kan sudah kubilang, mereka iri padamu!”
Perlahan senyum mulai terkembang di wajahku. Ah, Taka memang yang paling bisa mengerti aku. Dia hebat! Dia benar-benar teman sejati!
*skip time waktu sekolah~*
~kediaman Kisaragi; pkl 12.45~
-Normal POV-
Ryuji baru saja pulang dari tempat ia bekerja. Ia melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya, menaruh tas nya di sofa, dan merebahkan dirinya di tempat duduk yang empuk itu.
“Ryuji? Kau sudah pulang?” sahut Rose yang hendak naik ke lantai 2 untuk membantu Hikari mengerjakan tugas sekolahnya.
Untuk sejenak, Rose menghampiri Ryuji.
“Maaf aku tak bilang padamu, kalau aku pulang lebih awal hari ini...”
“Kenapa?”
“Ada rapat para atasan di kantor, dan aku tak ditunjuk untuk rapat karena alasan tugas luar, jadi kurasa, aku lebih memilih untuk pulang cepat.”
“Oh, begitu...”
“Bagaimana Hikari?”
“Hikari?”
*sementara itu....*
Hikari yang merasa bosan karena menunggu ibunya datang untuk membantunya mengerjakan tugas, memutuskan untuk turun ke lantai bawah dan menyusul ibunya.
Namun, saat Hikari melihat Rose dan Ryuji sedang berdiskusi, dia memutuskan untuk bersembunyi di balik tembok dan mendengarkan obrolan mereka.
Ia tahu, menguping pembicaraan orang dewasa tidak baik, akan tetapi ia merasa harus melakukannya kali ini.
Sebuah perasaan tak enak menyergapinya.
*di ruang tamu...*
“Jujur, aku masih merasa bersalah pada Hikari soal ini, Ryuji...”
“Apa maksudmu?”
“Dia masih terlalu kecil untuk menerima sayap itu...”
“Tak ada pilihan, sebagian besar gen milikmu memang berada pada dirinya.. termasuk fisik... dia seperti miniatur dirimu...”
“Tapi Ryuji, melihat Hikari yang selalu bertanya, ‘ibu, kenapa semua orang melihatku begitu?’ aku merasa sangat sedih.. aku merasa bersalah...”
Tangis pun tak tertahankan dari Rose. Ryuji mencoba menenangkannya.
“Dia anak yang kuat, Rose! Dia bisa menerima semuanya! Aku juga selalu mengajarkannya untuk bertindak tidak peduli terhadap tatapan orang-orang!”
“Kau tidak mengerti, Ryuji! Dia.. dia masih terlalu keil.. aku.. aku tak tega melihatnya tersiksa karena sayap naga yang ada pada dirinya itu...”
“Dia anak kita, Rose...”
“Eh?”
“Dia anak kita, jadi pasti sifatnya pun tak akan jauh dari kita apa adanya... dan sifatnya mendominasi darimu... kuat, cantik, baik.. dia anakmu...”
“Ryuji...”
“Dan untuk pengembalian ke habitat itu, mungkin kita harus pikirkan kembali.. mungkin ada cara lain untuk mengembalikannya ke tempat dimana harusnya ia berada..”
“Itu yang paling tidak aku inginkan... dia terlalu kecil untuk kita lepas...”
“Cepat atau lambat, dia harus pergi Rose...”
DEG!
Hati Hikari terasa sangat sakit. Jadi mereka ingin mengembalikannya ke tempat asalnya?
‘Siapa sebenarnya aku ini? Apa aku ini? Benarkah aku anak mereka? Kenapa mereka begitu ingin membuatku pergi dari sini? Salahku apa?’
Dan banyak lagi pertanyaan yang muncul di pikiran Hikari. Apa yang bisa ia lakukan sekarang? Ia hanya anak kecil yang tak tahu harus melakukan apa.
Hanya duduk manis, dan biarkan semua hal terjadi apa adanya.
Tapi...
Apa itu berarti perasaan tak akan pernah berperan bahkan dalam diri seorang gadis kecil?
Tidak...
Hikari tahu ia harus melakukan sesuatu!
“Ayah... ibu..”
Ryuji dan Rose menoleh ke arah Hikari yang berdiri dengan di ambang pintu dengan wajah kesal.
Kesal dan..
Sedih...
“Hi-Hikari!” Rose langsung menghapus air matanya. “Ah, m-maaf ibu membuatmu menunggu ya? Hahaha...”
“Katakan yang sebenarnya...”
“Eh?”
“Katakan semuanya padaku! Sekarang!”
“A-apa maksudmu, Hikari?”
“Aku mendengar semua pembicaraan kalian! Aku dengar kalian ingin mengembalikanku ke tempat asalku! Apa itu berarti aku bukan anak kalian? Apa aku ini? Siapa aku ini? Apa artinya diriku untuk kalian selama ini jika pada akhirnya kalian ingin membuatku meninggalkan rumah ini? Apa selama ini.. selama ini kasih sayang kalian itu palsu?!”
“T-tidak! Bukan begitu Hikari!”
“Lantas kenapa?! Apa kalian tidak menganggapku sebagai anak kalian lagi?!”
Ryuji menghela nafas pelan. “Kemarilah, Hikari...”
Hikari mendekat dengan tampang yang masih kesal. Sekarang Hikari hanya berdiri di hadapan kedua ornag tuanya yang tengah duduk bersebelahan di sofa.
“Mendekatlah ke ayah...” sahut Ryuji lembut.
Hikari mendekat pada ayahnya, dan-
GREP!
-pelukan hangat dari Ryuji datang.
“Hikari...”
“Ayah..”
“Maafkan ayah sayang... kau memang anak kami, anak kandung kami, dan kau juga merupakan keturunan ibumu yang memiliki gen seekor naga..”
“Jadi, itukah sebabnya aku memiliki sayap ini?”
“Ya, dan tak lama lagi, kami akan mengantarkanmu ke tempat pelatihan dragon, dimana kau bisa melatih semua kekuatan yang kau miliki dari ibumu..”
“Apakah itu yang kalian maksud habitat?”
“Emm, kurang lebih begitu.. tapi tenang saja, setelah tiba waktunya, kami akan menjemputmu kembali kesini...”
“Benarkah itu ayah?”
“Benar..tapi..”
“Tapi?”
“Pelatihan itu akan sangat sulit dan berbahaya, jadi itulah sebabnya kami agak berat untuk melepasmu kesana.. namun dengan IQ tinggi yang kau miliki, kurasa kau bisa mengatasi semua masalah disana nanti...”
“IQ? Masalah? Apa maksud ayah?”
“Kau akan mengerti saat disana nanti Hikari...”
*beberapa minggu setelah itu...*
~kediaman Kisaragi; pkl. 20.30; Ruang Tamu~
Hikari sudah pergi meninggalkan Ryuji dan Rose untuk berlatih menguasai kekuatan yang ada pada dirinya.
“Waktu serasa berjalan begitu lambat tanpa Hikari...” ujar Rose sambil melihat album foto dirinya, Ryuji, dan Hikari.
Ryuji merangkul bahu Rose dan ikut melihat foto-foto itu.
“Ya, tapi ini demi kebaikannya... dia pintar, jadi kurasa tak akan ada masalah...”
“Iya, kurasa kau enar.. aku terlalu khawatir.. hahahaha!”
“Senang rasanya melihatmu tertawa lagi! Haha!”
“Tapi... meski begitu, tetap rasanya sepi tanpa kehadiran seornag anak kecil disini.. meski ia hanya pergi untuk sementara...”
“Ya, kau benar..”
“Dan lagi, rasanya aku bosan jika tidak menyuruhmu membangunkan anak kita! Hahaha!”
“Hmm, kalau kau ingin anak kecil...”
Ryuji menutup album foto itu.
“Eh, aku kan sedang melihat-lihatnya, Ryuji!”
“Kau bilang ingin anak kecil?”
“Apa hubungannya dengan menutup album foto?”
“Kita tak mungkin bisa menghadirkan anak kecil lagi kalau kau melihat album terus!”
“Maksudmu?”
“Ayo, kita beri hadiah pada Hikari saat ia pulang nanti!”
“Eh?”
“Seorang adik, Rose!”
Ryuji menyeringai jahil. *OOC nampaknya*
“R-Ryuji, kau tidak bermaksud-ah!”
Ryuji menggendong Rose dengan gaya bridal! So cool..
“Ayo, kita lakukan di ruang rahasia! Ahahaha!”
“Ryujiii!!”
.
~* OWARI DENGAN GAJENYA *~
.
Keep Spirit Up!
Hana-chan
Hana-chan
0 komentar:
Posting Komentar